"Lebih baik nilai kecil tapi hasil sendiri. Daripada nilai besar hasil nyontek. Jadi, mau sampai kapan kalian menjadi bodoh hanya karena menyontek terus? Dunia itu sangat kejam"
Ainun Solihat
Hari senin, pukul 07.30.
Para siswa-siswi sekolah Matusha duduk di tempat masing-masing sesuai dengan nomor test yang telah di dapatkan. Urutan nomor test sesuai dengan nomor absensi dimulai dari huruf A sampai dengan Z.
"Woy, jangan lupa yah kasih tahu jawabannya kalo Dayat nanya" Dayat berteriak memberitahukan teman sekelas.
"Idiiihhhh, mikir sendiri" Ucap Tika menolak apa kata Dayat.
"Siap, Cink" Danar mengacungkan jempolnya, mengiyakan jika Dayat bertanya tentang soal yang tak dimengerti.
"Dasar terlalu pinter" Sindir Dayat kepada Tika. Sedangkan, Tika yang mendengar sindiran Dayat hanya cemberut. Kesal.
Aku sedang membaca buku mata pelajaran kembali. Tidak peduli dengan suasana gaduh kelas yang sedang menulis jawaban di kertas selembar atau bahkan saling berteriak untuk memberi jawaban jika salah satu dari mereka bertanya.
"Hipotesis adalah jawaban sementara mengenai masalah yang masih mempunyai sifat praduga karena masalah tersebut masih harus dibuktikan benar atau tidaknya.
Selain itu, adanya hipotesis penelitian dapat mengatakan sekaligus membuktikan apakah suatu teori yang sudah pernah ada dapat diterima atau tidak pada saat kondisi saat ini." Aku berusaha mengingat mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan mempelajari lagi.
"DOR" Seseorang mengagetkan dari belakang.
Aku terkejut lalu menengok ke belakang "Guntuuuuurrrrrr" Teriakku dengan kesal.
Guntur menutup telinganya rapat "berisik, Nun. Gua bisa budeg nanti"
"Bodo amat. Habisnya kesel ngagetin terus, udah tahu lagi ngapalin busuk ujian" Aku menjawab ketus.
"Ujian itu di pelajari sampai paham bukan di hapal, Nun" Guntur menasehati ku.
"Iya sih, yaudah ish gimana gua lah. Udah sana pergi" Aku mengusir Guntur untuk tidak mengganggu ku.
Guntur menatapku dengan jengkel "iya iya iya, selamat berjuang, Nun. Gua tahu lu pasti juara satu lagi"
Ini memang sedang memberiku semangat atau sedang menyindir aku? Aku hanya menatap Guntur dengan sinis.
"Oh iya, Gun" Aku memanggil Guntur sebelum dia pergi ke tempat duduknya.
"Apa?"
"Seminggu ini jangan chatan dulu yah. Gua mau belajar dulu" Aku memberitahu Guntur dan ingin fokus terhadap ujian terlebih dahulu.
"Oke" Guntur hanya menjawab singkat dan memberikan tanda menyetujui ucapan ku.
Tak lama kemudian, Bu Ade memasuki kelas sambil membawa kertas untuk ujian. Setelah membaca do'a, Bu Ade membagikan kertas ujian itu ke masing-masing meja. Setelah selesai membagikan kertas ujian, Bu Ade mengawasi murid-murid nya di depan papan tulis.
"Jangan sampai ada yang nyontek. Kalau ada yang nyontek, ibu ambil kertasnya. Lalu, ujian di kantor" Bu Ade memberitahu anak muridnya dengan sedikit ancaman.
"Baik, Bu" Jawab mereka dengan patuh.
Aku dan teman-teman ku mulai mengerjakan kertas ujian mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Sesekali aku mengetuk, lalu menulis di kertas jawaban jika aku mengetahui jawabannya.
"Dayaaatttt, mau ibu ambil kertasnya? " Tanya Bu Ade yang melihat Dayat sedang menengok kanan kiri.
"Ikhh, jangan donk, Bu. Dayat mau pinjem penghapus sama Danar" Alibi Dayat agar tidak diketahui Bu Ade.
Bu Ade hanya menatap Dayat dengan tajam. Lalu, mulai memperhatikan murid-murid nya dengan seksama. Tak terasa 40 menit sudah berlalu.
"10 menit lalu, kertas ujiannya di kumpulkan jangan sampai telat" Bu Ade memberitahu waktu ujian hampir selesai.
Aku yang memang sudah selesai 10 menit yang lalu hanya terdiam sambil pura-pura membaca soal kembali dan belum selesai mengerjakannya.
"5 menit lagi"
Setelah Bu Ade mengumumkan waktunya hanya tersisa 5 menit lagi. Aku maju ke depan untuk menyerahkan kertas ujian ku.
"Anjayy, orang pinter mah emang beda" Celetuk Danar yang melihat maju.
"Ya Allah, ini 5 soal lagi apa jawabannya" Ucapan Dayat yang sudah mulai frustasi.
Aku yang sudah menyerahkan lembar jawaban, meninggalkan kelas dan menunggu di depan kelas sambil membawa buku mata pelajaran untuk di ujian kan selanjutnya.
Satu persatu, teman-teman ku keluar dari kelas dengan ekpresi wajah berbagai macam, ada yang senang karena jawabannya sesuai dan ada yang frustasi dengan jawaban yang dia tulis itu salah.
Begitulah, suasana ujian kenaikan kelas kami selama seminggu ini. Begitupun, aku dan Guntur tidak saling mengirim pesan maupun telpon. Aku dan Guntur hanya bertemu dengannya selama di kelas dan saling berbincang ketika waktu istirahat tiba.
Hari ini adalah hari terakhir ujian dan hanya satu mata pelajaran yang akan di ujian kan. Aku dengan semangat mempersiapkan diriku untuk berangkat ke sekolah. Aku memainkan ponselku membuka aplikasi Facebook sambil menunggu Tika dan Nur untuk berangkat ke sekolah.
Guntur Alam di tandai.
Aku kaget ketika melihat postingan itu. Aku berusaha memastikan bahwa ini Guntur dan temannya.
"Oh gitu, yah. Bilangnya sih main sama teman. Tapi, kok ada mantannya. Dasar tukang bohong" Ucap ku dengan kesal.
Aku meng-klik suka di postingan itu. Sengaja. Biar Guntur tahu kalau aku melihat foto itu dan tidak suka Guntur yang harus berbohong kepadaku.
Tak lama kemudian, Tika dan Jurusan sudah berada di depan rumah ku. Lalu, aku pamit kepada Ibu ku untuk berangkat ke sekolah. Tika dan Nur yang mengetahui kalau suasana hatiku sedang tidak baik hanya diam dan tidak bertanya sama sekali.
Setelah sampai di sekolah, aku membaca kembali buku ku, berusaha untuk fokus walau suasana hatiku sedang tidak baik.
Aku mendengar suara kaki yang sedang berlari kencang. Seseorang itu membuka pintu kelas ku dengan kencang. Aku melihat Guntur di depan pintu sedang mengatur nafasnya yang berderu.
"Busyet dah, Gun. Biasa aja ga usah pake lari segala" Ucap Tika.
"Tumben berangkat pagi" Ucap Mur yang merasa aneh melihat Guntur sudah berada di sekolah.
Perlahan, Guntur berjalan menuju ke arah ku lalu berdiri di depan ku.
"Kenapa?" Tanya ku pura-pura tidak tahu.
"Nun, lu jangan salah paham"
"Salah paham apa?" Tanya ku lagi masih pura-pura tidak tahu.
"Jangan pura-pura ga tau. Gua tahu lu lihat postingan Facebook gua" Jawab Guntur dengan kesal.
"Iya, terus?" Tanya aku lagi sambil menahan kekesalan ku.
"Lu marah sama gua?" Tanya Guntur sambil menatap ku.
"Kalo udah tahu jawabannya, ngapain nanya" Omelku di dalam hati.
"Ngga, tuh. Lagian gua juga sadar diri kok. Gua bukan siapa-siapa lu. Hanya saling suka doang" Jawabku sambil tersenyum manis.
"Lu mau dengerin penjelasan gua apa ngga?"
"Ngga, males banget gua dengerin penjelasan lu" Aku menjawab dengan tidak yakin.
"Yakin?" Tanya Guntur memastikan jawaban ku.
"Iya, lagian gua mau fokus buat ujian dulu" Jawab ku berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Yaudah terserah" Ucap Guntur sambil berlalu pergi dengan perasaan jengkel.
"Dih, kok lu yang marah sih?" Aku terheran-heran menatap Guntur. Harusnya aku yang marah, kok dia yang marah? Apa ga terbalik?.
"Yaudah, gua juga bodo amat. Terserah" Ucap ku dengan kesal, bukannya di baikin kok malah ga peduli?. Dasar Guntur.