"Kalau kau ingin membayarnya kembali, pakai. Masukkan ponsel dan dompetmu ke sana. Bawa saat pergi keluar. Jangan meninggalkan semua itu kalau sedang pergi." Tahu benar sifat Alexa yang cerobohnya bukan main dengan hal-hal kecil semacam itu. Dan dia lebih heran bahwa Alexa tidak pernah lupa membeli bahan sekecil apapun supaya masakannya terasa enak, tapi dengan mudah melupakan dompet maupun ponselnya.
Kalimat itu hanya dijawab sebagai anggukan, menandakan Alexa yang sudah tidak bisa membalas kalimat tuannya kembali. Dia tidak punya pilihan selain menerima apapun yang diberikan.
Menyadari pelayannya sudah tak ingin melawan, Skylar menghela napas. Dia jadi berpikir, lebih baik dirinya yang bersiap menghadapi penolakan Alexa setiap kali dia memberikan hadiah, ataukah Alexa yang harus membiasakan diri menerima apapun yang dia berikan.
"Bagaimana kalau kau ambilkan kue milikku?"
Akhirnya pemuda itu kembali duduk di atas sofa empuk. Berlari-lari sangat melelahkan. Apalagi, dia baru saja pulang dari Swedia. Rasa lelahnya semakin menumpuk akibat belum sempat beristirahat. Tapi tidak masalah, setelah ini dia bisa beristirahat sepuasnya.
"Baik, segera."
Alexa langsung berjalan menuju ruang makan demi meletakkan kantong belanja di atas meja makan, lalu berlanjut masuk ke dapur. Piring kotor diletakkan ke wastafel, lantas dia mengambil piring baru sebagai tempat potongan kue yang baru. Tak lupa pula mengambilkan segelas air dingin.
Gadis itu kembali ke ruang tengah bersama nampan dengan piring kue dan segelas air di atasnya.
"Silakan, Tuan," katanya setelah meletakkan piring dan gelas di atas meja.
Ketika gadis itu kembali dengan sebuah nampan berisi kue baru dan segelas air, Skylar tersenyum tipis. Diambilnya gelas itu dan meminum airnya, baru melanjutkan memotong kue dan memakannya. Diabaikannya Sophie yang menyalak pelan, seolah ingin meminta satu potong lagi. Hei, hei, Skylar bahkan baru melahap potongan keduanya sekarang.
Gadis itu tersenyum melihat tuannya mulai makan. Tidak ada protes soal rasa, yang otomatis mengembangkan senyumnya.
Dia sangat senang melihat orang yang makan masakan buatannya. Apalagi, hari ini adalah hari ulang tahunnya. Melihat orang lain makan kue buatannya adalah sebuah kebahagiaan tersendiri. Selama ini, Alexa hanya bisa memakan kuenya sendiri secara diam-diam. Dia jadi penasaran apakah hari ulang tahunnya bisa lebih istimewa lagi dari ini, berhubung masih cukup lama hingga hari berganti.
Tapi Skylar kemudian menyadari bahwa pelayannya hanya berdiri di sana bersama nampannya.
"Kenapa kau tidak makan kue?"
"Ah, iya."
Dia baru ingat jika hanya melihat sambil berdiri. Potongan kue miliknya belum disiapkan. Rasa senangnya membuat Alexa lupa pada diri sendiri.
Setelah diingatkan, dia buru-buru masuk ke dapur dan mengambil kue miliknya. Piring berisi kue itu dibawa ke ruang tengah bersama senyum yang tersungging lebar. Jujur saja, dia pun ingin sekali menikmati kue buatannya, namun masih menahan diri sampai tuannya selesai makan lebih dulu.
Dalam diam, Alexa mulai memotong kuenya dan memasukkannya ke dalam mulut. Enak. Lebih enak daripada yang dia kira, kalau boleh jujur. Beruntung Alexa juga sudah menyerah soal tasnya dan memilih untuk menerima apa yang diberikan padanya, meski dia merasa itu terlalu berlebihan.
Alexa bahkan sampai tidak menemukan cara untuk membalasnya dengan apa. Apalagi mengetahui bagaimana tuannya bisa mendapatkan apa yang diinginkan dengan mudah tanpa harus bersusah payah sepertinya.
"Tuan ... keberatan dengan kue lapis krim, tidak?"
"Hmm, biasa saja sih. Aku lebih senang yang polos, tanpa krim yang terlalu manis," jawab sang pemuda.
Dia sedikit keheranan mengapa gadis itu tiba-tiba bertanya perihal kue lapis krim. Sejujurnya Skylar tidak begitu keberatan dengan kue-kue yang seringkali dilihatnya berjejer di toko, dengan krim-krim tebal yang dihiasi berbagai macam bentuk, membuatnya terlihat cantik.
Sayang saja dia tidak begitu menyenangi makanan manis semacam itu. Meskipun dia sendiri tidak anti untuk memakan satu atau dua potong kue pada saat-saat tertentu, seperti sekarang misalnya.
Mendapat jawaban, Alexa mencatat informasi itu di dalam kepala, meyakinkan diri sendiri agar tidak membuatkan kue berkrim saat tuannya ulang tahun.
Hanya saja, Alexa baru ingat jika dia tidak tahu kapan tuannya berulang tahun. Bagaimana dia bisa membuatkan kue jika tanggalnya saja tidak tahu?
"Um ... boleh ... saya tahu ... kapan Tuan... berulang tahun? Mungkin supaya saya bisa buatkan sesuatu yang lain..." tanya Alexa pada akhirnya sambal menunduk. Nadanya terdengar sedikit khawatir, takut pemuda itu tidak ingin memberitahu tanggal ulang tahunnya pada Alexa.
Ada hening sejenak sebelum Skylar menjawab, seolah berpikir.
"Ulang tahunku sudah lewat."
Dia hanya memandang potongan kuenya lekat-lekat tanpa memakannya. Diingatkan tentang hari ulang tahunnya sama saja mengingatkannya kembali tentang hari di mana dia secara impulsif memutuskan mengeluarkan banyak uang untuk membeli seorang pelacur yang sekarang duduk tak jauh darinya. Hadiah ulang tahun termahal yang pernah diberikannya pada dirinya sendiri.
"Itu tidak penting, toh aku tidak pernah merayakannya."
Seperti dugaan, pemuda itu tampak enggan menyebutkan tanggal ulang tahunnya pada Alexa. Ada raut kecewa yang muncul di wajahnya. Mungkin memang dia bukan orang penting yang harus tahu kapan tanggal ulang tahun tuannya. Tidak seperti rekan-rekan kerjanya yang lain, Alexa tak akan bisa memberikan barang mahal sebagai hadiah.
"Tapi setidaknya saya ingin membalasnya sebagai ucapan terima kasih. Meski saya hanya bisa memberikan makanan spesial…" Alexa masih belum ingin menyerah begitu saja.
Namun Skylar kembali diam, memakan kuenya tanpa suara. Melahap tiap potongan sampai kuenya habis dan piringnya telah bersih. Diletakkannya kembali piring itu di atas meja, kemudian meneguk airnya sampai tandas.
Skylar tidak berminat membahas tentang ulang tahun, baginya itu bukan hal untuk dirayakan. Setiap kali tanggal dua Februari lewat, biasanya dia hanya bekerja seperti biasa dan dilanjutkan makan malam bersama sepupu-sepupunya atau minum-minum.
Tidak ada kue dan lilin ulang tahun. Tidak ada pertukaran kado sejak umurnya menginjak dua puluh lima ke atas, pengecualian ketika kebetulan anjing salah seorang sepupunya melahirkan bertepatan dengan ulang tahunnya. Hingga akhirnya salah satu anak anjingnya kemudian diberikan padanya sebagai hadiah ulang tahun setahun lalu. Dan Alexa, yang dianggapnya sebagai hadiah untuknya sendiri untuk mengurangi rasa bersalahnya saat itu.
Meskipun Skylar agak bersalah pada Alexa. Gadis itu dipaksa untuk berbicara tadi, dipaksa mengakui bila hari ini adalah ulang tahunnya. Agak sedikit tidak adil apabila pemuda itu malah tutup mulut dan merahasiakan hari ulang tahunnya sendiri. Toh tidak ada salahnya gadis itu tahu. Pelayannya tidak akan seperti orang-orang yang mengetahui hari ulang tahunnya dan mengirimkan hadiah mahal-mahal supaya dia mempertimbangkan kontrak kerja yang lebih menguntungkan pihak mereka. Bukankah begitu?
"Tapi kalau kau penasaran..."
Skylar menggantung kalimatnya, malah menepuk-nepuk Sophie supaya hewan itu bergeser hingga Skylar bisa berdiri. Kemudian dia berjalan menuju satu benda yang sedari tadi menarik perhatiannya dan menarik kursi di depan pianonya, kemudian duduk di sana.
Sudah lama dia tidak memainkan benda itu. Latihannya berhenti sejak kesibukannya bertambah. "… Ingat-ingat saja kapan pertama kali kau sampai di sini. Itu hari ulang tahunku."
Gadis itu masih menunduk, sampai dia menyadari sang pemuda sudah bangkit dan pergi dari sofa. Pandangannya diarahkan, mengikuti pergerakan Skylar hingga pemuda itu duduk di depan pianonya. Beberapa tuts ditekan untuk mengecek suaranya.
Senyum Alexa melebar begitu lantutan musik 'Happy Birthday' terdengar dari sana.
Hari dirinya tiba di sini. Hari dirinya benar-benar lepas dari tempat kotor dan menjijikkan bernama rumah bordil. Hari Alexa memiliki utang budi yang besar. Tidak mungkin Alexa lupa tanggal dirinya terbebas dari sana.
Dua Februari.
Gadis itu menarik napas panjang. Alunan suara piano memenuhi ruangan dan juga memenuhi hatinya.
Satu Aprilnya kali ini sempurna.
Terlalu sempurna untuk Alexandrite Cathdeiryn.