Suasana malam semakin mencekam hanya terdengar embusan angin malam. Listrik mendadak padam. Membuat bulu kuduk Lara mendadak naik.
Kriet! Suara berasal dari luar, kemungkinan sebuah gesekan ranting daun. Hati Lara mulai gelisah, ia segera mengambil air wudhu untuk membaca Al-Qur'an, lalu dia membacakan ayat demi ayat dengan begitu khusyuk sekali. Walaupun dalam hatinya ada rasa takut. Dia berusaha untuk tetap fokus.
Suara ketukan dari luar pintu kontrakkan membuat Lara menengok ke jam yang menunjukkan pukul 02.00 lewat tengah malam. Ia tetap membaca semua ayat-ayat suci dari Alquran. Namun, mendadak ada asap memasuki celah-celah pintu kamarnya.
"Astaga, asap!" Seru Lara, lalu ia mulai meraih ponselnya.
Lara menatap keluar kaca, ia melihat api mulai membesar. Ia mencoba untuk menelpon Syahid.
"Halo!" suara terdengar dari seberang sana.
"Syahid, tolong aku!" ucap Lara dengan nada terbata-bata, karena asap mulai masuk dan mengepul di seluruh ruangan hingga membuatnya cukup sesak nafas. Dia tidak tahu harus berbuat apa lagi selain menelpon Syahid. Dia tidak memiliki teman satupun ketika dia pindah ke Semarang.
"Lara, kamu kenapa?!" tanya Syahid yang baru saja bangun dari tidur. Dia mendengarkan suara kepanikan dari Lara saat itu. Tanpa pikir panjang dia langsung pergi menuju ke kontrakan Lara.
"Syahid kontrakanku kebakaran, aku terjebak di dalamnya," jawab Lara yang terlihat dengan nada yang cukup panik. Dia berusaha untuk keluar dari pintu kontrakan rumahnya. Tapi dia terkepung oleh beberapa api di dalamnya. Dia tidak bisa berbuat apapun selain berharap ada sebuah keajaiban.
"Baiklah, aku akan ke sana!" Jawab Syahid lalu mematikan ponselnya.
Sambungan mulai terputus, lalu Lara jatuh pingsan, karena terlalu banyak menghirup asap.
*
"Kerja yang sangat bagus!"
"Baik, bos. Apa kami sudah bisa menerima bayaran yang telah bos janjikan?"
"Ya, ini buat kamu," seorang wanita memakai sebuah topeng menyodorkan sebuah amplop yang berisi uang.
"Thank you, Bos," salah satu pria itu mencium amplop pemberian wanita yang sengaja menyuruh membakar kontrakan Lara.
Lara masih berada di dalam sana dalam kondisi pingsan. Beberapa warga berusaha memadamkan api sambil menunggu mobil pemadam kebakaran.
"Mas, jangan masuk! Terlalu bahaya!" seorang warga mencegah Syahid masuk, namun ia tetap saja masuk demi menyelamatkan Lara.
"Nggak, di dalam sana ada teman saya, Pak."
Syahid membasahi tubuhnya dengan air, lalu mengambil sebuah karung goni yang telah dicelupkan ke dalam air. Lalu, ia menerobos masuk ke dalamnya.
"Aku nggak akan menyelamatkan wanita itu."
Lara pingsan dalam kondisi memeluk AL-Qur'an. Ia pun merasa sudah tidak kuat lagi.
"Aku ikhlas, bila Allah mengambil nyawaku sekarang, mungkin aku akan menemukan kebahagiaan di surganya Allah. Dan, aku bisa berkumpul dengan keluargaku," ucap Lara dalam hatinya, ia pun merasa kalau sudah waktunya Allah mengambilnya kembali.
Tubuh Lara terasa ada yang mengendong, namun ia tidak bisa membuka kedua kelopak matanya.
"Jika ini takdir kehidupanku sampai di sini, aku akan ikhlas Ya Allah," ucap Lara dalam hati kecilnya. Ia sudah pasrah akan kehidupannya.
Syahid berhasil membawa Lara keluar dari kontrakan yang sudah terbakar api. Seluruhnya ludes terbakar hingga hanya ada puing-puing.
Syahid segera memberikan pertolongan pertama, ia memberikan napas buatan hingga memompa jantung Lara dengan teknik yang ia kuasai.
Seorang warga pun memberikan sebotol air mineral, ketika Syahid berhasil membuat Lara sadar dengan memberikan sebotol air mineral untuk Lara.
"Syahid!" Lara dengan spontan memeluk Syahid di hadapannya, ia merasa kalau Syahid pahlawannya.
Di ujung sana seorang wanita dengan berjubah hitam memakai topeng harus menelan kenyataan, kalau Lara masih hidup dan bisa selamat.
"Sial! Itu wanita punya nyawa berapa?!" gerutu wanita itu, lalu masuk ke dalam mobil sedan hitam dan melesatkan ke sebuah jalanan.
*
Sebuah berita pagi hari tersiarkan di seluruh televisi swasta dari sabang hingga merauke. Berita kebakaran kontrakan Lara.
"Astaga! Apa yang terjadi dengan Laraku? Apa dia baik-baik saja? Apa ini kerjaan ayah?" Embusan napas kasar Haslan, setelah melihat berita di televisi.
Haslan pun langsung terbang ke Semarang, bahkan ia akan membatalkan semua janji demi melihat kondisi Lara. Ia sangat cemas, bahkan bisa mati melihat wanita yang sangat dia cintai kenapa-kenapa.
Di kantor, Kara pun sengaja datang mengunjungi suaminya.
Di meja kerjanya, Sinta nampak ingin kabur melihat kedatangangan Kara. Ia merasa kalau aroma neraka akan datang sebentar lagi. Ia merasa harus meninggalkan meja kerjanya. Ia akan pulang cepat.
"Sin, kamu mau ke mana?" Yohan pun menarik Sinta ke dalam pelukannya.
Sssttt.
"Kenapa kamu?"
"Nenek jahanam mau datang," bisik Sinta yang dag dig dug. Dia terlalu malas sekali bertemu dengan Kara.
"Oh, maksud kamu istri Bos?" balas Yohan dengan sedikit berbisik. " Bukan, kah, Bu Kara masih berada di rumah sakit karena Kondisinya masih belum sembuh total?" Ujarnya. "Jadi tidak mungkin dia bakalan ke sini," imbuhnya.
Sinta mengangguk dengan cepat, karena ia terlalu malas bila mendapatkan peluru pertanyaan dari wanita jahanam itu.
"Terus, kamu mau ke mana, Sin?"
"Aku mau pulang cepat saja, setidaknya aku bisa kabur dari pertanyaan-pertanyaan dari Bu Kara."
Yohan menatap Sinta, ia mulai melakukan ciuman kilat di kening Sinta.
Sinta mendadak jantung cinta menjadi berdebar-debar lebih kencang. Dia merasakan gugup sekali ketika Yohan menarik pinggangnya dengan begitu posesif. Dia masih merasakan setiap halangan nafas yang keluar dari kedua rongga hidung Yohan
"Ya, sudah kamu pulanglah, ini kunci rumahku,"ujar Yohan membisikkan kata-kata itu dengan lembut sekali di telinga kanan Sinta. Seakan dia memberikan sebuah isyarat yang takkan pernah mungkin untuk bisa dia ucapkan.
"Maksudnya?" Sinta mulai memicingkan kedua matanya. Dia merasa ada sesuatu yang tersembunyi dari Yohan.
"Kamu bisa pulang ke rumahku, Sin."
Sinta pun hanya tersenyum, "Kita masih belum menikah, jadi aku nggak mau dapat fitnah dari tetanggamu."
"Baiklah."
Sinta langsung pergi, ia memang sangat kolot sekali. Bahkan, godaan Yohan tidak pernah ampuh sama sekali.
"Sangat menarik," puji Yohan.
*
Bagus berjalan menghampiri Kara yang masih dirawat di ruang rawat inap rumah sakit karena usahanya untuk bunuh diri agar bisa mendapatkan sebuah perhatian dari suaminya. Tapi kenyataannya Kara tidak mendapatkan semua itu, sikap suaminya masih tetap saja cuek bahkan selalu saja tidak menggubris ucapannya sama sekali.
" Ada apa dengan kamu Kara? "
" Aku nggak tahu harus berbuat apa lagi. Kamu tahu,kan. Bagaimana sikap suamiku?"
" Jangan bilang kalau kamu mulai tertarik dengan dia?"
" Aku juga nggak tahu."
"Kara, jangan sampai kamu jatuh cinta dengan dia. Ingatlah pada rencana kita sebelumnya. Kamu bilang ke aku kalau kita akan menghancurkan keluarga Wijaya sama-sama. Jangan sampai rasa cinta mu akan membuat rencana kita benar-benar berantakan! " Bagus mencoba untuk memperingatkan Kara agar dia masih kembali ke rencana sebelumnya. Rencana untuk menghancurkan keluarga besar Wijaya atas dendam di masa lalu.
Bagus menatap ke Kara lalu dia membisikkan sesuatu.
"Aku paham dengan rencana kita tapi aku nggak tahu lagi dengan perasaan ini. Kenapa aku semakin tertantang untuk bisa mendapatkan hati seorang Haslan Santoso Wijaya!" Kara menekankan setiap kata dalam kalimat yang telah diucapkan sambil dia terbaring di atas ranjang ruang rawat inap. Dia masih dalam kondisi lemah sekali tapi dia ingin memaksakan diri besok pergi ke kantor. Dia tidak ingin dalam kondisi terus menerus terbaring di atas ranjang.
" Aku nggak mau kamu lemah seperti ini. Kalau kamu terbawa suasana perasaanmu, rencana kita pasti akan gagal!" Ujar Bagus menatap ke Kara. " Kamu harus fokus dengan rencana kita Untuk bisa menghancurkan seluruh keluarga Wijaya tanpa tersisa. Ingatlah nyawa harus dibayar dengan nyawa!"
Bagus hanya bisa menggelengkan kepalanya."Aku sudah mendapatkan hasil lab dari suami kamu itu. Kalian tidak bisa mendapatkan sebuah keturunan karena suami kamu sebenarnya itu tidak subur atau mandul!"
"Jadi kamu mendapatkan hasil lab tersebut? Bagaimana bisa kamu melakukan semua itu?" Kara mengangkat alisnya karena dia sangat penasaran sekali. Padahal dia tidak mengatakan pernah pergi ke sebuah dokter kandungan. Dia tidak menyangka kalau hasilnya itu telah jatuh di tangan Bagus.
"Aku punya ide berlian untuk kamu," kata Bagus lalu dia membisikkan ide berlian tersebut ke telinga kanan Kara.
Kara hanya mampu mengangguk mengiyakan. Dia menyetujui rencana dari Bagus.
*
Setelah kejadian kebakaran itu, Lara harus dilarikan ke rumah sakit malam itu juga. Kondisinya masih dalam masa kritis bahkan tidak ada tanda-tanda kehidupan.
Syahid berusaha melakukan sekuat tenaga dibantu oleh tim medis lainnya. Walaupun dia hanyalah sebatas dokter muda.
Saat kebakaran itu, Lara kebanyakan menghirup asap. Hampir saja nyawanya tidak tertolong saat itu. Untuk saja Syahid menolongnya segera. Dia memberikan sebuah oksigen dari sebuah ambulans yang telah dia pesan.
"Kamu harus bisa bertahan Lara. Aku tahu karena kamu adalah perempuan yang sangat kuat dan hebat. Percayalah Kalau kamu bisa memiliki sebuah kesempatan dan harapan untuk kembali menikmati semesta," Syahid menggumam dalam hatinya sambil berdoa agar Lara baik-baik saja. Dia meminta kepada Allah agar memberikan sebuah kesempatan bagi Lara untuk hidup kembali.
*
Fiona dan Alex merasa sangat geram sekali. Bahkan mereka ingin sekali membuat Lara cepat meninggal agar harta itu jatuh ke dirinya. Mereka ingin sekali menguasai harta dari Lara dan keluarganya.
" Kenapa perempuan itu tidak cepat mati saja?!" Fiona meminum satu gelas red wine. Dia mencengkeram gelas tersebut lalu dia melempar nya ke segala arah karena rencananya gagal untuk menghabisi Lara Sarasvati.
Alex juga menginginkan segera kalau perempuan muda itu cepat meninggal dunia. Dia sudah melakukan segala cara tapi kenyataannya gagal dan selalu gagal. Dia mencoba untuk berulang-ulang kali melakukan semua itu." Rencana kita gagal lagi. Mungkin kita harus memiliki strategi yang kuat karena nyawa anak itu ada sembilan layaknya seekor kucing! "
"Mungkin kita akan melakukan cara lain untuk menghabisi nyawa perempuan itu. Agar seluruh rahasia yang kita miliki tidak pernah terbongkar terutama kematian dari kedua orang tuanya dan kakak laki-lakinya!" Fiona tidak sabar untuk segera mendapatkan seluruh aset perusahaan Hilton group beserta harta warisan lainnya yang dimiliki oleh keluarga Lara Sarasvati.
Hilton group merupakan perusahaan yang bertaraf Internasional bahkan memiliki nilai saham yang cukup tinggi di seluruh Asia Tenggara. Fiona dan Alex ingin sekali menguasai Newton grup yang seharusnya dimiliki oleh Lara Sarasvati.
Hilton Group perusahaan turun-menurun dari keluarga Lara yang memiliki nilai saham yang cukup stabil setiap tahunnya. Maka dari itu Fiona dan Alex ingin sekali menguasai perusahaan tersebut. Mereka ingin sekali menyingkirkan Lara agar tidak mendapatkan sepeserpun aset warisan dari keluarga Lara sendiri.
Fiona dan Alex mulai merancang sebuah rencana. Mereka bahkan sudah menyewa pembunuh bayaran agar membuat kematian itu seolah-olah kecelakaan.
"Perempuan itu tidak akan pernah mendapatkan harta yang dimiliki keluarganya sendiri. Kita yang akan menguasai seluruh aset perusahaan yang dimiliki oleh keluarga Lara Sarasvati. Hanya kita yang berhak!" Fiona sangat berambisi sekali untuk bisa mendapatkan harta milik keluarga Lara Sarasvati.
*