Ayah Alea tersenyum melihat putri semata wayangnya membawa seorang lelaki, ke rumahnya.
Setidaknya seorang Ayah sepertinya ini pasti sedikit lega karena Alea memiliki kekasih.
"Jadi Kamu yang akan mempersunting anak saya?" tanya Ayah Alea.
Erwin menganggukan kepalanya, ia sangat sopan dan membuat Ayah Alea semakin menyukainya.
Ayah Alea tau karena setelah hari kemarin, Alea langsung menceritakan lelaki yang bernama Erwin tersebut.
Alea pamit untuk pergi kekamarnya, membiarkan dua lelaki beda usia itu mengobol banyak hal.
Sayup-sayup Alea bisa mendengar jika Ayahnya, menitipkan pesan untuk menjaganya.
Tentu saja Erwin menyanggupinya, membuat Alea menghembuskan napas berkali-kali.
Jika seperti ini akan sulit untuk Alea sendiri melepaskan Erwin nantinya, tak ada ruang untuk Erwin sendiri di hati Alea.
Semua yang dilakukan olehnya, semata-mata untuk membuat Ayahnya tenang.
"Lea.." panggil Ayahnya.
Membuat Alea yang sedang termenung didalam kamar pun langsung segera menemui sang Ayah.
"Iya..Yah, ada apa?" tanya Alea.
Secepatnya duduk disamping sang Ayah, "Beliin obat buah Ayah sana, ditemenin sama Mas Erwin," pintanya.
Alea bengong sejenak mencerna semuanya, didalam otak kecilnya sejak kapan jika lelaki yang bernama Erwin ini mempunya nama panggilan depan dengan kata 'Mas'.
"Kok bengong, kenapa?" tanya sang Ayah lagi.
Alea kemudian bangun, menatap Erwin kemudian berpamitan dengan Ayahnya untuk keluar membeli obat.
Erwin menahan tangan Alea sebentar, untuk berbicara sesuatu kepada wanita yang berada dihadapannya itu.
"Ada sesuatu yang mau aku bicarain dan ini serius," katanya.
Alea menahan napasnya, kemudian menatap balik Erwin.
"Ya..silahkan katakan," balas Alea.
Erwin menarik tangan Alea, dan membawanya masuk kedalam mobil untuk membicarkan hal yang dirasa penting menurut Erwin.
"Aku cuman mau tanya, kamu bener-bener serius untuk menikah apa hanya untuk main-main? Jika kamu hanya menjadikan Aku sebagai kebahagian Ayah kamu itu, Aku lebih baik mundur Lea. Karena hal seperti itu akan membuat kita rumit nantinya," tutur Erwin panjang lebar.
Jika menilik kebelakang Alea sengaja menerima cinta Erwin bukan tanpa alasan, itu semuanya hanya sebatas agar Ayahnya tak kepikiran dan bisa memperpanjang umurnya.
Namun rupanya Alea salah besar, karena Erwin mengendus semua tipu muslihatnya.Meskipun Erwin menerima semua permintaanya, tanpa syarat harus ini dan itu namun tetap saja ada hal yang harus didapatkan olehnya yaitu hati.
"Ak—u," ucapnya terbata.
"Lea kalo kamu masih menunggu seseorang, jangan libatkan saya didalamnya. Rasanya saya memilih sakit saat ini dibanding nanti ketika kita telah menikah," ungkap Erwin.
Semua perkataan Erwin dibenarkan oleh Alea, didalam hatinya Alea hanya berharap jika Herdy segera kembali.
"Lea.."
"Hm.." Erwin menatap Alea, kemudian berbisik.
"Kata orang jika kita berciuman sekali saja, kita bakal tau apakah ada rasa didalamnya atau tidak. Dan Aku mau mencobanya bersama Kamu,"
Alea terdiam dan terkejut dengan apa yang diucapkan oleh Erwin barusan, apakah lelaki yang berada dihadapannya ini sadar atau tidak meminta hal seperti itu kepadanya.
"Please.. supaya Kamu bisa yakin," pintanya memohon.
Alea masih ragu sangat ragu dan bingung, selama berhubungan dengan Herdy hal seperti itu memang belum pernah Alea lakukan.
Satu tangan Erwin terulur, mengenggam tangan Alea kemudian menatapnya dengan iba.
Alea hanya menganggukan kepalanya sebagai kode, jika ia akan melakukannya.
Erwin tersenyum senang, kemudian membenarkan posisinya mencoba untuk mendekatkan tubuhnya kehadapan Alea.
Alea memejamkan matanya dengan rapat, namun sebelum hal tersebut terjadi dering ponsel Erwin berbunyi.
Erwin langsung menarik tubuhnya, kemudian mengambil ponsel yang berada disaku celananya.
Alea bisa bernapas lega setidaknya ia masih mempertahankan semuanya, didalam hati Alea terus mengguman memanggil nama Herdy berkali-kali.
Entah membahas Erwin tengah serius dalam obrolannya, Alea sama sekali tak peduli, bahkan jika berbicara dengan wanita pun Alea tak akan cemburu.
Itu bahkan akan bagus untuknya nanti, melepaskan Erwin adalah salah satu list yang ada diotak Alea.
Selesai menjelaskan banyak hal, Erwin kemudian menutup sambungan teleponnya melirik sekilas kearah Alea.
"Maaf lama," ucapnya.
Alea hanya tersenyum kemudian memberikan kode, jika dirinya baik-baik saja dan tak mempermasalahkannya sama sekali.
Erwin segera menyalakan mesin mobilnya, segera menuju apotik yang besar untuk membeli obat calon mertuanya.
***
Tanpa Alea ketahui ada sesuatu hal yang terjadi antara Erwin dan Hamzah sang ayah, termasuk semua pekerjaan rahasianya.
Wajah tampan Erwin dan sikap lembutnya seolah menutupi semua sikapnya saat ini.
Erwin sedang memakai topeng, ia menjelma seperti malaikat penolong.
Berusaha untuk mengambil hati Alea namun suatu saat ini lelaki yang tengah menyamar sebagai malaikat pun akan membuka topengnya.
Selama perjalanan banyak hal yang Erwin tanyakan, entah itu hanya sekedar makanan favorit Alea atau warna kesukaannya.
Alea menjawab semua pertanyaan Erwin sebaik mungkin, dan tentunya Alea pun bertanya banyak kepada Erwin.
Kini keduanya telah tiba di apotik, Alea segera meminta resep yang sama kemudian Erwin membayarnya.
"Aku bawa uang kok," kata Alea.
Erwin tersenyum kemudian mengusap bahu Alea dengan lembuat.
"No problem," lirihnya.
Alea hanya mengucapkan terima kasih, apalagi selain itu yang Alea ucapkan.
Kenapa orang sebaik Erwin sangat sulit untuk Alea selami, pikirannya itu selalu saja tertuju kepada Herdy sang mantan kekasih yang Alea putuskan secara sepihak melalui hatinya.
Kini Erwin segera menuntun Alea membawanya masuk ke dalam mobil.
"Mau makan dulu?" tawar Erwin.
Alea mengeleng pelan, kemudian membuka suaranya.
"Ayah lagi nunggu di rumah, obatnya kan mesti diminum sekarang,"
Erwin pun menepuk pelipisnya, kenapa ia melupakan Hamzah dan malah mengajak Alea makan.
"Lain kali ya,"
"Siap, aku tunggu," kekeh Erwin.
Mobil pun kini melaju membawa Alea untuk pulang ke rumah, sementara kini suasa menjadi hening.
Erwin dengan rencananya, pun dengan Alea yang bingung harus bersikap seperti apa.
"Macet,"
"Hmm."
Erwin melihat ponselnya kemudian, membalas pesan yang terlihat sangat penting.
Tak lama kemudian Erwin menerima panggilan telepon, sesekali Erwin memakai bahasa jepang membuat Alea hanya mengerutkan keningnya.
Tak ada hal yang Alea curigai sedikit pun, Erwin mempunyai perusahaan dan wajar saja jika koneksinya banyak.
"Sorry.."
Alea hanya mengeleng sambil tersenyum, untuk apa meminta maaf toh jalanan juga macet dan Erwin menerima panggilan telepon itu ketika mobil berhenti bukan tengah melaju.
Erwin kembali bertanya, lelaki itu memberanikan diri untuk melawak.
Namun lagi-lagi Alea hanya tersenyum simpul, menanggapi lawakan Erwin dengan senyuman merekahnya.
Mungkin pertemuan pertama Erwin dan Alea seperti sedang di setting dan itu benar, namun Alea tak menyadarinya, yang Alea tau Erwin adalah sosok yang mendekati dirinya dari dua bulan lalu.
Tapi keberadaanya sering kali Alea tolak, semua yang berawal dari yang tak baik akan terjalin pun dengan tak baik-baik saja kedepannya, motto hidup Alea.