Chapter 32 - Suara Tawa

Dokter Tara langsung tiba di Rumah Aiden begitu Bu Hana meneleponnya. Kebetulan hari ini ia tidak ada jadwal praktek sehingga ia bisa tiba di rumah Aiden dengan cepat.

Saat Aiden memasuki kamar tidurnya, ia melihat Dokter Tara sudah berada di rumahnya dan sedang memeriksa Anya.

Wajah Anya terlihat pucat, matanya terpejam dan tubuhnya terkulai lemas di atas tempat tidur. Hana berada di sisi Dokter Tara, menunggu hasil pemeriksaan Dokter Tara sekaligus menunggu kedatangan Aiden dengan gelisah.

Aiden bergegas menghampiri Dokter Tara, diikuti oleh Harris di belakangnya. "Ada apa dengan Anya? Mengapa ia tiba-tiba sakit?"

Dokter Tara melepaskan stetoskop dari telinganya dan menggantungkannya ke lehernya. Ia berbalik untuk menatap Aiden. "Sepertinya ini adalah reaksi alergi. Apa pasien memiliki alergi terhadap sesuatu? Makanan?" tanya Dokter Tara pada Aiden.

Hana terlihat khawatir saat mendengar hasil pemeriksaan Dokter Tara. Apakah ia memasak sesuatu yang menyebabkan Anya sakit seperti ini? Ia sama sekali tidak tahu kalau Anya memiliki alergi ...

Sama halnya dengan Hana, Aiden juga tidak mengetahuinya. Ia hanya bisa menggelengkan kepalanya saat Dokter Tara bertanya padanya.

"Untuk mengetahui alergi apa yang dimiliki oleh pasien, harus dilakukan pemeriksaan alergi lebih lanjut …" kata Dokter Tara.

"Kopi …" sebuah suara lirih terdengar, membuat semua orang menoleh ke arah asal suara tersebut.

Anya yang berada di atas tempat tidur, membuka matanya. Ia melihat banyak orang berkumpul di sekitarnya. Samar-samar ia bisa mendengar apa yang mereka bicarakan, tetapi ia tidak kuat untuk menjawab sehingga hanya satu kata itu yang keluar dari mulutnya.

Anya memiliki alergi kopi!

Mendengar hal itu, Aiden merasa sangat marah. Anya memiliki alergi kopi. Ia jatuh sakit seperti ini karena perbuatan Deny dan Natali di kafe kemarin! Ini semua karena Natali menyiramkan kopi sialan itu pada Anya!

Aiden merasa geram. Tangannya terkepal begitu erat dan ia menggertakkan giginya. Seharusnya ia tidak melepaskan mereka begitu saja kemarin. Seharusnya ia menghukum Deny dan Natali lebih kejam kemarin. Menyiram wajah Natali dengan kopi panas adalah hukuman yang ringan, tidak sebanding dengan apa yang Anya alami saat ini.

Seharusnya ia membalas mereka dengan lebih kejam …

"Saya akan berikan suntikan obat untuk mengurangi reaksi alerginya. Pasien harus beristirahat untuk beberapa hari dan tidak boleh terlalu lelah," kata Dokter Tara sambil menatap Anya.

"Hmm …" Anya hanya bisa bergumam sambil mengangguk pelan.

Setelah memberikan suntikan dan resep obat pada Anya, Dokter Tara berpamitan. Ia tidak lupa untuk menitipkan pesan pada Hana agar Anya banyak beristirahat.

Hana memasakkan bubur untuk Anya, karena sejak pagi Anya belum makan apa pun. Sebelum beristirahat lagi, ia menyuruh Anya untuk makan sedikit bubur agar perut Anya tidak kosong.

Setelah perutnya terisi, Anya merasa sedikit lebih baik. Mungkin reaksi obatnya sudah bekerja sehingga ia tidak terlalu lemas seperti sebelumnya.

Saat ia berbaring di tempat tidur, ia memikirkan mengenai Aiden. Ia sama sekali tidak melihat pria itu setelah Dokter Tara selesai memberinya suntikan. Entah kemana pria itu pergi.

Lama kelamaan matanya terasa berat dan ia kembali tertidur.

Setelah Dokter Tara memberikan suntikan pada Anya, Aiden meninggalkan kamarnya dan melanjutkan pekerjaannya di ruang kerjanya. Ia berusaha untuk menenangkan dirinya dengan menenggelamkan diri dalam pekerjaannya, namun cara itu sama sekali tidak berguna.

Harris juga merasakan hal yang sama. Ia sudah mendampingi dengan Aiden sejak masih kecil kecil sehingga ia bisa merasakan bahwa bosnya itu tidak bisa fokus mengerjakan pekerjaannya. Suasana hati Aiden juga sangat buruk sehingga tidak ada pekerjaan mereka yang beres hari itu.

"Tuan, apakah …" Harris belum sempat menyelesaikan kalimatnya tapi Aiden sudah mengangkat tangan untuk menghentikannya.

"Aku pasti akan membalas mereka ketika saatnya tiba …" kata Aiden. Aiden tahu bahwa asistennya itu bisa merasakan suasana buruk hatinya dan menantikan perintahnya. Namun, Aiden tidak akan melakukan apa pun sekarang. Ia sudah merencanakan berbagai macam hal untuk membalas tindakan Deny dan Natali pada Anya, tetapi ia menunggu saat yang tepat.

"Baik Tuan," kata Harris. "Saya sarankan Anda beristirahat dan memeriksa kondisi Nyonya," saran Harris. Ia tahu Aiden tidak akan bisa menyelesaikan satu pun pekerjaan dalam kondisi seperti ini sehingga lebih baik ia menenangkan diri dan beristirahat terlebih dahulu.

Aiden mengangguk. Ia tahu bahwa ia tidak bisa konsentrasi bekerja sekarang. Mungkin lebih baik ia menuruti saran Harris, beristirahat dan melihat bagaimana keadaan Anya saat ini.

Ia meninggalkan ruang kerjanya dan segera menuju ke kamar tidurnya. Saat masuk ke dalam ruangan, ia melihat ruangan itu gelap, hanya disinari dengan cahaya remang-remang dari lampu meja di nakas, di samping tempat tidur Anya.

Anya masih tertidur, tubuhnya terlihat mungil di bawah selimut tebalnya. Saat ini wanita itu terlihat tidur lebih nyaman dan tenang daripada sebelumnya.

Aiden duduk di pinggir tempat tidur dan mengulurkan tangannya untuk menyentuh dahi Anya, ingin memeriksa suhu tubuh wanita itu. Badannya sudah tidak terlalu panas …

Saat merasakan tangan seseorang menyentuh dahinya, Anya terbangun. Ia perlahan membuka matanya, melihat Aiden duduk di sisi tempat tidur dan menatapnya. Pria itu sudah tidak mengenakan pakaian kerjanya, melainkan mengenakan pakaian rumah yang santai.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Aiden. Ia bisa melihat wajah Anya sudah tidak sepucat sebelumnya.

"Sudah lebih baikan …" jawab Anya dengan pelan. Tubuhnya sudah terasa jauh lebih baik dari sebelumnya. Ia sudah tidak berkeringat dan tubuhnya tidak terasa gatal berkat suntikan obat yang diberikan oleh Dokter Tara.

Aiden tidak menarik kembali tangannya. Ia mengelus kepala Anya, membelai rambut Anya dengan lembut, membuat Anya merasa terkejut. Anya terkejut melihat Aiden bersikap sangat lembut padanya. Aiden memang selalu membantunya dan bersikap baik padanya, tetapi pria itu cenderung menjaga jarak. Pria itu tidak banyak menyentuhnya, selalu menempatkan jarak di antara mereka.

Namun, ia tidak membenci sentuhan tangan itu …

"Mengapa kamu tidak bekerja?" tanya Anya.

"Aku sedang beristirahat," jawab Aiden. Ia tidak memberitahu Anya kalau ia tidak bisa berkonsentrasi bekerja. Ia tidak bisa fokus karena memikirkan kondisi Anya. Namun, setelah bersama dengan Anya sekarang, ia bisa merasakan hatinya sedikit lebih tenang.

Keberadaan Anya membawa ketenangan untuknya …

"Beristirahatlah … Aku akan kembali bekerja," kata Aiden sambil menarik kembali tangannya. Namun sebelum ia bisa melakukannya, Anya memegang pergelangan tangan Aiden, mencegahnya untuk pergi.

"Tidak apa-apa. Aku sudah tidak mengantuk," kata Anya. Ia tidak tahu apa yang memasuki pikirannya sehingga ia berani melakukan itu. Setelah ia menyadari tangannya masih memegang tangan Aiden, Anya langsung menarik tangannya dan menyembunyikan wajahnya di bawah selimut.

Aiden tertawa kecil saat melihat tingkah wanita itu. Anya terkesima saat mendengar suara tawa itu. Ini pertama kalinya Aiden tertawa di hadapannya. Suara tawanya terdengar sangat hangat dan merdu di telinganya, membuat Anya ikut tertawa bersamanya.

Aiden menghabiskan beberapa saat untuk menemani Anya hingga wanita itu kembali tertidur. Sebelum ia pergi, ia melihat Anya dan memastikan bahwa wanita itu sudah tidur dengan pulas.

Aiden meninggalkan kecupan ringan di kening wanita itu, sementara tekad di dalam hatinya semakin menguat. Ia tidak akan membiarkan siapa pun menyakiti Anya, bahkan ayahnya sekalipun. Ia akan membalas mereka beribu-ribu kali lipat, atas apa yang mereka lakukan pada Anya!