Chereads / CINTANYA ORANG ASING / Chapter 18 - Ra ngapak Ra kpenak

Chapter 18 - Ra ngapak Ra kpenak

kini 12 februari 2020 beberapa kota besar di indonesia yang terjangkit virus di kabarkan akan me lockdown kota termasuk perlintasan di keluar masuk daerah.

nuh dengan senyum sumringah telah berada dekat dengan desanya yaitu mernek jateng kadang tak pernah terbayangkan semua hal yang telah ia lalui beberapa waktu yang lalu.

bahkan ia pun tak menyangka dengan begitu menaruh percaya pada seorang gadis sampai memberikan KTP (kartu tanda pengenal) miliknya, bahkan ia sampai harus di kira penculik oleh pak rocklie dan asistenya di depan orang tua salsa.

dia hanya meringis kala mengingat ia harus benar-benar merasa malu bahkan pada seseorang yang belum sempat mengenalnya, yaitu ayah salsa.

eh anak muda... kamu kemanakan anak saya??

ujar ayah salsa dengan mata memerah.

dengan nada sedikit meninggi ayah salsa menanyakan keberadaan putri semata wayangnya itu. bahkan istrinya yang sejak mengetahui bahwa anaknya di bawa kabur oleh seorang pemuda tak henti-hentinya menangis.

nuh yang sudah teramat pusing hanya terdiam dan menatap bibir ayah salsa yang yang berbicara dengan tangan yang memegangi kerah jaket nuh.

om... maaf, salsa nggak sama saya. mungkin ia dah nyampe rumah.

lirih nuh tak ingin banyak bicara.

om... dia orang sini juga'. dia pasti tau kok arah jalan pulang, om jangan khawatir!.

ujar nuh melepas cengkraman tangan laki-laki tersebut.

maaf membuat om khawatir, tapi ada baiknya om telfon ia terlebih dahulu, dan... sekali lagi saya tidak ada niatan menculik atau sebagainya.

dan saya harus segera pergi om... kalau tidak saya bisa terlantar di jalan karna kehabisan angkutan umum..

"tidak bisa...!!! kamu harus tanggung jawab, dan tetap di sini sampai anak saya telah di pastikan keberadaanya!!!"

hhhh kok aku malah kaya kae' ee.

wis KTP lali durung di jaluk. di omeih. bali mlaku maning.

(kok aku malah kaya gituh. udah KTP lupa nggak di pinta, di omelin pulang jalan lagih)

gumam nuh dengan langkah lunglai menggeret koper berukuran sedang miliknya.

kadang ia merasa geram dan ingin berteriak.

kala ingat niatnya yang harus terhenti untuk membeli tiket kereta karena ketidak adaan tanda pengenal .

akhirnya dengan perjuangan mencari angkutan keluar kota yang minim di masa pandemi ia berhasil pulang meski aroma tubuhnya bercampur dengan aroma prengus kambing karena sempat menumpang mobil bak terbuka yang berisikan kambing ternak.

ia bahkan belum bisa meski hanya untuk sekedar mengabari khadijah ibunya, bahwa ia telah pulang karena handphonenya mati kehabisan baterai.

terlebih ia tak ingin membuat ayah maupun ibunya

susah, meski ayah maupun fatimah adiknya mampu menjemput tapi untuk malam selarut ini ia takut sesuatu yang buruk mungkin akan terjadi pada adik bungsunya tersebut.

jalan begitu gelap karena belum ada lampu penerang jalan, selain itu kini nuh berada di jalan yang di mana kiri dan kanan hanyalah hamparan sawah,dimana-mana hanya terdengar bunyi jangkrik dan katak, kadang sesekali suara kaleng-kaleng yang di pergunakan untuk mengusir burung pun terdengar di terpa angin.

tiba-tiba dari kejauhan suara mesin motor yang sudah tak lagi bagus, terdengar dari arah belakang nuh, tapi nuh tak terlalu penasaran karna siapa saja bisa melintas di jalan meski ia pun ragu dengan waktu selarut itu masih ada orang yang melintas.

wong endi mas??

(orang mana mas)

ujar pria paruh baya dengan senter yang tak lagi terang menanyai nuh sesaat setelah berhenti di sampingnya.

orang mernek pak. singkat nuh yang tak terbersit niatan untuk meminta tolong, karna ia pun merasa lebih sehat bila di bandingkan dengan motor bapak-bapak tersebut.

motor grand tua dengan senter sebagai penerangan utama.

ya wis yuh tak jujugna. erek ikih.

(ya udah ayo saya anterin.deket inih)

ujar bapak itu memandangi nuh heran karena baru pertama kali bertemu.

hhhhh g pp pak dah deket inih saya bisa jalan kok.

ujar nuh yang sedari awal memang berniat berjalan hingga rumah.

wes ra papa anu aku be wong kono. ayuh tak jujugna dari pada mlaku sih arep kapan tekan e?

(dah ga papa saya juga orang sana. ayo saya antar dari pada jalan mau sampai kapan sampainya?)

setelah mendengar perkataan bapak tersebut memang ada baiknya toh bapak tersebut orang sana. akhirnya nuh pun menumpang di motor tersebut, meski dengan perasaan tak tega dengan keadaan motor tersebut kala per penyangga tempat duduk berteriak dengan histeris seakan minta tolong, tak kuat menopang beban.

o ia rika wong endi?? deneng wengi temen melaku, dewekan maning.

(o ia kamu orang mana?? kok malem banget jalan,sendiri lagih.)

bapak tersebut bertanya sesaat motor melaju dengan kecepatan 30 km/jam.

O.. saya, orang mernek pak.

ujar nuh yang masih berbicara seperlunya.

O Asli wong mernek?? deneng kaya udu hhhh ujar (O asli orang mernek?? kok kaya bukan hhhh)

bapak tersebut seakan tak percaya.

hhhhh ituh, saya memang jarang keliatan pak.dari 2012 merantau. ujar nuh.

bapak sendiri asli sana?? kok kayanya saya pun baru pertama kali liat bapak??

ujar nuh yang memberanikan diri bertanya pada bapak-bapak tersebut.

ooo aku asline lair nang mernek terus olih bojo sida dadi.

(ooo saya aslinya lahir di mernek terus dapat istri sidadadi(nama daerah))

deneng wis ra ngapakan?? apa anu wis lali?? karo bahasane dewek??

(kok sudah enggak ngapak?? apa sudah lupa?? sama bahasanya kita??)

ujar bapak tersebut yang begitu penasaran.

hhhh itu...

nuh tak tau harus berkata apa menanggapi pertanyaan bapak tersebut.

ra ngapak ra kepenak mas hhhh

(nggak ngapak nggak nyaman mas hhhh)

ujar bapak tersebut terkekeh.

nuh pun tak ambil pusing meski sebenarnya ia pun bertanya tanya pada diri sendiri kenapa lebih suka melafadzkan bahasa indonesia di keseharianya.

setelah beberapa lama dua orang tersebut melaju di jalanan yang sepi akhirnya nuh dapat tiba tepat di depan rumah ibunya.

kene ??

(di sini??)

ujar bapak tersebut seraya meletakan koper sedang nuh.

mmmm ia pak. terima kasih banyak pak ujr nuh seraya mengeluarkan uang sebagai imbalan untuk bapak tersebut karna telah mengantarkan dirinya sampai rumah.

eh wes wes wes ra papa... kambi wong e dewek ikih. sing penting waras slamet.

(eh udah udah nggak apa apa... sama orang sendiri inih. yang penting sehat selamet)

ujar bapak tersebut yang menolak imbalam dari nuh dan terlihat tergesa-gesa menyalakan motor dan pergi.

nuh yang sempat bersi keras ingin memberi imbalan tersebut tak bisa menahan kepergian bapak tersebut. akhirnya hanya terima kasih saja yang terlontar dari bibirnya.

ia pun menyeret kopernya memasuki gerbang rumah. yang sudah lama ia rindukan.

aku.. pulang... lirih nuh.

assalamualaikum... ujar nuh mengetuk pintu depan rumah. dengan rumah yang sudah gelap.

seperti biasanya rumah akan selalu gelap saat jam sepuluh malam. kecuali kamar fatimah di tingkat dua. karna nuh tau adik bungsunya itu takut gelap.

setelah ia mengucap salam tak ada jawaban.

ia pun mencari batu kecil untuk menyadarkan adiknya tersebut agar membukakan pintu.

klutak , suara batu mengenai kaca kamar fatimah.

dan saat itu juga bayangan seorang wanita menyeka kain hordeng. di susul dengan teriakan

mas nuh!!!!

ujar fatimah kegirangan dan menuju lantai bawah untuk membukakan pintu kakaknya tersebut.

krek-krek. kini kunci pintu rumah di putar dan pintu tersebut di buka...

terlihat seorang gadis dengan mata merah rambut berantakan berdiri di samping pintu.

wih... wis bali...!!!. (wih... dah pulang...!!!.)

ia dung... ujar nuh melangkah masuk setelah melepas sepatu.