"Bersamanya
Aku menjadi seorang wanita yang bahagia dan selalu tertawa ketika berada di dekatnya
Dia merubah hari-hariku menjadikan lebih berwarna selama ini"
Ainun yang tersenyum menatap langit
Seperti biasanya hari minggu adalah hari yang paling di tunggu. Selain untuk melepaskan penat seperti bermain, hari minggu juga adalah rutinitas untuk berolahraga agar badan tetap sehat dan segar untuk memulai hari selanjutnya.
Saat ini aku, Tika, Guntur, Dayat, Riani, Komar, Haris dan Danar sedang berolahraga di kampus IPB Dramaga. Kami hanya bertujuh selebihnya sibuk dengan urusan masing-masing dan ini adalah rutinitas kami setiap hari minggu.
Kami berlari kecil mengelilingi lapangan olahraga, sesekali kami bercanda satu sama lain menikmati kebersamaan ini. Aku hanya mengelilingi lapangan IPB sebanyak lima kali tidak melanjutkan jogging karena sudah lelah. Aku duduk di tempat istirahat seorang diri. Berbeda dengan teman-teman ku yang masih melanjutkan olahraga nya.
Aku hanya melihat orang-orang yang sedang berolahraga menikmati pagi hari yang cerah ini. Seseorang duduk di samping sambil mengambil air putih yang ada tanganku. Aku menoleh ke orang itu yang sedang minum dengan rakus.
"Lho, kok tumben udah olahraga nya?" Tanya aku heran mendapati Guntur ada di sampingku.
"Capek" Jawab Guntur setelah menyelesaikan minumannya.
"Lah? Biasanya juga lama, terus capek juga tetap dilanjut" Aku masih terheran dengan Guntur.
Guntur menatap ku "dih ga peka" Dengan cepat Guntur memalingkan wajahnya menatap ke depan.
"Akh? Ga peka apanya?" Aku masih tidak mengerti maksud Guntur.
"Bodo amat, Nun" Ucap Guntur tidak peduli kepadaku yang masih heran dengan tingkahnya.
Aku yang mendengar ucapannya hanya mendengus dengan kesal dan cemberut. Lalu, aku ikut melihat ke depan menatap orang yang sedang olahraga mengelilingi lapangan besar.
Hening.
Itulah yang sedang aku rasakan saat ini. Aku dan Guntur hanya sedang menikmati pemandangan yang ada di depan, tidak ada yang memulai pembicaraan sama sekali. Entah kenapa, cukup nyaman walau aku dan Guntur tidak berbincang sama sekali.
Satu persatu teman-teman ku datang dan duduk untuk beristirahat.
"Hoss hosh hosh, capek" Keluh Riani dengan nafas mengebu.
"Perdana aku tuh keliling lapangan lebih dari lima kali" Tika memberitahu Riani yang ada di sampingnya.
"Tumben lu, Gun. Olahraga nya sebentar" Ucap Dayat sambil melihat kearah Guntur yang sedang duduk di sebelah ku.
"Ish, ga tau aja kalo si Gugun lagi pengen sama siapa" Komentar Haris sambil menepuk bahunya.
"Dasar bucin" Ucap Danar sambil melihat ke arah Guntur.
Guntur memutar matanya kesal "apa sih? Syirik banget lu pada" Balas Guntur.
Aku hanya menjulurkan lidahku meledek Danar, Haris dan Dayat.
"Habis ini kemana?" Tanya Haris lalu duduk di sebelah kiri ku. Sedangkan di sebelah kanan ku Guntur.
"Keliling kampung IPB gimana?" Aku memberikan usul.
"Boleh. Tapi, apa ngga terlalu kejauhan?" Tanya Haris.
"Ngga, kok. Tenang aja Ainun masih kuat" Jawab ku meyakinkan Haris.
"Yaudah, habis ini kita langsung olahraga lagi keliling kampus IPB. Jalan aja, ga usah lari" Ucap Haris kepada kami.
"Oke" Jawab aku dan teman-teman ku dengan kompak.
Setelah beristirahat selama 30 menit. Kami melanjutkan olahraga dari mulai lapangan IPB sampai kembali ke lapangan IPB lagi. Kami berjalan bersama, sesekali bercerita tentang masalah di sekolah, tugas, atau bahkan gosipin teman-teman kita.
Aku berjalan di samping Guntur sambil bercerita tentang kami atau hal yang lainnya.
"Semalam lu kemana? Udah tidur?" Tanya Guntur.
"Iya, gua ketiduran. Lagian kan besok paginya gua olahraga" Jawab ku sambil menganggukkan kepalaku.
"Hmmm, pantesan. Kebiasaan"
"Hehehe" Aku hanya tersenyum nyengir ke arah Guntur.
"Lu ga capek?" Tanya Guntur sedikit khawatir.
"Yah, pasti capek lah, asal ngga pingsan aja"
"Ogah banget gua harus gotong lu kalo pingsan"
"Jahatnya.... " Aku melihat kearah Guntur dengan cemberut.
Guntur tertawa mendengar ucapanku sambil mengusap kepalaku dengan lembut. Aku melihat ke arah lain, pura-pura sedang marah kepadanya.
"Gua kalo lihat Ainun sama Gugun jalan, berasa kek adik kakak. Jauh banget perbedaan tinggi nya" Ucap Komar sambil mengukur tinggi badan ku dan Guntur dengan telapak tangannya.
"Ainun cuma seketek nya Guntur ahaha" Ucap Haris tertawa.
"Kenapa pendek banget sih, Nun?" Tanya Komar sambil menahan tawanya.
Ya, aku terbilang pendek diantara teman-teman ku dan paling mungil di sekolah. Apalagi kalau udah berdiri sejajar dengan Guntur dan Komar hanya se ketiak mereka, berbeda dengan yang lain masih tidak terlalu jauh perbedaannya.
"Ekh, gini-gini juga gua ngangenin lho, Komar" Aku memuji diriku sendiri dengan penuh percaya diri.
"Mata lu" Balas Komar tidak terima.
"Ikhhh, ga boleh gitu. Awas lho nanti suka sama Ainun. Cowok kayak Guntur aja bisa suka sama Ainun, apalagi Komar" Aku memperingati Komar agar berhati-hati dengan ucapannya.
"Dih, nama gua di bawa-bawa" Guntur melihat ke arah ku.
"Ekh, emang bener kan"
"Gua terpaksa, Nun" Guntur menggoda ku pura-pura tidak menyukai ku dan terpaksa.
"Owwwhh, jadi lu suka sama gua terpaksa? Kalau kayak gitu mending ga usah suka sama gua" Ucap ku dengan nada kesal.
"Ekh becanda, Nun" Guntur mencoba menenangkan ku karena ucapannya yang membuat ku kesal.
"Bodo amat, lu pulang aja sana" Usir aku sambil mendorong badannya ke depan.
"Ga boleh ngambek, Nun. Becanda doang, ya Allah" Ucap Guntur sambil menahan dorongan dari ku.
"Ekh, Nun" Panggil Dayat.
Aku menghentikan dorongan badan Guntur. Lalu, menatap Dayat.
"Tugas SBK kan bikin kerajinan, kita mau bikin apa?" Tanya Dayat.
"Mampus. Aku lupa kalo ada tugas kerajinan tangan" Riani menepuk jidatnya dengan kencang.
"Si anjir, malah diingetin lagi" Danar memukul kepala Dayat dengan kencang.
"Lah, iya yah? Aku bingung bikin apa, mana tugas di kumpulin hari Jum'at kan" Ucap ku dengan panik.
"Gun, lu kan ketua kelompok gua, mau bikin apa?" Tanya Komar kepada Guntur.
Guntur terdiam sedang memikirkan apa yang akan di buat nanti dengan kelompoknya "buat tempat lampu tidur dari stik aja. Gua bisa kok"
"Alhamdulillah, tenang gua jadinya. Lu aja yang kerjain yah?" Komar mengelus dadanya merasa tenang.
"Sialan. Yah, bareng-bareng lah" Umpat Guntur tidak terima jika dia harus mengerjakan seorang diri.
"Nun, ikhh kita bikin apa?" Tanya Dayat tidak sabaran.
"Iya, Nun. Ketua kelompoknya kan kamu" Ucap Tika menunggu jawaban tugas dari aku.
Aku terdiam memikirkan tugas SBK "hmm, gimana kalo kita bikin kipas dari tisu? Itu bagus banget lho" Ucap aku dengan semangat.
"Emang bisa bikinnya?" Tanya Dayat dengan ragu.
Aku mengeluarkan ponselku "tenang, kan ada mbah google"
"Aaaaiiinnnuuuunnnn" Terima Tika gregetan dengan jawaban aku.
Aku hanya tertawa menanggapi panggilan Tika yang kesal kepadaku.
Setelah selesai keliling kampus IPB. Kami semua ke pasar minggu terlebih dahulu yang terletak di kampus dalam IPB. Kami membeli peralatan ke toko alat tulis untuk membuat kerajinan tangan. Guntur membeli lem dan stik. Sedangkan aku membelinya tisu makan berwarna putih dan hijau. Setelah selesai, kami pulang dengan menggunakan angkot. Hanya butuh waktu 30 menit untuk sampai ke rumah masing-masing karena selama di perjalanan tidak macet sama sekali. Maklum tanggal tua, jadi hanya sebagian orang yang keluar.