Syahid sedang termenung di sebuah ruangan Kerjanya. Dia merasakan ada sebuah kerinduan yang mendalam tentang kedua orang tuanya terutama ibunya. Dia merasakan merindukan di mana masa masa kecilnya ketika Ibunya bisa menggenggam kedua tangannya.
Kenyataan memang tidak seindah yang Syahid bayangkan. Ia mulai mencari di mana kedua orang tuanya berada.
"Ibu?"
Syahid menemukan wanita paruh baya yang telah merawatnya sejak kecil. Ia menganggapnya sebagai ibunya.
"Aku bukan ibumu," kilah Jelita dengan membawa keranjang di mini market.
"Aku anakmu. Syahid," terang Syahid dengan mata berkaca-kaca. Ia sangat menginginkan pelukan hangat seorang ibu.
"Sudah aku bilang, kalau aku bukan ibumu. Aku hanya memungutmu," Jelita memalingkan pandangannya dari Syahid. Dia bahkan menolak ketika Syahid memanggilnya sebagai seorang ibu.
"Aku tahu kalau Syahid bukan anak kandung ibu, tapi Syahid tetap menganggap ibu adalah ibu kandung Syahid," Syahid terlihat begitu menyayangi ibunya.
Syahid mulai melangkah lebih dekat ke wanita itu. Ia sangat merindukan masa-masa indah bersamanya. Meskipun ia harus berjuang sendiri untuk mimpinya.
Jelita mulai memalingkan wajahnya.
"Apa aku nggak pantas menganggapmu sebagai ibuku?" tanya Syahid.
Jelita hanya diam dan membisu. Dia tidak menjawab sama sekali.
"Mama," seorang laki-laki remaja datang memanggil wanita itu dengan sebutan mama.
"Mama?" ulang Syahid dalam hati.
"Siapa dia, Ma?" tanya laki-laki itu.
"Mama juga nggak kenal. Tadi dia kira saya mamanya, tapi dia salah orang," terang Jelita.
"Oh." Seorang pria di sebelah Jelita terlihat hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja.
Syahid hanya mampu tersenyum. Ia tidak menyangka kalau cerita yang telah dianggap sebagai ibunya ternyata dia tega tidak pernah menganggap dia ada.
"Ya Allah apakah aku salah bila berharap kalau wanita itu adalah ibuku?" tanya hati Syahid ketika bayangan wanita itu semakin menjauh. Ia hanya ingin wanita itu kembali menyayanginya seperti dulu.
Sejenak Syahid langsung mengusap air matanya secara kasar dengan punggung telapak tangan kanannya. Dia merasa jika jelita yang selama ini dianggap sebagai ibunya. Ternyata dia hanya seorang wanita yang hanya sebatas kasihan memungutnya di sebuah tempat.
*
Lara menatap ke langit ia mengingat beberapa masa lalunya. Ia memutuskan untuk berhijrah menuju istiqomah. Ia juga rela menutup auratnya hanya semata-mata mencari ridha dari Allah.
"Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu berkata,"Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,'Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan yang ia niatkan. Barangsiapa yang berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, maka ia telah berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya itu karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya'." (HR. Bukhari & Muslim).
Suara adzan mengema membuat Lara ingin segera mengambil air wudhu. Ia berjalan dengan hati pada batas ambang kepiluan. Kejadian kemarin atas sikap Fiona membuat dia sedikit trauma.
"Bismillahirrahmanirrahim.Nawaitul whudu-a lirof'il hadatsii ashghori fardhon lillaahi ta'aalaa," ucap Lara dalam hati. "Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyang. Saya niat berwudhu untuk menghilangkan hadast kecil wajib karena Allah Ta'ala. Amin."
Lara pun langsung mencuci telapak tangannya tiga kali secara bergantian hingga diakhiri mencuci kaki sebanyak tiga kali. Sebagaimana Allah SWT bersabda pada surah Al-Maidah ayat 6 : "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur."
Rasulullah SAW pernah bersabda. "Allah tidak akan menerima shalatnya orang yang hadas sehingga orang itu mengambil wudhu." (HR Bukhari).
Setelah selesai berwudhu, Lara membaca doa sesudah berwudhu. "Asyhadu allaa ilaaha illallaah, wahdahu laa syariika lahu, wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu wa Rasuuluhu. Allahumma j'alnii minat tawwabiina, waj'alnii minal mutathahiriina waj'alnii min 'ibaadikash shalihiina," ucap Lara dalam hati. "Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, tiada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad itu hamba dan utusanNya. Ya Allah! Jadikanlah aku dari golongan orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku dari golongan orang-orang yang bersuci dan jadikanlah aku bagian dari hamba-hamba-Mu yang sholeh."
Lara mulai melangkahkan kedua kakinya menuju ke dalam masjid. Ia merasakan keteduhan dalam jiwanya. Ia mulai mengambil mukenah untuk melaksanakan sholat jama'ah magrib.
Suara iqamah terdengar merdu, Lara pun langsung mengambil shafnya. Ia pun mulai dengan membaca doa niat sholat magrib. "Bismillahirrahmanirrahim. Ushallii fardhal maghribi tsalaatsa raka'aatin mustaqbilal qiblati makmuuman lillaahi ta'aalaa. Saya (berniat) mengerjakan sholat fardhu maghrib tiga raka'at dengan menghadap kiblat sebagai makmum, karena Allah Ta'ala."
Lara memulai sholat magrib dengan berjamaah. Ia pun menunaikannya dengan sangat kusyuk sekali hingga rakaat terakhir yang diakhiri dengan salam.
Suara lantunan ayat suci surah Al-Waqiah terdengar begitu syahdu membuat hati Lara sangat merindukan kedua orang tuanya yang pergi sejak beberapa tahun lalu. Ia juga menginginkan sekali aja bisa bermimpi bertemu dan memeluk mereka. Hati Lara terasa sangat kosong.
Lara meneteskan air mata ketika bacaan ayat terakhir yang dibacakan seseorang di masjid. Ia merasakan suara itu begitu menyayat hatinya. Ia pun mulai melepaskan mukenah. Ia ingin sekali menemukan siapa dia?
Lara langsung keluar dari masjid. Ia melangkahkan kedua kakinya menuju ke depan tempat ke tempat batas suci.
"Assalamualaikum, Lara."
"Walaikumsalam, mas Syahid."
Lara bertemu dengan Syahid tanpa disengaja. Semua karena takdir. Syahid hanya mampu menundukkan pandangannya dari Lara. Mendadak Lara menjadi gugup hingga merasa sangat malu menatapnya.
"Kamu habis dari mana, Lara?" tanya Syahid.
"Habis dari kedai kopi, Syahid," jawab Lara.
"Apa boleh aku mengantarmu pulang?"
"Nggak usah, Syahid. Rumah kontrakan saya kan dekat."
"Bagaimana kondisi sahabat kamu?" tanya Syahid dengan nada sangat lembut.
"Oh, Mita. Dia sudah dibawa teman saya ke Amerika untuk menjalani pengobatan secara psikolog."
"Oh."
"Syahid, aku pamit dulu ya," ujar Lara.
"Iya, hati-hati," balas Syahid.
Lara hanya menjawab dengan satu anggukan saja.
*
Kara terlihat sangat kesal dengan suaminya. Ia malah pergi ke Apartemen Bagus. Ia selalu saja melakukan perbuatan yang nggak seharusnya terjadi.
"Sudah ku bilang, kalau kamu itu nggak akan pernah merubah hati Haslan," ujar Bagus dengan membawakan secangkir teh hangat.
Kara hanya tersenyum.
"Bagaimana kondisi anak kita?" tanya Kara.
"Baik. Dia nggak rewel."
"Baguslah kalau begitu," ujar Bagus dengan mengusap perut Kara.
"Ingat ya, Bagus. Kamu harus jaga mulut. Aku nggak mau seluruh rencana kita bakalan gagal," Kara menatap Bagus.
"Kamu nggak usah cemas masalah itu. Karena tujuan kita itu sama," kecupan mendarat di kening Kara.
*
"Apa mungkin tadi sebuah kebetulan?" pikir Lara.
Dalam benak Lara mulai diracuni bayangan wajah Syahid. Ia pun berpikir kalau Syahid selalu hadir di waktu yang tepat.
Hati Lara mulai tersentuh dengan sosok Syahid.
"Apa Allah sengaja mempertemukan aku dengan Syahid?" Lara mengumam di atas tempat duduk bus. Ia melihat jalanan yang tersapu oleh jawaban-jawaban itu.
*