Javi berdiri tegak, tangan berkacak pinggang menikmati sentuhan mulut pelayannya. Kepalanya menengadah dan mulutnya mengeluarkan suara geram ketika semburan panas keluar dengan cepat membasahi mulut pelayannya.
Pelayan cepat membersihkan mengunakan tisu basah yang memang sudah disiapkan ada di dekatnya. Javi diam membisu membiarkan pelayan yang memakaikan kembali posisi celananya.
"Dimana kelinci putih?" tanya Javi dengan suara yang serak terpuaskan. Semalam ia datang dari Indonesia ke tempat ini untuk bertemu dengan kelinci putihnya, Lena. Namun, sampai disini sudah malam, ia enggan membangunkan malah asyik bermain dengan pelayannya sepanjang malam hingga pagi ini sebagai sarapan pagi.
"Tidak datang kemari, tuan" jawab pelayan lembut, pelayan tersebut sangat senang melayani Javi dan berharap menjadi istrinya. "Apa maksudmu? beberapa hari lalu, kelinci putih memberitahu kalau dia berangkat kemari" katanya kaget, spontan berdiri. Javi tak senang mendengarnya. Bagaimana bila Nyonya besar kedua mendengar apa yang terjadi, pikirnya.
Ia mulai hilir mudik bingung. "Kamu nyakin? Mengapa baru sekarang beritahu aku?" bentaknya kebingungan, berhenti, menatap pelayannya sibuk membereskan pakaiannya. "Kami tidak tahu jika nona muda datang karena jadwal kedatangan diperkirakan baru bulan depan" jawab pelayan menunduk. Biar bagaimanapun ia takut jika berurusan tentang kelinci putih. Javi sangat memuja putrinya.
"Aku tak menemukannya dirumah. Dimana dia" gumamnya mulai panik. Ponselnya berdering tapi diacuhkan. "Panggil James untuk membantuku mencari kelinci putih, sebisa mungkin jangan sampai kabar kelinci putih keluar dari rumah ini atau terdengar di telinga nyonya besar kedua" perintahnya cepat berlari-lari menuju kamar kelinci putih. Tak ada waktu lagi. Dalam waktu dekat, nyonya besar kedua akan datang.
Sementara itu, nyonya besar kedua menatap ponselnya dengan kesal. Dihadapannya Jordan duduk bersandar di ranjang dengan santai, tangannya memegang rokok yang menyala. "Bagaimana?" tanyanya pelan mengelus-ngelus tangan nyonya besar kedua dengan lembut supaya perhatiannya kembali kepadanya. Nyonya besar kedua tersenyum kearahnya. "Jadi, kamu menginginkan Shizuru dan meminta aku menyingkirkan Morgan. Apa yang akan aku dapatkan?" tanyanya sambil meletakkan ponselnya diatas meja. Tak perlu buru-buru untuk mengetahui kabar Javi di belanda. Ada daging segar di depannya, tak mungkin dibiarkan akan datang lalat. Nyonya besar kedua bergerak duduk di pangkuan Jordan. Sepanjang malam melepaskan semua beban yang mengganjal. "Aku sebagai bonus. Harta keluarga Zai menjadi milikmu tanpa harus bergantung dengan Javi pelayanmu. Aku tak keberatan jika harus berbagi dengan pria lain jikalau kamu inginkan" jawabnya serak ketika nyonya besar kedua sengaja mengerakkan badannya naik turun. Jordan harus membuat nyonya besar kedua berada di pihaknya. Rasa tidak sukanya dibuang jauh-jauh, cukup mengingat Shizuru, miliknya berubah kekar, siap tempur menembus segala halangan di depannya. Jijik kadang datang kalau ingat kelakuan nyonya besar kedua terhadap pria yang berganti mengisi lubang tetapi tak disangkal dia membutuhkan dukungan.
Tangan Jordan yang memegang rokok, mematikan di asbak. "Bagaimana? haruskah kita menyegel tawaran ini" katanya memindahkan nyonya besar kedua di tempat yang diinginkannya. Tepat dibawahnya. "Apalagi yang harus aku lakukan selain itu" katanya tertahan ketika Jordan menarik badannya untuk duduk lagi. "Singkirkan bayi itu!" Wajah nyonya besar kedua terkejut mendengarnya. "Kamu!". Mata nyonya besar kedua melotot kearahnya. "Aku beri waktu dua minggu, singkirkan bayi itu!" tegasnya lagi. Jordan cepat mengerakkan badannya sehingga tangan nyonya besar kedua menggapai pundaknya saat gelombang pasang timbul didalam dirinya. "Lakukan, aku akan menyingkirkan Javi selamanya, kamu tak perlu lagi memelihara manusia tak berguna seperti itu" ujarnya di tarikan terakhir bersamaan gelombang dan angin yang bergerak di luar rumah bertambah kencang menyapu semua yang ada. Pohon-pohon tumbang terdengar, gemuruh longsor di kanan rumah membuat tak ada yang berani bergerak keluar rumah.
Badai mengamuk di luaran dengan ganas. Penjaga rumah melihat langit yang gelap dengan kebisuan. Hujan tak berhenti sejak tadi. Ponselnya berdering menampilkan panggilan dari Javi. Asap rokoknya sudah tak bersisa, ia tak tertarik untuk mengadu. Helaan nafas melihat langit yang menumpahkan segala kegelisahan di bumi.
"Ada saatnya waktu untuk bermain habis, Javi. Kamu terlalu bodoh mengulur-ulur waktu. Jika, dulu kamu mendengar, mungkin sekarang kamu bisa menikmati" gumamnya menyesal tidak mendorong putranya Javi untuk segera meresmikan hubungannya dengan nyonya besar kedua. Kini, ada laki-laki muda yang mampu menggoyahkan perasaan bumi dan langit, tentunya semua sia-sia.
Menunggu lama-lama tanpa masa depan jelas akan merubah pandangan seseorang jika diberi tawaran menggiurkan depan mata dengan suguhan drama cinta didalamnya.
Penjaga rumah berjalan memasuki rumah dekat pintu kecil. Pelan dibuka. Istrinya asyik duduk di kursi bambu menyulam. "Kamu sudah beritahu Javi?" tanyanya pelan. "Terlambat" jawabnya ikut duduk di samping. "Laki-laki itu masih disana?" tanyanya tak mengalihkan tangannya dari sulaman. "Masih, aku pikir Javi terlalu lama berfikir" jawabnya sedih mengingat setiap kali cucunya datang dengan wajah sedih. Diputarnya radio tua kesayangannya sebagai pengusir sepi. Tak ada lagi suara di rumah kecil ini hingga tertidur.
Matahari mulai menampakkan diri dengan malu-malu. Suara burung berkicau dengan riang. Udara sejuk berangsur-angsur menghilang tergantikan udara hangat yang menyeluruh.
Nyonya besar kedua tersenyum puas melihat Jordan telungkup di atas ranjangnya. Wajahnya tampan bagai bayi. Kekuatannya sangat mempesona jantungnya. Bertahun-tahun ia mencari cara mendapatkan laki-laki didepannya malah datang sendiri mengantarkan diri dengan sukarela. Ia sudah lama menginginkan Jordan diatas ranjangnya untuk menghangatkan dirinya. Sejak pertama kali dilihatnya di pesta ulangtahun Shizuru di rumah Exsclamente. Hatinya yang layu berubah menjadi bergairah. Ia tahu Javi masih memiliki hatinya tapi terkadang kebosanan dan kejenuhan mulai menggerogoti hingga tak bersisa. Kalau dipikirkan, ia bertahan hanya demi kelinci putih. Kini, tak ada alasan lain untuk bertahan. Tak peduli ia harus melenyapkan bayi Morgan, ia akan mendapatkan Jordan sekaligus putri kesayangannya menikahi Morgan sedangkan Shizuru lebih baik masuk kedalam tanah secepatnya.
Diambilnya jubah tidurnya, perut lapar. Tanpa mengenakan apa-apa. Nyonya besar kedua berjalan keluar kamar menuju ruang makan. Pelayannya sigap menyiapkan makanan begitu melihatnya masuk dan duduk di kursi.
Suara pintu terbuka lalu tertutup menarik perhatian nyonya besar kedua. Dilihatnya dari jendela, penjaga rumah keluar dari rumah kecilnya menuju rumahnya dengan santai. Ada rasa tak senang dihati melihat itu. Calon mertua bertahun-tahun akhirnya tetap saja tiada status.
Pintu rumah samping dibuka, penjaga rumah masuk kedalam. "Bagaimana tidurmu? apakah kelinci putih akan datang hari ini?" tanyanya penuh harap melihat ke arah nyonya besar kedua. "Tidak, kelinci putih bersama Javi. Aku tidur sangat nyenyak. Ambil makanan di dapur kebetulan bibi memasak banyak" ucapnya tetap makan.
Penjaga rumah menganguk kemudian berjalan ke dapur. Jordan berdiri di dekat pintu penghubung. Matanya melihat semua dengan hati-hati. Ia hanya mengunakan celana jins yang semalam dipakainya. Ia mengenal pria tua itu kalau tidak salah orang yang membukakan pintu. Jordan duduk di samping nyonya besar kedua. Tangannya menarik ponselnya lalu mengirim pesan kepada wakil perusahaannya untuk menarik semua investasi di perusahaan milik ayah Gladys.
"Makanlah dulu. Pekerjaan bisa dilakukan nanti" sindirnya halus. Jordan menoleh. "Bagaimana? tawaran dariku, tak bisa terlalu lama. Begitu aku pergi dari sini, tawaran itu tak berlaku lagi" katanya santai mengambil cangkir kopi yang diisi pelayan di dekatnya. Handphone masih di pegang dan berbunyi berkali-kali.
Nyonya besar kedua mengeryitkan keningnya. Ia berfikir masih ingin tarik ulur. Namun, Jordan tak ingin dipermainkan dan menjadi budak catur yang bisa dibodohi. Biar bagaimanapun ia adalah sang penguasa. Hal ini membuat nyonya besar kedua bertanya-tanya apakah Shizuru mengetahui sisi kejam Jordan.
"Tawaran menggiurkan ini, aku terima" katanya pelan sedikit terkejut ketika Jordan mengecup bibirnya sekilas. "Done. tersegel sudah. Waktumu 14hari dari sekarang. Jika selesai kita bertemu lagi ditempat yang aku tentukan. Jika tidak selesai anggap saja hubungan kita berakhir" ujarnya beranjak berdiri tanpa menunggu perkataan nyonya besar kedua.
Wajah tegang penjaga rumah melihat nyonya besar kedua yang terdiam. "Jangan salahkan aku. Maaf, aku sudah tak bisa menunggu lagi. Tawarannya mengiurkan, apa itu salah, ayah. Kalau tidak ada hal lain yang ingin dikatakan, ayah bisa keluar dari rumah karena kita tidak ada lagi hubungan. 14 hari aku beri waktu. Tak perlu beritahu Javi, biar aku yang lakukan. Uang tunjangan akan aku transfer, bukankah ini yang ayah mau selama ini" sindirnya pelan sambil beranjak bangun untuk mengikuti langkah Jordan yang ke kamar lebih dulu.
Penjaga rumah melangkah pelan-pelan keluar, terlalu syok. "Kami ikut simpati, pak" ucap salah satu pelayan. Bertahun-tahun bekerja di rumah ini, ia mengerti. Tak ada satupun wanita yang tahan hanya dijadikan ATM berjalan tanpa di nikahi padahal anak sudah ada bahkan sampai dewasa. Walau heran, ada orang tua yang membiarkan anaknya berbuat demikian di depan mata tapi nyonya besar kedua termasuk baik merawat orang tua tanpa menghiraukan statusnya yang digantung.