Chapter 8 - Mabuk Cinta

Anya menatap gedung yang menjulang tinggi di hadapannya. Gedung itu terlihat sangat modern dan mewah. Ia merasa tidak pantas berada di sana.

Atmajaya Group.

Tulisan besar itu terpampang di bagian atas gedung, menandakan bahwa seluruh gedung itu merupakan milik Keluarga Atmajaya.

Semua orang yang keluar masuk dari tempat itu tampak sangat rapi. Para pria yang berlalu-lalang di tempat tersebut mengenakan jas atau kemeja lengan panjang dengan sepatu pantofel yang telah dipoles hingga mengkilat. Sementara para wanita mengenakan gaun formal yang terlihat mahal dan sepatu hak tinggi yang membuat mereka tampak lebih anggun dan menawan.

Anya melihat penampilannya saat ini dari pantulan kaca gedung tersebut. Ia hanya mengenakan kaos biasa dengan celana jeans dan juga sepatu keds. Penampilannya benar-benar tidak sesuai dengan tempat yang ia datangi kali ini. Tetapi ia tidak peduli, satu-satunya yang ia pikirkan saat ini hanyalah biaya rumah sakit ibunya.

Ia memasuki lobby gedung itu dan berjalan menuju ke meja resepsionis, disambut oleh seorang wanita dengan dandanan tebal. Wanita itu menatap Anya dari ujung kepala hingga kaki dan melengos.

Anya berusaha untuk tidak memedulikan tatapan meremehkan dari wanita tersebut. "Saya ingin bertemu dengan Bapak Aiden Atmajaya," kata Anya sambil memberikan kartu nama hitam milik Aiden.

Wanita itu bahkan tidak memandang kartu nama yang diserahkan oleh Anya. "Apakah kamu sudah ada janji?" tanyanya sambil melihat kuku-kukunya yang sepertinya baru saja dicat.

"Saya belum membuat janji, tetapi Bapak Aiden tadi pagi mencari saya. Katanya beliau ingin bertemu dengan saya," jawab Anya sambil menarik kembali tangannya dengan canggung. Ia menyimpan kembali kartu nama itu ke dalam tasnya.

"Maaf, kamu tidak bisa menemuinya jika kamu belum membuat janji." Kata wanita itu sambil mengibaskan tangannya. Ia berpura-pura mengerjakan hal lainnya seolah ia sedang sibuk.

"Tapi …"

Mendengar Anya yang bersikeras, wanita itu langsung mendongak dan menatapnya dengan tajam. Ia mendengus sambil berkata, "Sudah terlalu banyak wanita sepertimu yang mencari kesempatan dan ingin bertemu dengan Bapak Aiden. Lihat penampilanmu! Benar-benar tidak tahu diri!"

Anya tidak bisa berkata apa-apa saat mendengar wanita itu. Memang pakaiannya tidak semewah dan semahal milik orang-orang yang berada di sana, tetapi bukan berarti wanita itu bisa merendahkannya seperti ini. Ia juga tidak berbohong, Aiden memang benar-benar mencarinya. Tetapi apa yang bisa ia katakan untuk membela dirinya? Resepsionis itu tidak akan percaya dengan apapun yang ia katakan.

Anya berdiri dengan canggung saat semua orang di sekitarnya menatapnya, menilai dan merendahkannya seolah ia tidak pantas berada di tempat itu.

Pada akhirnya, Anya memutuskan untuk pergi meninggalkan gedung tersebut. Tidak ada gunanya tetap berada di sana. Toh, tidak peduli apapun yang ia lakukan, tetap saja ia tidak akan bisa bertemu dengan Aiden.

Harris tidak menyangka akan melihat sosok Anya di gedung Atmajaya Group. Ia tahu bahwa tadi pagi Anya telah menolak jemputan dari Abdi dan tidak mau bertemu dengan Aiden. Tetapi wanita itu tiba-tiba saja muncul di kantor Aiden!

Ia juga menyaksikan sikap resepsionis yang tidak profesional saat mengusir Anya dari tempat itu. Ia segera menghubungi Aiden untuk melaporkan hal ini.

"Tuan, Nona Anya berada di lobby kantor. Tetapi resepsionis kantor tidak membiarkannya masuk karena ia tidak memiliki janji dengan Anda." Katanya.

"Jangan biarkan dia pergi." Jawab Aiden dengan singkat lalu menutup teleponnya.

Setelah menerima perintah dari Aiden, Harris tetap berada di lobby dan mengamati Anya, bersiap untuk mencegahnya jika wanita itu akan pergi sambil menantikan kedatangan bosnya.

Saat Anya berbalik dari meja resepsionis dan hendak meninggalkan tempat tersebut, tiba-tiba saja lift pribadi Aiden berbunyi dan terbuka. Aiden berjalan keluar dari lift tersebut, membuat semua orang yang ada di sekitarnya langsung membungkuk dan memberi hormat padanya.

Aiden sama sekali tidak memedulikan orang-orang tersebut, bahkan sama sekali tidak melirik mereka. Ia langsung berjalan menuju ke arah Anya dan berhenti tepat di hadapannya. Sementara itu, Anya terpana saat melihat Aiden berjalan ke arahnya. Bagaimana bisa ada pria yang begitu sempurna di dunia ini?

Pria itu terlihat begitu tampan dan berbahaya saat mengenakan pakaian bernuansa gelap. Kacamata hitam di wajahnya membuatnya terlihat semakin gagah. Rambutnya sedikit berantakan, namun itu tidak mengurangi ketampanannya dan malah membuatnya terlihat semakin menggoda.

Untuk ukuran seorang wanita, Anya memiliki tubuh yang cukup tinggi. Namun saat Aiden berdiri di hadapannya, ia jadi terlihat kecil dan mungil. Bahkan ia harus sedikit mendongak untuk menatap wajah Aiden.

Aiden dan Anya langsung menjadi pusat perhatian semua orang yang berada di lobby perusahaan. Mereka ingin tahu apa yang menyebabkan bos mereka tiba-tiba saja turun dan mendatangi seorang wanita. Ini adalah kejadian yang sangat langka! Ditambah lagi, penampilan kedua orang ini begitu bertolak belakang sehingga tidak mungkin luput dari perhatian orang-orang yang lewat.

Setelah beberapa saat, mereka mulai menyadari bahwa wanita yang berada di lobby perusahaan mereka itu adalah wanita yang sama dengan yang ada di berita. Wanita itu yang bersama dengan bosnya di hotel!

Bisikan-bisikan mulai terdengar di sekitarnya, namun Aiden tidak mengatakan apa pun. Ia hanya diam sambil memandangi wanita di hadapannya, tidak memedulikan tatapan semua orang di sekitarnya.

Sebaliknya, Anya merasa sangat terganggu. Ia tidak suka menjadi pusat perhatian. Ia berdiri dengan canggung dan bertanya pada Aiden. "Aku dengar kamu mencariku."

Pertanyaan itu hanya mendapatkan balasan anggukan kepala dari Aiden.

Aiden memberi isyarat pada Harris untuk menghampirinya dan membisikkan sesuatu kepadanya. Dengan sigap, Harris bergegas menghampiri bosnya dan mengangguk setelah menerima perintah dari atasannya itu.

"Ikutlah denganku," kata Aiden pada Anya. Setelah mengatakannya, Aiden langsung berbalik tanpa menunggu jawaban dari Anya. Anya tertegun sejenak sebelum langsung mengikuti Aiden dengan langkah cepat sambil menundukkan kepalanya. Mereka berdua berjalan menuju ke lift pribadi Aiden dengan diiringi tatapan penasaran semua orang yang berada di lobby gedung tersebut.

Setelah pintu lift tertutup pun, Harris langsung menjalankan tugas yang diperintahkan oleh Aiden. Ia menghampiri resepsionis yang berbicara pada Anya sebelumnya, sementara wanita itu masih menatap ke arah lift dengan keheranan.

"Kamu bisa mengambil gaji terakhirmu bulan ini di bagian keuangan," kata Harris tanpa ekspresi. Wanita itu sangat terkejut mendengarnya. Ia tidak tahu apa kesalahan yang ia lakukan sehingga membuatnya tiba-tiba dipecat begitu saja. Ia telah menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan perusahaan, siapa pun yang tidak memiliki janji terlebih dahulu tidak boleh menemui CEO-nya secara langsung. Namun, mengapa tiba-tiba ia dipecat?

"Ta … Tapi, apa salah saya, Pak?" tanyanya pada Harris. Matanya berkaca-kaca saat ia memohon pada Harris agar ia tidak kehilangan satu-satunya pekerjaannya. Harris hanya mengangkat bahu. Ia sendiri juga tidak tahu. Perintah itu datang langsung dari bosnya.

Memang kedengarannya tidak adil karena resepsionis itu hanya melakukan tugasnya. Sayangnya, kali ini wanita yang ia halangi adalah Anya, wanita yang dicari-cari oleh Aiden. Ditambah lagi, resepsionis itu bersikap kasar kepadanya.

Harris hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Sepertinya, bosnya itu benar-benar sudah dimabuk cinta.