Chereads / Jadi Kamu Selalu Mencintaiku / Chapter 43 - Masuk ke Dalam Apartemennya (7)

Chapter 43 - Masuk ke Dalam Apartemennya (7)

Setelah minum, ia berbalik dan mengangkat mangkuk kosong untuk menunjukkan pada Ji Chicheng, "Paman, aku sudah selesai minum."

Sudah menjadi kebiasaannya sejak kecil ketika anak yang jatuh sakit dan patuh minum obat, pasti akan diberi pujian.

Saat itu, ketika ia baru saja datang di keluarga Ji, ia selalu berusaha melakukan yang terbaik dalam segala hal. Mulai dari prestasi akademis hingga mau minum obat ketika sakit.

Ia tidak pernah membuat ibunya mengkhawatirkannya sedikit pun.

Setiap ia minum obat dengan patuh, ibunya akan memujinya karena penurut. Ketika ia kecil, ia memiliki fisik yang sangat buruk dan sering jatuh sakit. Jadi setelah meminum obat, sudah menjadi kebiasaannya untuk meminta pujian kepada ibunya dan satu-satunya orang yang benar-benar menyayanginya.

"Oh..."

Melihat pria itu berdiri di sana tidak bergerak dengan wajah acuh tak acuh, Ji Anning langsung kembali menarik tangannya, dan tersenyum bodoh karena tindakannya.

Ji Anning, kamu sudah gila, ya?

Kamu benar-benar melakukan tindakan kekanak-kanakan di depan Ji Chicheng.

Mau kesal pun juga sudah terlambat, kini Ji Anning hanya bisa tersipu malu dan menundukkan kepalanya. Kemudian ia berkata dengan suara yang sangat kecil seolah terdengar seperti dengungan nyamuk, "Paman, aku akan mencuci mangkuknya."

Ia berkata sambil melangkahkan kakinya untuk berjalan menuju dapur. Ketika ia baru saja memasuki tempat tinggal Ji Chicheng ini, ia sudah mengamati seluruh bagian rumah sehingga ia tahu harus berjalan kemana jika menuju dapur.

Saat ia ingin melangkah keluar ruangan, Ji Chicheng tiba-tiba mengulurkan tangannya dan meraih tangan Ji Anning. Kemudian ia mengambil mangkuk itu dari tangan Ji Anning dan meletakkannya kembali di atas meja kopi, "Nanti akan ada orang datang untuk membersihkannya."

Seseorang akan datang untuk membersihkan… Apakah pemilik gaun yang ia kenakan sekarang?

  "Ayo pergi."

Ketika Ji Anning berpikir tentang orang yang dimaksud Ji Chicheng itu. Tiba-tiba Ji Chicheng mengajaknya untuk segera pergi dengan sikapnya yang acuh tak acuh, kemudian ia pun berjalan menuju pintu keluar.

Melihat sosoknya yang tinggi sudah melangkah jauh darinya, Ji Anning pun langsung bergegas untuk menyusulnya.

Setelah memasuki lift, mereka berdua berdiri berdampingan dengan jarak agak jauh, dan sepertinya bisa diisi satu orang lagi di tengah-tengah mereka.

Ji Anning merasa wajahnya masih panas, seperti sedang terbakar, dan kepalanya juga terasa sedikit pusing.

Ji Anning paham bahwa ini bukan lagi karena merasa gugup atau canggung, tetapi ini adalah gejala masuk angin.

Suhu di dalam mobil sedikit tinggi. Sehingga saat Ji Anning naik ke mobil ia merasa lebih panas. Ji Chicheng sengaja tidak menyalakan AC saat ini. Terlebih lagi, Ji Chicheng juga mengunci jendela jadi Ji Anning tidak bisa membuka jendela untuk menikmati hembusan angin.

Badannya kini terasa sangat panas dan gejala demam semakin terlihat jelas.

"Paman."

Akhirnya, dia memberanikan diri untuk berbicara. Karena badannya demam, sehingga tenggorokannya menjadi agak serak.

"Ya." Ji Chicheng yang berada di depan menjawab tanpa melihat ke belakang.

Ji Anning mengatupkan bibirnya dan merenung, "Aku kepanasan, bolehkah aku membuka jendela sedikit?"

Ketika bersama dengan Ji Chicheng, ia bahkan tidak memiliki hak apapun. Bahkan jika ingin membuka jendela mobil saja ia harus mendapatkan persetujuan darinya.

Ji Chicheng tidak ingin mempersulitnya, ia pun langsung membukakan jendela yang ada di samping Ji Anning hingga setengah kacanya terbuka.

Meski hanya membukakan jendela mobil sedikit dan tidak terkena angin, namun udara dari luar tetap membuatnya merasa sejuk dan nyaman.

Ia memiringkan lehernya, kepalanya menghadap jendela mobil, kelopak matanya terasa berat, dan ia menyipitkan mata melihat pria yang ada di kursi pengemudi.

"Paman."

Dalam keadaan pusing, Ji Anning tidak bisa berpikir jernih lagi, dan ia memanggil Ji Chicheng dengan suara serak, seperti kucing yang sedang menangis.

Suara itu membuat Ji Chicheng merinding dan sedikit kaget. Namun ia juga tidak bisa menahan diri untuk tidak menoleh dan menatap gadis yang ada di kursi belakang.

Tubuhnya yang lemas dan meringkuk sehingga terlihat seperti anak kecil. Sikap Ji Chicheng yang dingin setelah melihat kondisi Ji Anning yang seperti itu seketika ia pun langsung melembut, "Iya, ada apa?"

Suara Ji Chicheng yang lembut seperti itu belum pernah Ji Anning dengar sebelumnya.

Tapi, karena kepalanya terasa pusing, sehingga Ji Anning jadi tidak merasa ada sesuatu yang berbeda dari Ji Chicheng saat ini. Lalu Ji Anning pun bertanya, "Aku dengar kamu akan menjadi dosen di Universitas T?"

Tiba-tiba, ia tidak menyanggah kepalanya dengan tangannya lagi dan bergegas menegakkan badannya. Ini ia lakukan untuk memulihkan energinya dalam waktu yang singkat. Wajahnya terasa sangat panas, sehingga ia pun menepuk-nepuk wajahnya dengan kedua tangannya.