Chereads / A Darkness of Blood / Chapter 5 - Chapter 3: Perasaan yang Terdalam

Chapter 5 - Chapter 3: Perasaan yang Terdalam

Di sebuah mansion di tengah hutan....

Seorang pria bersurai jingga menatap beberapa kertas yang tersisa di mejanya. Manik merah miliknya menatap lelah kertas-kertas tersebut dan menenggelamkan kepalanya di meja.

Cklek!!!

"Stefan-kun, apa kau sibuk?" Seorang wanita bersurai biru panjang memasuki ruangan yang merupakan ruang pribadi pria tersebut "Kalau kau sibuk, aku tidak akan mengganggumu."

"Tidak, Yumiko. Kau tidak menggangguku sama sekali." Pria tersebut menegakkan kepalanya "Justru aku ingin mengatakan sesuatu mengenai keluargamu."

"Keluargaku? Bukankah Dewan telah membunuh keluargaku 7 tahun yang lalu?" Wanita tersebut terlihat penasaran dengan kasus pembunuhan 7 tahun yang lalu.

"Memang, Minase Yumiko. Adikmu, Kotori diselamatkan oleh Kuro dan kakakmu, Izuna menghilang secara misterius. Sekarangpun Kotori diincar oleh Stuart karena darah batu merahnya."

"Begitu ya.... " Wanita yang bernama Yumiko tersebut menundukkan kepalanya sedih "Semua ini salahku, Stefan-kun. Jika aku datang lebih awal mungkin semua ini tidak akan terjadi."

Pria yang bernama Stefan tersebut bangkit dari kursinya dan berjalan menghampiri Yumiko. Dirangkulnya tubuh Yumiko dan dielusnya surai biryani milik wanita tersebut dengan tangan kokohnya "Sudahlah, Yumiko. Semua ini adalah takdir, bukan salahmu. Yang terpenting sekarang adalah kita berharap pada Kuro untuk melindungi Kotori."

"Ya, Stefan-kun."

Brak!!!

Pintu tersebut terbuka dengan tidak elitnya. Seorang pria bersurai coklat muncul di ambang pintu. Stefan dan Yumiko mengubah posisi mereka seperti biasanya.

"Maafkan saya jika mengganggu Anda, Stefan-sama, Yumiko-sama." Pria tersebut berlutut sambil menundukkan kepala "Saya telah lancang mengganggu Anda."

"Sudahlah, William." Stefan memberi isyarat agar pria tersebut tidak perlu khawatir "Katakan, apa yang kau dapatkan?"

"Dewan telah bergerak dan membuat kerusakan di asrama Tokohana, tempat Kotori-sama tinggal, namun Kuro-sama dan 2 pengawalnya berhasil menyelamatkan Kotori-sama dan 2 temannya."

"Syukurlah mereka selamat." Stefan bernafas lega, lalu mulai serius. Manik merah miliknya mulai menyala "William, kerahkan pasukan dan tunggu perintah dariku."

"Baik, Stefan-sama." Dan Williampun menghilang dari hadapan Stefan dan Yumiko. Pintu tersebut tertutup dengan sendirinya.

Yumiko menatap kepergian William dengan penuh harap "Kotori, sebentar lagi kita akan bertemu."

****

"Bala bantuan dari Stefan Wisteria telah dikerahkan untuk membantu Anda, My Lord."

"Sudah kuduga. Stefan memanfaatkan penuh perhitungan dan tidak pernah terburu-buru. Terima kasih, Austin."

Pria tersebut membungkukkan badannya dan menghilang dari hadapan Kuro. Manik merah miliknya menatap kertas-kertas yang berisi informasi tersebut.

Cklek!!!

"Kuro-san, apa aku mengganggumu?"

"Tidak, Kotori. Masuklah."

Kotori memasuki ruangan yang merupakan ruang pribadi milik Kuro "Anoo, Kuro-san.... Apa ada perkembangan?"

"Tidak juga, Kotori." Manik merah milik Kuro menatap manik biru milik Kotori "Tidak ada pilihan lain selain membasminya."

"Tapi, bagaimana caranya? Aku tidak sepertimu, Kuro-san."

Hening sejenak....

Jeda lama sekali....

Kuro mengeluarkan sihir hitam miliknya dan membentuk senjata bertangkai panjang dengan bilah pedang yang sangat tajam "Ini bisa membantumu untuk membasmi mereka. Senjata ini bernama Hayakura Wolfin."

"Hayakura Wolfin?" Kotori membeo sejenak.

"Ya, Kotori. Senjata ini mampu berubah menjadi senjata lain sesuai permintaan pemiliknya."

Kotori hanya mengangguk dan mengambil senjata tersebut dari Kuro. Manik biru miliknya menatap takjub senjata yang kini menjadi miliknya "Te-terima kasih, Kuro-san."

"Sudahlah, Kotori." Kuro mendekatkan diri ke arah Kotori "Asal kau tetap bersamaku, Dewan tidak akan mendekatimu."

"Eh, kenapa, Kuro-san?" Kotori mulai curiga pada tingkah Kuro yang terlampau aneh tersebut.

Bukannya menjawab, Kuro langsung menyingkirkan Hayakura Wolfin milik Kotori dan menatap manik biru milik gadis bersurai biru muda tersebut dengan manik merahnya. Tubuh Kotori terasa kaku dan manik biru miliknya langsung membulat sempurna.

"Etto.... Anoo... Ku-Kuro-san.... "

"Diamlah, Kotori. Aku merasakan ada yang datang untuk 'menjemput' mu."

"Menjemputku?"

Prang!!!

Crash!!!

Kaca jendela tersebut pecah dan Kuro memeluk Kotori hingga anak panah tersebut mengenai lengan kanan pria bersurai hitam tersebut. Manik biru milik gadis bersurai biru muda tersebut membulat sempurna melihat kejadian tersebut.

"Ku-Kuro-san.... " Kotori terkejut melihat kondisi Kuro tersebut.

"Tidak apa-apa, Kotori. Luka ini tidak ada apa-apanya." Kuro melepaskan pelukannya "Aku ini vampire, jadi luka ini bukan apa-apa bagiku." Lalu, manik merah miliknya menatap ke arah anak panah yang tertancap di dinding tersebut "Ancaman bagi klanku."

"Ancaman bagi klanmu?"

Hanya anggukan dari Kuro. Dia menjauh dari Kotori dan mengambil surat yang terikat di anak panah tersebut. Tangan kokohnya membuka surat tersebut dan manik merahnya menatap detail setiap kata di dalam tulisan tersebut.

"Ternyata memang benar adanya." Pria bersurai hitam tersebut melirik ke arah Kotori "Mereka ingin melenyapkanku jika tidak menyerahkanmu, Kotori."

" Lalu, apa kau akan melakukannya?" Tubuh Kotori mulai gemetar saat mengetahui yang sebenarnya.

Kuro hanya tertawa sinis "Tidak akan, Kotori. Lebih baik aku mati daripada melakukannya." Lalu, dia menghela nafas sejenak "Kau tahu, vampire terkutuk memang sering didiskriminasikan oleh Dewan dan salah satu cara agar Dewan yang dipimpin oleh Stuart Schaeffer runtuh adalah mempertahankan para pemilik darah batu merah dan memanfaatkan pemilik darah alpha dan exel."

"Pemilik darah alpha dan exel? Siapa mereka, Kuro-san?"

"2 temanmu, Hagane Iori dan Kayahito Tomohisa."

Deg!!!

Jantung Kotori dipacu dengan kencang mendengar ucapan Kuro. Ketakutan akan kehilangan kedua temannya melandanya "A-apa kau akan membunuh mereka berdua?"

"Tidak." Kuro menjawab dengan nada datar "Aku tidak berniat membunuh mereka. Biarkan Lucia dan Aelita yang menangani Iori dan Tomohisa."

"Eh? Kenapa begitu?"

Kuro berpikir sejenak "Mungkin mereka punya perasaan pada kedua temanmu. Bukankah kau mendengar cerita Lucia kemarin? Atau mau kujelaskan tentang mereka berdua?"

"Oh, begitu." Kotori hanya ber oh-ria "Lalu, kau sendiri, Kuro-san?"

Pria bersurai hitam tersebut hanya diam mendengar pertanyaan Kotori. Pasalnya, dia sudah menyukai Kotori sejak 7 tahun yang lalu. Kotori hanya memiringkan kepalanya bingung dengan sikap Kuro yang mendadak aneh tersebut.

"Kuro-san?"

"Nanti kau juga tahu sendiri." Kuro melangkahkan kakinya ke arah pintu keluar "Jangan ke mana-mana sampai aku kembali, Minase Kotori."

"Baik, Kuro Dionisius-sama."

Cklek!!!

Blam!!!

Kotori menatap kepergian Kuro yang dianggap mencurigakan tersebut "Aku harus mencari tahu tentang Kuro-san."

****

Satomi Dionisius

Ariel Marcellion

Kedua batu nisan yang bertuliskan nama kedua pemimpin keluarga Dionisius terpampang di depan mata pria bersurai hitam tersebut. Manik merah milik Kuro menatap hening kedua batu nisan tersebut.

"Ayah, Ibu, aku harus bagaimana? Aku tidak mampu melakukannya seorang diri sebagai pengganti kalian. Di saat Stuart ingin meluluhlantakkan dunia vampire dengan cara mengambil pemilik darah batu merah."

Jeda sejenak....

"Dia ingin mengambil Kotori dariku." Dia menghela nafas sejenak "Aku tidak ingin kehilangan Kotori."

Dari kejauhan, terlihat Kotori dan Irina bersama Austin yang merupakan Raven milik Kuro. Manik biru milik Kotori menatap Kuro menatapi makam kedua orang tuanya yang penuh kesabaran sekaligus kesedihan.

"Jadi, Kuro-san sering kemari saat dia bersedih, Austin-san?"

"Ya, Kotori-sama. Kuro-sama menjadi pemimpin klan vampire terkutuk sejak kanak-kanak setelah Satomi-sama tewas dalam pertempuran melawan Dewan. Untuk itulah, beliau merasa sangat berat menanggung beban besar setelah ayah beliau tiada."

Kotori hanya menundukkan kepala mendengar penjelasan Austin. Dia merasa bersalah pada pria bersurai hitam tersebut "Ayo kita pulang, Irina-san, Austin-san. Kurasa lebih baik aku tidak pergi meninggalkan Kuro-san."

"Keputusan bijaksana, Kotori-sama." Irina terlihat kagum pada keputusan Kotori "Saya harap Anda bisa bersama Kuro-sama."

"Ya, Irina-san."

Splash!!!

Dan ketiga orang tersebut menghilang tanpa bekas sama sekali....

****

Cklek!!!

Blam!!!

Saat Kuro memasuki mansion miliknya, manik merah milik pria tersebut menangkap keheningan di mansion nya sendiri 'Aneh sekali. Jarang sekali mansion sesuai ini. Apa Kotori menghilang lagi?  Lebih baik ku periksa saja.' Begitulah batinnya yang berbicara. Dia melangkahkan kakinya ke arah kamar yang Kotori tempati saat ini.

Cklek!!!

"Kotori, apa kau di dalam?" Manik merah milik Kuro menangkap gadis bersurai biru muda tersebut tertidur di tempat tidurnya sendiri "Kukira kau pergi meninggalkan mansion ini, ternyata kau tetap di sini."

Jeda sejenak....

"Terima kasih, Kotori."

"Tidak masalah, Kuro-san." Kotori terbangun dari tidurnya "Lagipula, aku sedang menunggumu, Kuro-san."

"Menungguku untuk apa, Kotori?" Kuro merasa bingung dengan ucapan Kotori yang menurutnya sangat tidak jelas.

Kotori menatap manik merah milik Kuro dengan manik birunya "Aku ingin mengakhiri pertempuran ini, Kuro-san." Dia menjeda ucapannya "Tolong ajarkan aku cara bertarung."

"Jika kau tewas dalam pertempuran?"

"Aku ingin kau yang mengambil darah batu merah ini dariku."

Kuro hanya tersenyum mendengar pernyataan Kotori "Baiklah, Kotori. Aku akan mengajarimu hingga saat itu tiba."