Wahai seorang pengiba, perasaan absurd apa ini; mengibakan Pagi yang terenggut kesunyiannya oleh bising nafas dan detak jantung dari binatang - binatang aspal?
Aduh, kasihan!
Begitu tegar; hanya terdiam ikhlas kedinginan menunggu matinya malam temaram.
Begitu tegar; menyambut tantangan matahari yang menyirami bumi dengan sinarnya.
Senja memang terlihat indah, namun ia hanya tahu perihal pulang, sementara hari tak selamanya malam dan langit tak selamanya hitam.
Ini adalah perihal Pagi yang tak pernah lelah ataupun terkikis walakin selalu bersama dengan waktu; memunculkan pertanyaan yang belum menemukan pasangan.
Siapakah aku ini? Yang berani mengibakan Pagi yang tegar manakala seisi bumi berkoar?
Mungkin aku hanyalah seorang pengiba dengan secangkir kopi untuk sekedar teman menejermahkan langit.