Irisnya melebar ketika tuannya mengatakan bahwa itu adalah hadiah ulang tahunnya. Alexa menatap tidak percaya. Padahal tadi dia sudah bilang tidak ingin diberikan kado maupun ucapan selamat. Alexa membuat makanan-makanan yang tergolong spesial itu bukan karena dia ingin tuannya sadar bahwa hari ini adalah hari istimewanya. Tidak juga memaksa dengan halus agar sang pemuda mau untuk sekadar memberikan ucapan selamat padanya.
"Ta—"
Lagi-lagi kalimatnya dipaksa menggantung. Dan apa yang terjadi sungguh berada di luar dugaannya. Alexa tak pernah menyangka akan dapat sebuah pelukan sebagai hadiahnya yang lain hari ini. Dia bahkan kehilangan kata-katanya beberapa detik setelah Alexa tenggelam dalam rengkuhan pemuda di depannya. Kata-kata di kepalanya yang ingin dikeluarkan mendadak lenyap tak berbekas.
Alexa baru bisa mengendalikan diri setelah beberapa detik terdiam di sana dengan degup jantung yang tidak karuan, melompat-lompat seolah dia baru saja selesai lari marathon. Dia mundur satu langkah ke belakang, cukup untuk membuat tuannya melepaskan pelukannya, lantas Alexa balik menyodorkan tas belanja yang sudah dia genggam.
"Terima kasih. Tapi saya sama sekali tidak berharap dapat kado. Dan lagi ... mungkin yang seperti ini tidak pantas untuk saya."
Biar dia belum lihat apa isinya, tapi Alexa rasa tuannya hampir tidak mungkin bisa mendapatkan barang di toko seperti department store dengan waktu singkat. Bisa jadi bernasib sama seperti beberapa baju yang pernah dibelikan untuknya; mahal.
Skylar juga tahu benar bahwa gadis itu mungkin tidak ingin menerima kado darinya, apalagi bukan pertama kalinya dia memberikan macam-macam barang untuk sang gadis. Misalnya saja, dalam beberapa hari pertama di sini, Alexa sudah dibelikan macam-macam pakaian yang sama sekali tidak murah—dengan alasan dia tidak ingin melihat baju-baju kumuh dan norak yang mengingatkannya pada profesi gadis itu sebelumnya. Dibelikannya pula beberapa pasang sepatu dan aksesoris, termasuk juga ponsel yang digunakan oleh Alexa sekarang.
Entah berapa belas ribu, atau berapa puluh ribu pounds yang dihabiskannya untuk Alexa dalam dua bulan gadis itu ada di tempat ini. Tentu saja, Skylar tidak begitu memikirkan tentang berapa banyak uang yang dia keluarkan untuk pelayannya. Semua itu diberikan dengan dalih macam-macam, seperti memudahkannya untuk menghubungi gadis itu kapanpun, dengan dihiasi berbagai protes dan penolakan yang datang tiap dia membawakan sesuatu padanya. Tapi tentu, keinginannya yang menang, dan sang pelayan selalu menurut.
Kali ini pun tidak akan berbeda. Ketika gadis itu meloloskan diri dari pelukannya dan menyodorkan kembali tas oranye ke arahnya, pemuda itu tahu Alexa tidak ingin menerima kadonya. Dia tidak tahu apakah gadis itu sebenarnya hanya merasa tidak enak untuk menerima sebuah hadiah karena telah mengatakan tidak ingin ucapan selamat maupun kado, ataukah karena memang Alexa tidak suka dengan hal-hal semacam ini, Skylar tidak bisa menerka.
"Aku memaksa."
Tangannya terangkat dalam sebuah gestur penolakan, dan sang pemuda mundur beberapa langkah. Kepalanya menggeleng perlahan, sembari menatap kedua mata milik Alexa. Dia tidak suka kalau pemberiannya dikembalikan, seharusnya Alexa sudah amat mengerti.
Lagipula Skylar memberikan hadiah karena hari ini adalah ulang tahun pelayannya, bukankah dia punya alasan yang tepat untuk menjustifikasi tindakannya memberikan sebuah kado?
Gadis itu terdiam sejenak. Pandangannya terlihat bingung dan sedikit keberatan.
"Tapi saya sungguh tidak berharap dapat hadiah. Ucapan selamat saja sudah lebih dari cukup. Kalau begini kan..."
Entah apa yang ada dalam pikiran tuannya, Alexa sama sekali tidak bisa menerka. Dengan seluruh perlakuan dan pemberian padanya, jika Alexa memamerkannya di media sosial, bukan tidak mungkin dia bisa membuat seluruh pelayan yang ada di dunia iri padanya. Meski dia juga tidak menyangkal jika dirinya bingung dengan statusnya di tempat ini. Alexa memang seorang pelayan. Tapi apa yang dia dapatkan, sama sekali tidak mencerminkan sebagai penghasilan seorang pelayan.
Coba saja bayangkan. Pelayan seperti apa yang mendapatkan gaji lima ribu pounds setiap bulannya? Jika ada yang mengetahui hal ini, bukan tidak mungkin apabila tempat ini mendadak ramai karena banyak yang akan melamar menjadi pelayan.
"Ada yang salah dengan memberikan hadiah di hari ulang tahun? Itu sudah kuberikan padamu, benda itu sudah pindah kepemilikan sekarang. Terserah padamu akan kaugunakan seperti apa, tapi aku tidak akan menerimanya kembali. Kalau memang kau tidak menyukainya, tidak masalah bila kau ingin menjualnya lagi, memberikannya kepada orang lain, atau ingin kau buang sekalian. Itu bukan lagi urusanku."
Bukankah itu ide yang bagus? Apabila gadis itu tidak menyukainya maupun pekerjaannya di sini dan ingin segera pergi, menjual semua yang pernah dia berikan untuk Alexa tentunya akan membantu melunasi utang-utang itu sedikit lebih cepat.
"Meski, tentu, aku lebih berharap kau menyukai dan mau memakainya."
Kalimat lain yang diucapkan pemuda itu, lagi-lagi membungkam Alexa.
Alexa baru membuka dan melihat apa yang ada di dalamnya dengan tidak berdaya. Sebuah tas tangan berwarna merah jambu. Terlihat cantik dan manis. Bohong jika dia bilang tidak senang dengan apa yang ada di tangannya. Tapi tetap saja rasanya sangat berlebihan.
"Be-berapa harganya...?" Akhirnya, Alexa berpikir untuk menggantinya dengan uang. Meski paham benar jika dengan uangnya yang sekarang, dia masih butuh sekian bulan lagi untuk dapat membayarnya dengan lunas—dengan catatan Alexa sama sekali tidak mengurangi gaji bulanannya untuk beli cemilan macam-macam.
"Untuk apa kau bertanya? Berapa harganya tidak penting—yah, aku pun sebenarnya tak tahu."
Skylar sudah terbiasa membeli barang-barang tanpa melihat harganya. Apalagi, setelah membeli, struk pembelian pun langsung dibuang ke tempat sampah tanpa repot-repot melihat nominal di sana. Meski bila dilihat, sepertinya tas tangan semacam itu sekitar empat sampai lima ribu pounds. Cukup murah untuk ukuran tas tangan.
Barang-barang yang dimiliki sepupu-sepupunya jauh lebih mahal dibandingkan apa yang dia berikan pada Alexa. Terlebih, apa yang sering mereka terima dari sang kakek, seperti sebuah rumah untuk si kembar, juga sebuah mobil limited edition yang diberikan padanya ketika mereka berulang tahun kedelapan belas. Macam-macam barang yang pada akhirnya membuatnya berhenti bertanya berapa gerangan uang yang dikeluarkan untuk itu semua. Bahkan, Skylar berani bertaruh, hadiah termurah yang dia dapatkan selama ulang tahunnya adalah Sophie.
Dibandingkan itu, mengeluarkan beberapa ribu dolar untuk sang pelayan, yang bahkan tidak pernah protes maupun bertanya dengan segala macam kelakuan yang dia perbuat selama ini, Skylar sama sekali tidak keberatan.
Tas tangan seharusnya membantu gadis itu supaya tidak mudah melupakan ponsel maupun dompetnya ketika pergi keluar, seperti yang pernah terjadi sebelumnya beberapa kali. Dan mencegahnya merasa panik karena Alexa tidak bisa dihubungi.
Gadis itu menghela napas. Raut wajahnya tampak keberatan. Kenapa pemuda itu tak pernah paham jika Alexa selalu merasa punya kewajiban membayar semua barang yang diberikan padanya? Keberadaan keduanya di tempat ini menggambarkan sebuah kesenjangan sosial yang nyata.
Tapi, terus menolak juga tidak ada gunanya. Alexa tak pernah menang dari tuannya jika berhubungan dengan hal-hal macam ini. Dia hanya bisa mengiakan dengan pasrah setelah berusaha menolak.
"Padahal oleh-oleh dari Swedia yang tadi saja harusnya sudah cukup. Tuan tidak perlu mengeluarkan uang lagi hanya untuk hadiah ulang tahun orang seperti saya..."
Alexa tidak bisa menahan dirinya untuk tidak tersenyum ketika kembali memasukkan tasnya. "Terima kasih. Saya akan menabung untuk membayarnya kembali." Utangnya bertambah lagi. Tapi, entah mengapa, Alexa sama sekali tidak merasa keberatan, karena itu berarti membuatnya ada di sini sedikit lebih lama.
"Membayarnya kembali? Tidak perlu, itu bukan utang."