Anna memijat pelipisnya pelan, sedari tadi pagi kepalanya sudah dibuat pusing oleh kelakuan atasannya. Tak hanya cukup dengan mengganggu Anna, pria itu juga membuat keributan dengan pemegang saham di perusahaan mereka yang membuat Anna harus bekerja ekstra untuk membereskan kekacauan itu. Anna menjatuhkan kepalanya diatas meja, jam tangan nya sudah menunjukan waktu makan siang. Tapi sepertinya ia tak nafsu untuk itu, Anna hanya ingin istirahat sebentar.
Dering telpon mengusik istirahat gadis itu, dengan malas Anna mengangkatnya.
"Selamat siang Bu Anna,maaf menggangu waktu istirahat ibu." Suara wanita disebrang terdengar tak enak.
"Iya Windi selamat siang ada apa?."
"Saya mau mengonfirmasikan kalo ada tamu yang mencari bapak Bryan, sepertinya belum membuat janji temu. Tamu itu bilang Bapak Bryan yang mengundangnya, apa pak Bryan ada ditempat Bu?."
Anna mengerutkan kening bingung, tamu untuk Bryan siapa? Tanpa membuat janji temu. Anna yakin di agendanya Bryan tak memiliki janji temu dengan siapa pun.
"Tolong suruh dia menunggu diruang tunggu, saya akan menghubungi pak Bryan dulu."
"Baik Bu."
Anna menutup telponnya, berganti membuat panggilan di ponselnya. Tadi Bryan mengatakan kepadanya kalo pria itu akan makan siang di kafetaria.
"Selamat siang pak, ada tamu dikantor yang mencari bapak. Tolong segera bapak temui, dan mohon lain kali buat janji temu karna saya cukup sibuk untuk membereskan hal-hal remeh seperti ini." Tegas Anna sesaat setelah Bryan menerima telponnya.
Tanpa menunggu jawaban pria itu, Anna sudah lebih dulu menutup telponnya. Ia yakin disebrang sana Bryan tengah memakinya.
Anna mengalihkan pikirannya dengan setumpuk pekerjaan di depannya, menghembuskan nafas lelah sebelum kembali berkutat dengan komputer nya.
Tak lama kemudian Anna melihat Bryan keluar dari lift, tapi tak sendirian. Seorang wanita berparas anggun berjalan disampingnya, Anna mengenalinya.
Wanita itu Alya, untuk apa wanita itu disini? Anna mendengus dengan pikiran konyolnya, sepertinya ia lupa wanita itu kekasih atasannya. Pastilah Alya ingin menemui pacarnya itu.
Bryan melewati Anna begitu saja, memasuki ruangnya sambil menggenggam tangan Alya lembut. Disorot mata pria itu Anna bisa melihat seberapa besar pria itu mencintai wanitanya. Mendadak mood Anna menjadi buruk, harusnya Anna sadar bagimana mungkin ia menyaingi wanita itu. Dilihat dari sudut manapun wanita itu memiliki banyak poin plus.
Cantik, anggun, pintar, ambisius dan kesabaran yang sangat exstra melihat bagaimana wanita itu betah berada disamping pria gila seperti Bryan. Dan jangan lupakan Bryan mencintai wanita itu. Lagi-lagi Anna merasa kesakitan tanpa ia tau dari mana datangnya rasa sakit itu.
Anna memandang pintu ruangan Bryan, menebak-nebak apa yang dua orang itu lakukan didalam sana. Mungkin kah percumbuan panas melepaskan kerinduan mereka, klo itu yang mereka lakukan seharusnya mereka sudah melakukan nya didalam mobil saat Bryan menjemput Alya dari bandara.
Ah Anna bisa gila bila begini terus.
"Bu! Apa pak Bryan didalam."
Suara di sampingnya mengembalikan kesadaran Anna, ia sudah hampir gila tadi dengan pikiran konyolnya.
"Ada apa?" Anna menatap karyawan di depannya, mencoba bersikap senormal mungkin.
"Saya mau menyerahkan laporan keuangan yang pak Bryan minta Bu."
"Pak Bryan didalam masuk saja."
Tak selang satu detik Anna menghentikan orang itu. "Eh jangan-jangan, sini biar saya saja yang terima kamu kembali aja ke ruangan mu."
Karyawan itu menatap Anna bingung, sebelum menyerahkan dokumen yang ia bawa kepada Anna, dengan ragu-ragu ia meninggal tampat Anna.
Anna mengerang. "Aku kenapa sihhh."
Anna hanya tak ingin karyawan itu membuka pintu dan melihat apa yang dilakukan atasannya didalam sana dengan seorang wanita, mendadak wajah Anna memerah dengan pemikiran nakalnya.
"Fokus Anna fokus!" Anna menepuk pipinya keras sebelum kembali mencoba fokus dengan pekerjaannya.
Belum ada 15 menit Anna mencoba fokus pada pekerjaannya, ia sudah terganggu dengan suara di dalam ruangan Bryan, ia tak tau apa yang dua orang itu lakukan. Dan beberapa waktu kemudian ia melihat Alya keluar dari pintu itu, membanting pintu ruangan Bryan kasar sebelum berlari ke arah lift.
Di belakangnya Bryan mencoba menyusul, tapi pintu lift sudah lebih dulu tertutup.
Anna mendengus, apa mereka pikir ini serial drama dan Anna sebagai penonton mereka.
Bryan berbalik, melangkah gontai menuju ruangnya. Di ambang pintu ia menatap Anna. Wanita itu mengangkat alis bertanya.
"Maaf kamu jadi gak fokus kerja, berisik banget ya tadi."
"Iya, berisik banget. Kalo cuma begitu doang permintaan maaf bapak ke saya, saya tidak bisa menerima." Anna menatap Bryan datar.
Ini waktunya Anna balas dendam dengan apa yang Bryan lakukan padanya tadi pagi.
Bryan menatap Anna merasa bersalah. "Jadi aku harus gimana."
Anna mendesah, tak tega melihat bagaimana kacaunya ekspresi Bryan saat ini. Tak urungnya Anna mengambil setumpuk berkas di mejanya, menarik pria itu kedalam ruangnya.
Setelah meletakan berkas-berkas dimeja bryan, Anna mendengus melihat pria itu masih berdiri ditengah ruangan.
"Kerjain!" Perintah Anna.
Tanpa membantah Bryan mengambil tempat di meja kerjanya dan mulai membuka berkas-berkas itu.
Anna mengulurkan tangannya mengelus lembut kepala Bryan, tak tau kah pria itu Anna juga merasakan sesak saat pria itu terluka.
Bryan menarik tubuh Anna, memeluk pinggang Anna erat menenggelamkan kepalanya pada tubuh wanita itu
Anna tersentak,membeku. Tengannya refleks ikut mendekap Bryan, benarkah yang ia lakukan saat ini. Tanyanya dalam hati.
Sadarlah an, Bryan begini karna kamu sahabatnya kamu gak boleh terbawa suasana. Anna mencoba menenangkan diri meski jantung nya berdegup kencang.
*****
Setelah apa yang Bryan lakukan pada Anna tadi siang, pria itu kembali bersikap normal bahkan terlampau normal. Melihat bagaimana tingkah Bryan sekarang yang tengah asik merecoki Anna.
"Kamu bisa gak sih gak ganggu aku, gara-gara kamu aku harus kerja dua kali tau gak." Anna mendengus kesal menendang tubuh pria itu dari Sofanya.
"Ayo dong an sekali aja, plisss an! Aku pengen sekarang." Bryan menatap wanita itu memelas.
Sepertinya Anna memang benar-benar harus mengganti sandi apartemennya, melihat bagaimana cara pria itu muncul di tempat Anna dengan tidak sopan nya menggedor pintu kamarnya hanya untuk meminta Anna menemaninya membeli es krim. Bukan kah itu keterlaluan, jam saja sudah menunjuk angka 10.
"Kamu gak lihat yan ini udah hampir tengah malem, kamu gila apa gimana sih."
"Plisss annnn.. kalo besok pasti aku udah gak mood lagi. Aku pengen makan itu sekarang." Bryan menarik-narik kaki Anna mencoba membuat Anna bergerak dari tempat duduknya.
Bryan tau Anna paling tidak bisa mendengar rengekan nya.
"Ayo dong an, temenin. Masa kamu jahat nyuruh aku keluar sendirian malem-malem, nanti klo aku kenapa-kenapa gimana. Kamu kan tau sendiri di luar sana banyak pesaing bisnis ku yang mau nyelakain aku."
Anna mendengus, bagaimana bisa Anna menolak bila pria itu sudah memberikan bayangan yang tidak-tidak dikepala Anna. Tak ada lagi yang Anna khawatirkan kecuali keselamatan pria itu, bila menyangkut keselamatan pria itu Anna sangatlah paranoid. Mengingat dulu Anna melihat sendiri bagaimana pria itu hampir mati di serang orang-orang dari perusahaan lawan.
"Kamu harus bayar aku untuk ini."
Anna beranjak kekamarnya untuk mengambil jaket sebelum kembali mendapati pria itu diruang tengah dengan senyum penuh kemenangan. Anna mendengus geli.
Yah setidaknya ia bisa melihat pria itu tersenyum lagi.
****
"Kita mau kemana lagi sih yan, ini udah pada tutup semua. Aku udah ngantuk banget yan."
Ini sudah keluhan ke sepuluh yang Anna lontarkan pada Bryan. Pasalnya ia sudah berputar-putar mengelilingi daerah tempat tinggalnya tapi tak ada satu pun tempat penjual es krim yang masih buka.
Sedang di sampingnya pria itu asik memainkan games di ponsel nya sambil terus menyuruh Anna mencari dengan teliti.
"Kamu liat kanan kiri dong, pasti ada. Pokoknya kita harus cari sampai dapet." Perintah Bryan tanpa menatap Anna.
Anna sudah tak tahan lagi, tangan kirinya terulur mengambil ponsel Bryan membuang sembarangan ke belakang.
"Naaa... Aku baru aja mau menang tadi." Bryan menatap wanita itu sebal.
"Cari apa yang kamu pengen tadi sebelum ku lempar kamu keluar dari mobil." Tegas Anna mengancam.
Bryan menutup mulutnya rapat-rapat, membuat wanita itu mengamuk saat mobil tengah melaju itu bukan pilihan yang baik, mengingat seberapa bencinya wanita itu pada Bryan. Bisa-bisa Anna benar menendangnya kalo ia mencoba berkomentar.
"Yes mam." Bryan mengangguk menurut.