Tuan besar cemberut menatap sahabatnya Exsclamente yang acuh tak acuh kepadanya. Siapapun akan marah kalau mendapatkan putri atau putranya menjadi mainan dan sialnya lagi, ini gara-gara wasiat istri sahabatnya yang jelas-jelas menyesatkan dirinya dan membuatnya serba salah.
"Ayolah, kamu tahu bagaimana anakku"kata tuan besar berusaha santai, tak terusik dengan kekesalan sahabatnya yang terkadang lebay.
"Ya, karena itu"ucapnya kesal, bagaimana bisa putrinya Shizuru jatuh ke pelukannya Morgan begitu saja. Padahal ia sudah memperingatkan tentang Morgan sejak awal sebelum berangkat ke pesta untuk menghindar sejauh mungkin darinya.
"Namanya juga anak muda, tak mungkin menahan-nahan", tuan besar menghembuskan nafas sambil melihat taman, bagaimana pun ia mengerti gairah tak mungkin ditahan kalau memang ada, mengapa harus ditunda kalau hasil akhirnya tetap sama. Exsclamente menatapnya dengan pandangan sengit dan tidak setuju.
"Tapi, tidak melakukan hal itu di boutique juga!"semburnya kesal mengetahui putri kesayangannya melakukan malam pertamanya di tempat yang tidak sesuai ekspektasi tinggi darinya.
"Sekali ini saja, kita sebagai orang tua mengalah dulu, nanti kalau sudah saatnya kita bergerak membantu lagipula semua pasangan disekitar mereka sudah disingkirkan, sekarang bagaimana kelanjutannya kita lihat saja nanti"
Exsclamente terdiam lalu mendengus tak suka dengan perkataan tuan besar, iapun meliriknya dan tersenyum mengingat satu poin di dalam surat wasiat.
"Bagaimana kabar nyonya besar kedua?"tanya Exsclamente perlahan mengambil gelas wine di atas meja demikian juga tuan besar. Sesaat mereka menyesap gelas berisi wine tersebut memikirkan banyak hal. "Menurutmu?"tanya balik tuan besar. "Sudahkah bertemu kelinci putih?"tanyanya lagi, Exsclamente meletakkan gelas yang sudah kosong di atas meja. "Belum saatnya"jawab tuan besar melihat sahabatnya dengan wajah penasaran sekaligus gusar. "Lihatlah baik-baik, apa bisa di gunakan sebelum terjadi masalah di masa depan"kata Exsclamente berdiri untuk mengambil botol wine di lemari. "Kamu ingin aku bermain-main sejenak?"tanya tuan besar halus. "Bukan begitu, tak ada yang tahu dimana letak tangan cinta"jawab Exsclamente sambil menuangkan wine kedalam gelas mereka, "Kelinci putih terlalu lembut untuk dipermainkan, aku pikir kamu perlu menyelamatkan sebagai pengganti"ucapnya lagi meletakkan botol wine yang terisi setengah di atas meja, "Bukankah hal itu juga ada di surat wasiat?"tanya Exsclamente dengan tatapan mengejek. Tuan besar malas untuk berdebat tapi juga tak ingin mengiyakan atau membenarkan apa yang dikatakannya.
"Apakah ini tidak terlalu cepat?"tanyanya ragu-ragu bagai anak kemarin sore, di hati berat untuk mempermainkan anak gadis orang lain.
"Tidak ada kata terlambat untuk sebuah kebahagiaan"jawabnya kembali duduk dekat tuan besar.
Sejak kematian istrinya, Tuan besar tak pernah dapat rasakan kepuasan yang diinginkannya hanya saja sejak pertama bertemu kelinci putih tak sengaja, ada perasaan yang lama tak dirasakan olehnya. Bermain-main dengan nyonya besar kedua mulai membuatnya muak, terkadang perasaan jijik timbul.
"Dimana dia"tanya pelan tak ada maksud dan niat tapi Exsclamente sudah bertekad menjodohkan sahabatnya dengan orang yang tepat walaupun harus mengunakan trik licik didalamnya.
"Persiapan sudah dilakukan sejak lama, besok kamu bisa menemuinya"jawabnya kalem, umpan sudah diambil sekarang tergantung kelinci putih berlari sekuat tenaga untuk menghindari tuan besar. Kalau dipikirkan lagi ada sebuah poin untuk dirinya tapi untuk sementara itu lebih baik ditunda.
~
"Javi, besok kita berangkat ke Prancis?"tanya nyonya besar kedua dengan was-was. "Hanya kelinci putih"jawabnya melepaskan pakaiannya satu persatu, keningnya mengerut tak setuju.
"Kita tak mungkin mengikuti langkahnya, sekarang tuan besar mengawasi pergerakan kita, sayang"tambahnya lagi berusaha keras meyakinkan untuk tidak bertindak tolol untuk sementara waktu.
"Kau..?"ucapnya tak senang tapi juga tak berdaya. Javi menghela nafasnya perlahan lalu merangkulnya, "Nyonya besar kedua harus mengerti, tuan kecil ini sangat merindukan sentuhan ajaib nyonya besar kedua"bisiknya di telinga nyonya besar kedua dengan sedikit mengigit daun telinganya.
Bagaimana pun kerasnya usaha untuk tidak membiarkan kelinci putih keluar dari zona nyaman tetap saja ada hal-hal yang tak dapat disangkal untuk dibiarkan contohnya sekolah.
~
Sejak kepergiannya dari rumah Exsclamente, tuan besar pergi ke sebuah diskotek untuk melepaskan penat tapi matanya dengan jeli melihat sosok perempuan yang tak ingin dilihat tapi terpaksa dilihatnya.
"Kelinci putih"gumamnya memperhatikan penampilannya kalau dinilai layak mendapatkan nilai 8. Tangan kelinci putih lihai memencet sebuah alat di depannya dengan senyum mengembang di wajahnya. Tak henti matanya menatap wajahnya yang lembut disertai rambut lurus panjang berwarna hitam bergelombang dibawahnya tepat di punggungnya.
Terdengar tepuk tangan penonton mengakhiri perform hari ini olehnya. Kelinci putih turun dari panggung berniat masuk kedalam ruang santai di atas diskotik yang memang disediakan untuk beristirahat, tuan besar mengikuti langkahnya.
Putranya seorang playboy kelas kakap dan dirinya tak jauh beda. Namun, perbedaannya hanya sedikit yaitu reaksi alami tubuhnya yang tak bisa berkembang di antara bawah tubuhnya. Tuan besar ikut masuk kedalam ruangan itu, tak satupun orang di tempat ini.
"Apa yang anda lakukan disini?"tanya kelinci putihnya heran. "Aku menyukai permainanmu tadi, bisakah kamu datang untuk acara pesta bulan depan?"tanyanya mengulurkan sebuah kartu nama ke depannya.
"Ini...tuan Zai?"tanyanya bingung, bukankah ini berarti dihadapannya adalah suami bayangan ibunya, mengapa mengundangnya.
"Anda..."tanya tuan besar ragu-ragu tapi memang disengaja menarik perhatiannya. "Ah, maaf. kenalkan saya Aurelena, anda bisa memanggil saya Lena sama seperti yang lainnya"jawabnya mengulurkan tangan kecilnya dan disambut oleh tuan besar, ini pertama kalinya ia menyentuhnya walau hanya bersalaman. Lena sedikit mundur membiarkan tuan besar duduk di sofa.
"Aku ada pertunjukan di Perancis yang membutuhkan orang untuk menghibur para tamu, apa nona Lena keberatan untuk mengisinya?"tanya tuan besar memperhatikan Lena duduk layaknya seorang wanita anggun. Ia harus mengakui kalau nyonya besar kedua sudah mendidik anaknya dengan baik.
"Maaf sepertinya tidak bisa, saya harus sekolah disana dan saya tak nyakin juga bisa mengisi acara tuan Zai"jawabnya lugas dan tegas tak ingin memberi harapan palsu.
"Perancis? nona bersekolah di sana?"tanya tuan besar kaget mendengarnya walau dalam hati mengomel tiada henti mengingat Exsclamente mengatur semuanya. Seharusnya sejak awal ia tidak mempercayai sahabatnya itu, kepalanya sakit kalau memikirkan jalan keluarnya sekarang.
"Ya, apa anda baik-baik saja?"tanya Lena cemas melihat tamunya mendadak memegang kening. Ia berdiri untuk menghampiri tapi tuan besar cepat berdiri sehingga Lena mengurungkan niatnya. "Pertimbangkan lagipula nona Lena di Perancis seorang diri dan belum tentu mendapatkan cepat pekerjaan disana"kata tuan besar sambil berjalan menuju pintu kemudian menghilang dari pandangan Lena, "Akan saya pikirkan,tuan"jawabnya lirih disertai kebingungan yang luar biasa. Sebenarnya apa yang terjadi, ibunya tidak mengatakan apapun demikian ayahnya. Status sosial yang dimiliki olehnya membuat ia sangat sadar siapa dirinya yang hanya anak diluar nikah hingga bisa seperti sekarang ini, rasa syukur tak henti dipanjatkan olehnya. Diambilnya tas kecil dan jaket, Lena ingin pulang dan bertanya kepada ibunya mengenai masalah tuan besar. Langkah santai Lena terhenti ketika melihat tuan besar berdiri depan pintu, wajahnya muram, ditangannya ada sebatang rokok yang menyala. Lena mendekati, "Apa tuan baik-baik saja? dimana mobil tuan?"tanya Lena mengira-ngira kondisi tuan besar mungkin mabuk. Tuan besar mengelengkan kepalanya, ia tidak mabuk melainkan bingung bereaksi dengan hidupnya. Lena menghela nafasnya lalu membuang rokok yang ada di tangan tuan besar ke tempat sampah, "Ayo, aku antar ke rumah"kata Lena pelan memapah tuan besar. Keningnya mengerut tak suka mendengar kata rumah dimana nyonya besar kedua ada. "Apa kamu tahu rumahku?"tanya tuan besar bingung, Lena mengelengkan kepala,"sudahlah, aku antar ke hotel saja ya, besok kalau tidak mabuk lagi baru pulang"jawabnya malas dan itu cukup membuat tuan besar tersenyum, berpura-pura mabuk dihadapan Lena ternyata menyenangkan hatinya.
Tak jauh dari tempat itu, Exsclamente tersenyum puas melihat kejadian yang dipertontonkan oleh tuan besar, diskotik tempat Lena berkerja adalah miliknya jadi, ia tahu betul jadwal Lena perform. "Sedikit lagi"gumamnya menepuk sopirnya untuk jalan meninggalkan tempat itu.
Bulan bersinar sangat terang untuk menyinari jalanan sehingga membantu Lena untuk membawanya masuk kedalam mobil kecil miliknya.
Hotel terdekat bisa dikatakan tak terlalu bagus, mau bagaimana lagi ia sendiri tidak banyak uang, terpaksa ia menyewanya daripada membawa pulang kerumahnya dan mendengarkan ayahnya bercerita panjang kali lebar nasehatnya.
Di sepanjang jalan menuju kamar hotel, Lena mengomel dalam hati karena terpaksa memapah tuan besar yang sangat berat untuk usia tua. Diam-diam tuan besar tersenyum dan sengaja menambah berat badannya tepat ketika diatas kasur menarik Lena jatuh dibawahnya.
"Aduh, berat! makan apaan sih, bisa-bisanya ibuku suka dengan pria tua seperti ini"katanya tanpa menyadari kalau tuan besar mendengarkan. Kesal dibilang tua, tuan besar menggeser badannya benar-benar pas diatas Lena, bibirnya mencium lehernya yang mendadak kaku dan denyutnya sangat cepat. Lena berusaha bangun tapi tuan besar terlalu berat akhirnya ia menyerah dan membiarkan saja, alih-alih menikmati malah tertidur pulas. Mengetahui itu, tak urung tuan besar tersenyum lebar, ia tidak menyangka ada wanita yang bukannya mengambil keuntungan darinya malah memilih tidur. Iapun bergerak untuk memeluknya dan memastikan Lena tidur dalam keadaan nyaman.
~
"Javi, dimana Lena?"tanya nyonya besar kedua selesai mandi tapi orang yang ditanya malah sudah masuk kedalam dunia mimpi, akhirnya nyonya besar kedua ikut berbaring disampingnya lelah. Matanya tak juga terpejam, ia ingin menunggu. diambilnya ponselnya dan berusaha menghubungi tetapi tak satupun ada yang mengangkatnya.
"Tidurlah sayang, ini sudah malam, lagipula kamu tahu kelinci putih kalau sudah berkerja lupa dengan kita, biarkan saja sebelum berangkat ke Perancis"ucapnya berbalik membelakangi nyonya besar kedua.
Walaupun tak menyukai semua rencana Javi tapi tetap diikuti demi kebahagiaan Aurelena Javier Chase putri tunggalnya. Entah dirinya yang bodoh ataukah memang dirinya yang terjebak oleh toxic cinta Javi sehingga mau diperlakukan seperti ini bertahun-tahun.