Niko tercenung cukup lama ketika membaca isi pesan Akhyar di ponselnya.
'Mohon siapkan data-data Sabine. Usahakan yang terbaru. Saya akan hubungi pengacara untuk mengurus proses agar Sabine sah di mata hukum dan negara sebagai anak angkat saya. Jadi dia juga berhak juga atas kepemilikan saya. Terima kasih, Niko'
Ok, Pak.
Sebelum pulang dari mengunjungi Akhyar dua hari lalu, Akhyar memang menyinggung tentang niatnya yang ingin menjadikan Sabine sebagai anak. Akhyar berusaha menjelaskan sebaik mungkin mengenai niatnya ini ke Niko. Agar Niko tidak memiliki pikiran yang tidak-tidak tentang dirinya yang pernah menjalin hubungan yang sangat dekat dengan Sabine. Akhyar juga mengenal Sabine. Hal ini semata-mata demi kebahagiaan Sabine.
Juga, Akhyar bisa lebih leluasa bertemu Sabine, karena dia merasa sangat nyaman dengan kehadiran Sabine. Akhyar juga menyatakan bahwa dirinya sudah merelakan semua tentang Sabine ke Niko. Baginya, mendengar suara Sabine, atau melihat gadis itu sudah cukup membuatnya bahagia.
Tak lama pesan dari Sabine muncul.
Om Niko Sayang. Jemput aku ya. Sekarang... love
***
Kediaman Uzma Sirojuddin
"Makan malam sudah Uzma siapkan, Kak,"
Uzma nampak senang menyambut Akhyar, kakaknya, yang baru pulang dari kantor.
"Saif sudah makan?," tanya Akhyar seraya melepas jasnya dan menggantungkannya di gantungan yang berada di balik pintu ruang depan. Saif adalah suami Uzma.
"Ya pasti, Kak. Ini sudah pukul sepuluh. Sudah istirahat di kamar sekarang,"
Uzma menemani Akhyar menuju meja makan.
"Nadzir sudah tidur?," tanya Akhyar lagi. Nadzir adalah anak Uzma.
"Sudah."
Uzma lalu menyiapkan makan malam buat Akhyar yang sudah duduk rapi di meja makan.
Dia juga menemani Akhyar makan.
Akhyar selalu begitu di setiap malam pulang dari kantor. Dia bersegera makan malam, karena tidak ingin kembali ke rumah utama jika sudah berada di paviliun, tempat istirahatnya.
"Sudah Kakak pikirkan baik-baik keputusan Kakak mengenai warisan itu?" tanya Uzma sambil menyerahkan piring berisi nasi mandi khas Arab.
"Iya," jawab Akhyar pendek.
"Apa..., tidak terlalu terburu-buru? Takut akan ada masalah di kemudian hari. Hm..., siapa tau ada yang merasa berhak? Tiba-tiba mengakui? Kakak juga yang susah nantinya..."
Akhyar menghela napas pendek. Dia tidak serta merta membalas ungkapan hati Uzma. Dia malah menikmati makan malamnya dengan santai.
Namun Uzma tetap melayaninya makan malam.
"Menurut kamu Sabine itu bagaimana?"
"Baik. Kok bisa Uzma merasa dekat ya,"
"That is what I feel..., sudah nyaman..., dan tidak mungkin ada yang berani mengaku-ngaku anakku."
Uzma memejamkan matanya.
"Sudahlah, Kak...,"
"Iya. Aku sudahi petualanganku. Sabine memang lebih cocok jadi anakku. Aku menyadari itu, meski aku pernah mencintainya. Apalagi sekarang dia sudah menjadi istri orang,"
"Maksudku. Menikahlah. Jangan terus merasa bersalah..., tidak baik,"
Akhyar menyelesaikan makan malamnya.
"Usiaku tidak muda lagi, Uzma. Kalopun ada yang mau menikah denganku, pastilah harta yang dia incar..., tidak ada lagi yang seperti Sabine...,"
"Siapa yang akan merawat Kakak nanti? Kakak masih mengharap Sabinekah? Pikirkanlah baik-baik untuk menyerahkan semua yang Kakak miliki ke Sabine. Apa yang Kakak harapkan lagi dari dirinya. Bukankah itu malah menyiksa?"
Uzma lalu membereskan meja makan. Dia tampak gusar.
"Bukannya aku iri atau dengki. Dia bukan siapa-siapa kita. Kita juga tidak mengenalnya...,"
"Aku mengenalnya, Uzma. Aku pernah sangat dekat dengannya... Aku juga tidak berharap apa-apa darinya. Aku hanya ingin merasa nyaman,"
Uzma yang berdiri di depan sink dapur hanya menggelengkan kepalanya. Akhyar memang keras kepala.
"Doakan saja, semoga dia orang yang tepat."
Uzma hanya menghela napas berat ketika mendengar langkah Akhyar yang ke luar dari dapur.
Kakaknya memang keras kepala.
Uzma adalah saudara yang paling dekat dengan Akhyar. Dia adik yang sangat memahami Akhyar, juga tahu kisah hidup Akhyar. Sejak lamarannya kepada seorang gadis cantik bernama Nayura Bashr ditolak beberapa tahun silam, Akhyar seperti kehilangan arah hidup. Bahkan dia malah terjerumus dalam kejadian yang sama sekali tidak dia inginkan.
Apalagi dua tahun setelah penolakan itu, keluarga gadis itu malah menerima pinangan Gamal Hassan, yang tidak lain adalah paman dari suami Uzma, Saif Youdha Hassan. Gamal juga merupakan atasan Nikolaus Loudin di perusahaan Kashawn. Bertambah kecewalah Akhyar dengan keadaan ini. Tapi dia juga sadar diri, karena ada hal yang menghambat pikirannya untuk menikah, yaitu perasaan bersalah atas apa yang pernah dia perbuat sebelumnya.
***
Bahagianya Bude Rita dan Pakde Yono saat Sabine, Niko dan Akhyar mengunjungi kediaman mereka suatu malam. Bude Rita langsung memeluk Sabine dengan erat. Dia tak henti-henti meminta maaf ke Sabine karena tidak bersedia membicarakan persoalan antara dirinya dan Sabine waktu itu. Pun Sabine, dia merasa bersalah karena perbuatannya sangat mengecewakan Bude Rita dan Pak Yono.
Sabine juga tidak lupa memperkenalkan suaminya, Niko.
"Jadi kamu akan berangkat ke Melbourne? Mau ketemu Mama kamu?"
"Iya, Bude...,"
"Bude titip salam. Bilang sama dia Bude dan Pakde baik-baik saja...,"
Sabine mengangguk mantap.
Bude dan Pakde akhirnya mengungkapkan ke Sabine bahwa selama ini hidup mereka juga sangat diperhatikan Akhyar. Mereka awalnya tentu menolak, tapi Akhyar terus memaksa dan merasa sangat tidak nyaman jika pemberiannya ditolak.
"Pak Akhyar baik sekali. Sampai-sampai Bude merasa amat segan. Bude paham dia sayang kamu, Sabine...,"
Sabine menoleh ke arah Akhyar yang sedang bercengkrama dengan Niko dan Pakde Yono di teras depan rumah. Perasaannya kini berubah gundah. Tidak tahu kenapa Akhyar selalu berusaha ingin dekat dengannya, bahkan bersedia menjadi ayah angkatnya.
"Iya, Bude..., doakan Daddy Akhyar sehat selalu, juga bahagia...,"
"Pasti..., sayang,"
***