****
"Lo nggak apa-apa rif?" Nana memulai percakapan lebih dulu. Sejak kejadian barusan, Arif terlihat lebih pendiam dari biasanya.
Arif menggelengkan kepalanya dengan lemah, pikirannya melayang. Apa yang salah? Benar-benar membingungkan.
"Makan dulu ya rif, nih makanannya udah dateng" suruh Nana, pertengkaran barusan pasti menguras banyak tenaga arif.
Nana sendiri kebingungan untuk membatu apa lagi, ini sudah terlalu dalam. Tapi bukan seorang Nana, jika tidak bisa membantu masalah sahabatnya hingga selesai.
"Menurut lo, kakak gue kenapa ya?" Tanya arif, wajah dia sangat penasaran.
"Mending lo makan dulu nih ya, baru deh kita ngobrol lagi"
"Gue serius na!" Arif menatap Nana begitu tajam.
"Ya gue juga serius nyuruh lo makan, emang mau lo mati gitu aja gara-gara nggak makan?"
"Apaan sih lo, nyumpahinnya gitu amat"
"Ya makanya makan! Udah gue pesenin juga" ucap Nana kesal karna sikap Arif sekaligus karna dia kelaparan juga.
Hampir sekitar 30 menit mereka makan di sana. Dan selama itu pun Arif terus berfikir, tingkah laku kakaknya itu benar-benar berbeda dari terakhir kali Arif bertemu.
"Pulang yuk rif, udah sore nih" ajak Nana setelah dia kekenyangan melahap 3 menu makanan yang ada di sana.
"Gue kayanya harus balik lagi deh ke rumah Kaka gue" ucap arif
"Lo gila ya? Dia baru aja ngusir lo barusan"
"Tapi gua belom dapet jawaban apa-apa na"
"Siapa bilang lo ga dapet jawaban?" Saut Nana dengan wajah seriusnya, sambil memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Maksud lo gimana na?" Tanya Arif tak kalah serius dengan Nana.
Nana mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, sebuah benda berbentuk persegi panjang. Terlihat agak kotor dan berdebu.
"Waktu lo debat sama Kakak lo, gua sempet liat-liat sekitar. Banyak banget buku dan benda-benda aneh di sana"
Nana memberi tunjuk buku tersebut ke Arif "dan gue nemu salah satu buku ini di sana, gue juga ga tau ini apa, tapi keliatannya penting. Karna waktu gue nemu buku ini, posisinya lagi ada di atas meja kaya abis dibaca"
"Yah tapi waktu gue denger kakak lo teriak-teriak ga jelas ke lo, gue buru buru cabut terus ambil nih buku" lanjut Nana bercerita "dan lo tau apa lagi yang aneh?" Tanya Nana
"Apa?" Jawab Arif sembari memperhatikan buku yang diberikan Nana kepadanya.
"Sepertinya ini bukan buku satu satunya" jelas Nana
"Gue ga paham na"
"Duh rif, liat deh ini" jari telunjuk Nana mengarah ke bagian pojok kiri bawah tersebut.
"Ini tuh bahasa Jawa, artinya bagian pertama" jelas Nana ke Arif "jadi itu artinya masih ada beberapa buku lagi kaya gini di luar sana"
"Yaelah na, kali aja ini novel punya Kakak gue, gila lo ya" ucap Arif
"Rif, lo coba dong pake otak sedikit. Mana ada toko buku di luar sono, jualan buku tapi covernya jelek kaya gini, mana ada yang mau beli bego!" Saut Nana dengan kesalnya
Benar juga, covernya begitu usang. Seperti sudah di cetak ratusan tahun yang lalu. Batin Arif memikirkan kata-kata Nana yang masuk akal itu.
"Jadi lo tau isinya apa na?" Tanya Arif, setidaknya dengan buku ini ada sedikit harapan tentang semua kejadian yang menimpa Arif.
Nana hanya menarik napas dalam dan menghembuskannya dengan berat "sayangnya gua ga ngerti rif, isi dalem bukunya ini bukan bahasa Jawa lagi. Tapi aksara Jawa" jawab Nana "ya mana gue ngerti sama bahasa jadul kaya gitu"
"Aksara Jawa ya" Arif memikirkan seseorang yang mengerti bahasa tersebut.
"Kayanya gue tau siapa yang ngerti na" ucap Arif sembari mengembangkan senyuman kecil di bibirnya.
"Napa lo senyum senyum? Stress lu ya" Nana menatap jijik ke Arif.
****
Arif membawa Nana pergi ke suatu tempat, sebuah rumah lainnya, yang dapat menjawab pertanyaan Arif kali ini.
"Rumah om Dafa?" Tanya Nana melirik heran Arif.
"Iya, dia kayanya tau soal aksara Jawa"
"Oke" Nana sedikit Ragu untuk menemui Om Dafa entah kenapa.
Tok Tok Tok
Tak lama pintu rumah tersebut dibuka.
"Arif? Ada apa nih ke rumah Om?" Tanya Om Dafa.
"Mau ngobrol aja om"
"Eh ada Nana juga"
"Iya Om, apa kabar" sahut Nana.
"Baik, ayo masuk kita ngobrol di dalem aja"
Om Dafa mengajak Arif dan Nana ke dalam rumahnya, keadaan saat itu pun sudah cukup sore. Langit sore yang berwarna jingga pun mulai meredup perlahan.
"Mau ngobrolin apa Rif?" Tanya Om Dafa yang duduk di sofa ruang tamunya.
"Om ngerti aksara Jawa?" Ragu Arif.
"Sedikit ngerti, dulu Om sama bapak kamu pernah belajar bareng soal aksara Jawa"
"Berarti Om bisa baca ini?"
Arif meminta Nana untuk mengeluarkan buku yang mereka dapat dari rumah Gema. Lalu menunjukannya kepada Om Dafa.
Wajah Om Dafa sedikit terkejut melihat buku yang ditunjukkan oleh Arif. Matanya pun membulat sempurna.
"Kamu dapet dari mana?" Tanya Om Dafa, dia menatap Arif tajam sekarang.
"Rumah Kak Gema Om"
"Om nggak bisa baca buku ini"
"Tapi Om bisa baca aksara Jawa kan?"
"Tau dari mana kamu ini isinya aksara Jawa?" Om Dafa semakin tajam menatap Arif. Membuatnya sedikit ketakutan.
"Sa...saya.."
"Cuma ada beberapa orang yang bisa tau isi buku itu, salah satunya bapak kamu" jelas Om Dafa.
"Memangnya buku ini apa om?"
"Sebaiknya kamu pulang Arif, Nana kamu juga" suruh Om Dafa lalu berdiri dari sofanya.
"Tapi om, saya perlu tau"
"Iya om, Ega ini udah diteror sesuatu belakangan ini, mungkin buku ini atau Om bisa jelasin" bantu Nana menjelaskan saat dirinya di suruh pergi.
Om Dafa mematung saat itu, dia tak bisa berkata kata. Entah apa yang di pikirkannya, tidak ada yang tau.
"Kalian pulang" pinta Om Dafa, kali ini dia terlihat tenang, tapi wajahnya kini tak berekspresi bahkan tatapan matanya kosong.
"Tapi.." bantah Arif
Lalu, Om Dafa menyeret Arif dan Nana dengan kasar keluar dari rumahnya. Mereka berdua tak tau salah mereka apa sampai diperlakukan kasar seperti itu.
"Jangan pernah ke sini lagi sampai 1 Purnama" ucap Om Dafa di depan pintunya lalu menutupnya rapat.
"Maksudnya?" Bingung Arif dan Nana serempak.
"Dia mungkin lagi ada masalah" ucap Nana berpikir positif.
"Ya, mungkin kita masalahnya itu" sahut Arif yang masih berdiri bingung di depan rumah Om Dafa.
Hari ini, sudah dua kali mereka diusir dari rumah seseorang karena masalah ini. Apa itu masalah ini benar-benar buruk?
"Besok kita cari cara lain ya Rif buat nyelesain masalah lo" ucap Nana menenangkan Arif yang masih syok.
"Iya Na"
"Kita pulang aja yuk" ajak Nana.
"Ayo, lo gue anterin ya"
"Iya Rif"
****
Setelah Arif mengantar Nana pulang, dia langsung masuk ke kamarnya dan merebahkan tubuhnya di atas kasur yang tidak begitu empuk tersebut.
Buku yang Nana berikan tadi Arif bawa pulang, dia ingin mempelajari sedikit dari isi buku tersebut. Ya walaupun dia tidak paham sama sekali dengan bahasanya, setidaknya mungkin saja ada yang bisa dia mengerti. Mungkin.
Arif mengeluarkan buku berwarna abu-abu tersebut dari tasnya, menaruhnya di atas kasurnya dan di sinari cahaya lampu bohlam yang redup.
"Ini buku apa sih? Aneh"
Ia meraba buku itu, memejamkan matanya dan merasakan ukiran yang ada di atasnya.
Arif seperti pernah melihat buku tersebut, tapi dia tidak bisa mengingatnya. Ia seperti pernah memegangnya, tapi dimana? Dan kapan? Batinya melontarkan banyak sekali pertanyaan.
"Kenapa kakak nyimpen buku ini ya?" Tanya Arif kepada dirinya sendiri
"Buku apa ini?"
Arif menyenderkan tubuhnya, meluruskan kakinya dan menyelimutinya. Ia menaruh buku tersebut di atas kakinya, lalu mulai membukannya.
Banyak sekali tulisan tulisan di dalamnya yang tidak ia mengerti. ada beberapa gambar di dalamnya, seperti sebuah lukisan tangan yang baru saja di gambar.
Arif mengarahkan jarinya ke salah satu gambar yang ada di buku itu, memastikan keaslian gambar itu. Seperti baru saja di gambar.
"Masih baru? Aneh banget"
terlihat dengan jelas di pojok kiri atas gambar seseorang yang sedang duduk. Tapi di sisi lain gambar itu, lebih tepat lagi bersebrangan dengan yang di gambar, sesosok makhluk aneh dengan lidah yang mengarah ke gambar orang tersebut yang sedang duduk.
"Situasi ini... gambar ini... kaya yang pernah gua rasain" ucap Arif kebingungan
Di bawah gambar tersebut terdapat sebuah tulisan, sepertinya menggambarkan situasi yang ada di gambar.
Jari arif membuka kembali halaman berikutnya yang ada di buku itu.
Seperti di halaman sebelumnya, terdapat gambar seseorang yang sedang di tangkap oleh sesuatu. dengan tangan yang panjang tanpa kuku dan kepala yang sedikit runcing.
"Ini..." Arif hanya menelan ludah, tatapannya tak henti tertuju pada gambar tersebut.
Arif terus membuka halaman demi halaman yang ada di buku, buku macam apa ini? Arif benar-benar tidak mengerti
"Kak, apa yang udah lo lakuin?" Arif bertanya dalam hatinya, sambil terus membaca buku tersebut.
Tatapan Arif berhenti di sebuah gambar, kali ini dia kebingungan. Gambar itu menjelaskan pristiwa yang berbeda.
Terlihat tidak asing baginya. Ada sebuah ruangan dengan orang di dalamnya, dan makhluk yang menempel di atas.
"Nggak mungkin ini..." Arif memperhatikan sekitar, wajahnya mulai ketakutan. Tapi dia tidak bisa pergi kemana mana.
Arif menutup buku tersebut, dia menutup matanya, menekuk kakinya dan menundukkan kepalanya.
"Rasa apa ini? Begitu kelam... begitu dingin..." bicara Arif dalam ketakutannya.
Arif mengangkat sedikit kepalanya, mencoba mengintip. Berharap tak ada apa-apa di atas sana.
Untuk sesaat Arif terdiam, tubuhnya tak bisa bergerak. Tatapannya terus mengarah ke atas.
"Aaaaaaaaa..." sesuatu menarik kaki Arif dengan cepat, dia terlempar keluar dari kasurnya.
"Ja..jangan...saya mohon jangan" Arif merengek ketakutan, dia terdiam di lantai sambil meringkuk di sana. Dia begitu ketakutan, suasana begitu sepi dan dingin.
Dia membuka sedikit matanya, sesosok makluk hitam sedang berada di bawah kasurnya, tersenyum lebar ke arahnya dengan giginya yang runcing.
"Aaaaaa...hiks...hiks" makhluk itu benar-benar membuat Arif ketakutan, dia tidak bisa tidur semalaman. Hanya bisa merengek dan menangis
"Persetan..."
****