"Jadi, Niko ini mau memperbaharui data diri di perusahaan, bahwa statusnya udah nikah. Dia ngobrol sama Gamal, atasannya dia di bagian komisaris keuangan, agar proses dipercepat. Ya, si Gamal pasti ngomongin ke Ella dong, sekretarisnya, kakak gue. Ella kan tau kalo si Niko ini sobit gue. Ya..., cerita ke gue. Gue kaget pas dia bilang kalo si Niko ini sudah menikah sama anak angkat Akhyar, namanya Sabine," begitu ungkap Beni.
"Jangankan kita-kita. Di kantornya aja pada kaget Niko udah nikah. Soalnya nikahnya nggak rame-rame. Yah..., cenderung diam-diam gitu, meski resmi sih. Yang bikin mereka kaget dengan Niko karena bini Niko ini anak angkat Akhyar, bos besar. Lalu kenapa diam-diam menikahnya?," lanjut Beni lagi sambil menjentik-jentikkan rokoknya ke asbak rokok.
"Apa ada konspirasi di balik pernikahan mereka? Niko yang letoy..., Akhyar yang ah...," Beni mulai pusing sendiri dengan pikirannya. Dipandangnya dua sahabatnya, Bira dan Ikhsan yang duduk di hadapannya. Mereka pun terheran-heran mendengar cerita Beni mengenai pernikahan Niko.
"Kok bisa?," gumam Bira. Dia menggeleng tidak percaya. Lalu dia menatap kosong jalanan depan café, membayangkan wajah cantik Sabine, sambil terus menghisap rokoknya.
"Kayaknya apa mungkin Sabine tidur dengan Akhyar malam itu pas acara di hotel itu, San? Waktu itu lo lo kan pada tugas di Pontianak. Dan itu adalah awal pertemuan mereka," Bira mulai menyelidik.
Ikhsan yang sudah selesai dengan rokoknya, melipat dua tangannya dan memandang Beni dan Bira secara bergantian.
"Mungkin saja," ucap Ikhsan.
"But How?," Bira mempertanyakan lagi.
"Mungkin dia berpapasan ketika pulang," tanggap Ikhsan.
Wajah Bira menunjukkan setuju.
"Ok kalo Sabine tidur dengan Akhyar di hotel itu. Lalu kemudian menjadi anak angkat Akhyar dan menikah dengan Niko? How fu...k did it happen?,"
Beni dan Ikhsan tertawa mendengar gerutu Bira. Bira memang selalu menunjukkan kekesalan jika membahas Niko. Wajar, pernikahannya dengan Evi, mantan istri Niko, terkesan ada pemaksaan. Padahal dia sendiri masih ingin bebas. Yah, salah sendiri, dia berani bermain api.
"Sabine...," gumam Ikhsan seakan menyadari sesuatu. "Geng sugbab Akhyar bubar...," lanjutnya. Masih bergumam.
"Napa, San? Lo sakau?," tanya Bira yang aneh melihat reaksi Ikhsan yang juga ikutan memikirkan Sabine.
"Sabine kan sahabat Bella, eks sugbab gue. Sahabatan juga dengan yayang lo, Ben. Katie. Kayaknya sejak ni cewek kawin, mulai betingkah kan Bella ama Katie," tanggap Ikhsan mulai serius.
"Gadis-gadis Akhyar dibikin bubar sama nih cewek kayaknya. Juga ikut menyudahi hubungan gue ama Bella. Siapa dia? Bisa-bisa merebut hati dua orang itu. Akhyar jadi papanya, Niko jadi lakinya?," lanjut Ikhsan yang masih terus menganalisa.
Lalu ketiganya terdiam. Masing-masing punya versi sendiri-sendiri mengenai Sabine.
Bira yang kembali mengenang saat-saat mengenal Sabine, menggandengnya ke hotel hingga memasuki kamar. Bira masih mengingat wajah sedih Sabine saat hampir saja dia menyetubuhinya. Tak sanggup melanjutkan, Bira menyuruhnya pulang. Bira pun sempat jatuh hati padanya.
Lalu Beni. Dia mendengus kesal. Bayangan Katie yang terengah-engah kala disetubuhinya melintas begitu saja di benaknya. Dia memang merasa kehilangan sosok Katie. Sosok sabar meski dicacimaki istrinya. Dan dia merasa Sabine mungkin penyebab retaknya hubungan Katie dan dirinya.
Terakhir Ikhsan. Dia ingat betul ekspresi wajah melas Bella yang merekomendasikan Sabine untuk diserahkan ke Bira. Bella juga bercerita bahwa saat itu Sabine memang sangat membutuhkan uang. Kini sosok Bella hanya tinggal kenangan, karena Asni, mantan sugbab Akhyar, yang mengisi hari-harinya sekarang. Ada sedikit sesak di dadanya mengenang Bella, sosok cuek namun perhatian. Mungkin juga, Sabine punya pengaruh besar terhadap Bella.
"Trus, kata lo Niko mau berangkat ke Melbourne?," tanya Bira ke Beni. Suaranya membuyarkan lamunan mereka tentang sosok Sabine.
"Iya, sama bininya, juga Akhyar. Katanya sih, bini Niko ini sudah lama nggak ketemu mamanya yang berada di Melbourne...,"
Bira menggeleng-geleng mendengar cerita Beni. Juga Ikhsan. Tiba-tiba sosok Sabine, Niko dan Akhyar menjadi sangat misterius dan penuh cerita.
***
Sementara itu di kediaman Nikolaus.
"Alamat Mama kamu dipinta Daddy," ujar Niko yang sedang membuka pesan dari ponselnya.
Sabine lalu menunjukkan sebuah pesan dari laman sosmednya. Dia dulu pernah menghubungi Silvi, kakaknya. Saat itu dia menanyakan alamat rumah mereka di Melbourne, karena Mama Carmen hendak mengirim dokumen penting buat Baskoro Mahfouz, Papa Sabine yang tinggal di Melbourne bersama mereka. Untung pesan itu masih disimpannya.
"Oh..., ini, Om. Mudah-mudahan masih tinggal di situ. Soalnya ini kan pesan kak Silvi sepuluh tahun lalu. Udah lama banget, Om,"
"Yah, nggak papa. Yang penting ada alamat yang jelas,"
Niko mengusap-ngusap kepala Sabine. Istrinya itu memang terlihat sangat bahagia sejak bertemu Akhyar. Sabine menganggap masalahnya dengan Akhyar sudah selesai. Dia juga merasa tenang karena Akhyar malah mengangkatnya sebagai anak, sah di mata hukum lagi. Ini berarti titik awal bahwa Akhyar memang sudah merelakan hubungannya dengan Niko. Lalu, Akhyar malah ingin mempertemukan dirinya dengan keluarganya, Mama kandungnya serta dua kakak-kakakanya. Akhyar malah memfasilitasi semuanya, demi kebahagiaan dirinya. Maklum, hanya lima tahun saja Sabine sempat 'hidup' bersama dengan keluarga kandungnya. Sejak mereka semua memutuskan pindah ke Melbourne, Sabine malah tidakdiikutsertakan. Entah apa alasan Mama Lita dan papanya saat itu. Meninggalkan Sabine ke Mama Carmen. Menurut Erni, asisten rumah tangga Mama Carmen, hal itu hanya ungkapan kekesalan Lita karena Baskoro kembali rujuk dengan Carmenita. Tapi masak iya hanya itu alasannya? Karena menurut Sabine, Mama Lita sebelumnya juga terlihat tidak begitu sayang kepada dirinya, kecuali di depan papanya.
"Kamu senang banget kayaknya...," gumam Niko lagi. Dia tidak bosan melihat wajah binar Sabine.
"Iya, Om. Aku kan belum pernah ke Melbourne. Pasti indah banget kotanya. Semoga kesampaian aku kuliah di sana. Om temani aku ya?,"
Niko tergelak mendengar celoteh Sabine.
"Trus..., kerjaan Om? Masa Om lepas kerjaan?,"
"Ya. Pindah sementara ke sana. Trus aku selesai kuliah, kita balik ke sini lagi. Kalo Om nggak diterima kerja lagi, balik aja kerja sama Daddy Akhyar...,"
"Ah!," Niko berteriak. "Yah, nggak segampang itu...,"
"Kita buat gampang, Om."
Niko memejamkan matanya, membayangkan dirinya menemani Sabine kuliah. Lalu dirinya?
"Udah..., yang penting kita ketemu Mama kamu dulu. Yah..., sambil cari-cari celah kuliah kamu juga di sana..., tentang Om? Nanti kita pikirkan lagi,"
***