Senja datang lagi...
Seperti biasa aku bahkan enggan menatap langit. Bukan aku benci senja, Tapi warna orange yang ada di langit saat Senja selalu mengingatkan aku tentang siapa yang telah memberiku nama ini. Seseorang yang sudah menghancurkan semua yang indah dalam hidupku. Orang yang juga membuat aku tidak lagi bisa merasakan kasih sayang Mama. Yang langsung menjungkir balikan kehidupan masa kecil dan remajaku.
Aku menarik nafas dalam dan menghembuskan nya secara perlahan. Ku pandangi orange juice ku yang sedari tadi enggan aku minum. Entahlah, perasaan ku sedang buruk hari ini. Mataku melirik gadis di depan ku yang tidak lain sahabat ku sejak di bangku SMP. Dia tengah sibuk ber-hahahihi ria dengan smartphone yang di genggamnya.
Seperti itulah orang kalau sedang jatuh cinta, tak peduli dimanapun tempatnya, cuma dia dan Tuhan yang tau arti dari senyum menggelikannya itu.
Aku memandanginya dengan jengah, ku percikan jus-ku ke arahnya untuk membuatnya menoleh. Dan berhasil, dia menoleh ke arahku dengan tatapan kesal.
"Apa sih, Ngga?" Tanyanya tanpa dosa.
Aku mendengkus dengan sebal, "Buat apa lo ngajakin gue kesini kalau cuma buat ngeliatin lo cengengesan engga jelas kaya gitu?"
Dia menurunkan ponsel dari depan wajahnya dan memajukan badannya untuk mulai memperhatikan ku.
" 'Kan gue engga mau lo BT di rumah sendiri, Ngga." Alibinya.
Aku mencibir mendengar ucapannya, alasan macam apa itu?
"Ya kalau lo dari tadi nyuekin gue dan malah asik sendiri gitu, sama aja bohong. Mending di rumah deh gue, tidur."
Dia tertawa dan memasukan ponselnya ke dalam saku serangamnya.
"Sorry deh, Ngga. Abis gimana dong, gue engga bisa kalau engga senyum-senyum gitu pas baca chat dari Kak Fajar. Dia tuh sweet banget tau engga sih, Ngga?" Dia berseru dramatis.
Aku menghela nafas berat dan memutar bola mata malas setelahnya.
Sahabatku yang satu ini memang gampang sekali jatuh cinta. Sikapnya yang supel dan juga wajah blasternya yang cantik membuat pria manapun akan mudah menyukainya. Di tambah sifat setianya yang juga membuatku betah menjadi sahabatnya bertahun-tahun. Dialah Dafira Luna, gadis cantik yang sudah menjadi sahabatku sejak kelas 1 SMP. Dulu, dia satu-satunya orang yang mau mendekati aku yang memilih menyisih dari orang lain.
"Lo di gombalin aja senengnya minta ampun, padahal 95% dari gombalan itu pasti cuma bohong doang kalau lo mau tau."
Ku perhatikan wajahnya yang terlihat kesal dengan ucapan ku tadi. Tapi itu justru membuatku semakin ingin menggodanya.
"Lo mah sirik aja, Ngga. Harusnya lo juga seneng dong ngeliat sahabat lo seneng." Katanya sembari menyesap ice capucino miliknya.
Aku menaikan sebelah alisku dan meminum minuman yang sedari tadi masih utuh.
"Bukan gitu, Daf, tapi ya mikir logis ajalah. Cowok kalau lagi pedekate emang manis mulu ngomongnya. Tapi kalau udah jalan lama baru deh keliatan aslinya gimana."
Dafira menjadi diam setelah mendengar ucapanku tadi. Mungkin dia berpikir aku ini sok tahu, karena kenyataannya aku sendiri belum pernah pacaran. Aku jadi merasa bersalah dan buru-buru mencari topik pengalihan.
Aku berdehem singkat dan memajukan badanku ke arahnya.
"Daf, emang di sekolah kita ada ya yang namanya Senja?" Tanyaku, mengingat satu nama yang pernah sambil lalu aku lihat di mading sekolah.
Dafira menoleh ke arahku dengan menyipitkan matanya dan senyum menggoda yang menjengkelkan.
"Ada! Temen sekelasnya Kak Fajar. Orang nya manis, Ngga. Mau gue kenalin?" Katanya antusias.
Aku tertawa dalam hati. Sungguh mudah membuat mood Dafi berubah-ubah.
"Engga ah, nanya doang gue. Soalnya kemarin pas liat pengumuman di mading, gue engga sengaja liat ada nama Senja gitu. Aneh."
"Ih ngatain nama orang aneh, lah nama lo apa kabar?"
Aku hanya mendengkus dan meraih tas ransel ku yang aku letakan di samping kursi.
"Mau kemana?" Tanya Dafira dengan raut yang kebingungan.
"Balik. Udah sore."
Aku mengeluarkan uang 20.000an dan menaruhnya di atas meja.
"Kembaliannya lo ambil aja."
Aku berbalik dan melangkah keluar dari caffe sebelum teriakan Dafira menggelegar.
"JINGGAAA SIALAN UANG LO KURANG!"
****
Aku merebahkan tubuhku di atas tempat tidur. Dibagian rambut sengaja kulapisi dengan handuk agar kasurku tidak basah karena aku baru saja keramas.
Sepi, selalu seperti itu yang aku dapati saat di rumah semenjak kakakku, Jemmy sibuk menyelesaikan skripsinya.
Aku meraih ponsel yang aku taruh di samping bantal. Iseng, aku membuka aplikasi instagramku. Men-scroll nya secara tak beraturan karena sebenarnya aku juga tidak begitu minat melihatnya.
Tapi seketika pandangan ku terhenti pada sebuah foto yang aku kenal siapa yang membagikannya, kemudian dengan cepat aku mengalihkan pandangan pada caption dan deretan komentar yang ada disana.
@fajarraja : Sesekali eksis bareng cowo terkaku sedunia @senja__
@audreyy kak senja manis banget, itu lesung pipi tolong di kondisikan.. 😁😁😁
@ginar_raguna tumben si @senja__ mau di ajak selfi. Biasa nya juga ngibrit dia kalau liat kamera wahahah
@denaLuvena ga salah pilih gue suka sama dia.. @senja__ besok selfie nya sama aku ya baby 😘😘😘
@fajarraja waduh kenapa pada salfok ke si senja semua??? Itu yang di sebelah senja juga manusia loh, lebih tampan lagi..
Dan masih banyak lagi komenan yang berderet disana.
Baru saja tadi sore aku membicarakan yang namanya Senja itu dengan Dafira, dan secara ajaib wajah nya muncul di layar ponselku.
Aku memperhatikan fotonya dengan sedikit serius. Lumayan. Itu satu kata yang muncul di pikiran ku saat melihat fotonya. Dia sesuai seperti apa yang di deskripsikan oleh Dafira. Lesung pipi nya... manis.
Entah kenapa aku jadi sedikit tertarik tentang siapa Senja itu. Dari foto yang aku lihat, dia memang manis dengan lesung pipi nya itu tapi selebihnya tidak ada yang menarik lagi. Malah benar kata Fajar, dia lebih tampan dari Senja. Mungkin itu yang dinamakan inner beauty, dimana orang yang penampilannya biasa saja justru terlihat menarik. Aku memgedikan bahu, tidak perduli.
****
"Jinggaaaaa "
Teriakan itu sontak membuat ku berbalik badan. Dan kulihat Dafi sedang berjalan cepat ke arah ku.
"Lo... Lo kok jalan cepet banget, padahal badan lo mungil gitu." protesnya kemudian saat sudah berdiri sejajar denganku.
Aku hanya menoleh sebentar ke arahnya dan kembali berjalan dengan dia yang masih mengikuti langkahku.
"Ini senin kali, Daf. bentar lagi musti udah di lapangan jadi ya harus cepet-cepet. Lagian lo yang tumben baru dateng jam segini." kata ku kemudian.
"Iya gue kesiangan karena chat-an sama kak Fajar sampe larut malem." Jawabnya santai.
Aku memilih untuk tidak merespon agar pembicaraan kami selesai. Karena aku sangat tidak ingin mendengar cerita romance lebay tentang Dafira dan si Fajar Fajar itu di Senin pagi yang cerah ini. Tidak minat.
BRAAAKK
Aku balikan badan ku secepat kilat saat mendengar suara yang cukup keras dari arah belakang.
Disana aku melihat perempuan yang sepertinya kelas X sedang membereskan buku nya yang berjatuhan di bantu seorang laki-laki yang tadi di tabraknya.
"Kak maaf ya tadi saya buru-buru jadi engga merhatiin jalan. " ucap cewek itu sambil merapikan buku-bukunya.
"Engga apa-apa santai aja. Gue duluan ya" jawab cowok itu lalu berlalu begitu saja.
Ku rasakan Dafira yang tiba-tiba merapatkan tubuhnya ke arahku.
"Ngga, itu tadi kak Senja. " Ucap Dafi setengah berbisik.
Aku menaikan sebelah alisku sambil memandangi punggung itu yang mulai menjauh.
Senja? Kenapa mendadak jadi muncul terus?
*****