Pagi hari Okta bangun dan bersiap untuk berangkat kerja. Dia berniat untuk datang lagi untuk mencari tahu nama pria itu. Dia berjalan menuju toko sepatu. Sesampainya di sana, Okta melamun memikirkan pria itu. Rekan kerjanya yang bernama Salsa menghampirinya dan memecahkan lamunan Okta.
"Hei melamun aja, Reza kenapa dia bikin ulah lagi?" merangkul Okta.
"Kaget tau" Okta menghela nafas berat, "bukan itu, dia udah gak chat kok" ucapnya.
"Oh jadi kamu kehilangan gitu? makanya kek gini?" tanyanya masih penasaran.
"Bukan itu, tapi..." menghentikan ucapannya.
"Apa ngomong dong, jangan bikin orang penasaran deh" desaknya.
"Kemarin ada cowok yang minta nomor telepon ku" ucapnya pelan.
"Hah? apa? Okta kasih?" tanyanya.
"Gak sih tapi dia ngasih nomor teleponnya terus aku chat dia"
"Hadeuh itu sama aja kamu ngasih, siapa emang namanya? ganteng gak? ganteng mana sama Reza?" tanya Salsa.
"Ih ganteng dia lah" sahut Okta.
"Siapa namanya?" tanyanya lagi.
"Gak tau" jawab Okta singkat.
"Gimana sih masa gak tau, gak bakal aku rebut kok, cuma pengen tau namanya aja" ucapnya kesal.
"Iya emang aku gak tau namanya, aku lupa, udah 6 tahun aku di luar kota, beberapa nama orang sini aku lupa tapi inget wajahnya makanya aku chat dia" jelas Okta.
Salsa mengangguk paham. "Eh tunggu deh, memangnya dia umur berapa? seumuran?"
"Gak tau juga, tapi kayaknya 29 deh" jawab Okta dan berdiri.
"Hah? Gila, beda 10 tahun dong sama kamu" ucapnya terkejut setelah mendengar itu.
Okta hanya berdeham dan meninggalkan Salsa. Waktu istirahat tiba. Okta pergi ke luar untuk membeli makanan. Dia membeli somay 2 porsi dan kembali ke toko memberikan makanan kepada Salsa dan memakannya.
"Hm Ta" menelan makanan.
Okta hanya berdeham.
"Kalo gitu dia udah om om dong, apa dia belum nikah?"
Okta tersedak mendengar pertanyaan Salsa. Mengambil air dan meminumnya untuk menghilangkan batuknya.
"Etdah bahas dia lagi" minum kembali.
"Ya penasaran, kok dia minta nomor telepon kamu, emang istrinya gak marah apa? biasanya umur segitu udah nikah kan?" tanyanya kembali.
"Iya juga ya, tapi kayaknya belum deh"
"Yakin?" memastikan.
"Nanti aku tanya deh sama dia". ucapnya dan menghabiskan makanan.
Pukul 4 sore waktunya untuk pulang. cuaca sudah mendung menandakan bahwa akan turun hujan. Salsa menawarkan untuk mengantar Okta pulang namun dia tolak, karena sebelumnya dia sudah bilang ke pria itu bahwa dia akan datang. Hujan pun mulai turun, Okta berlari menuju ke arah pria itu kerja.
"Hai" dengan nafas yang tersengal-sengal.
Pria itu tersenyum dan menghampiri Okta. "Kenapa lari lari?" tanyanya lembut.
"Hehe hujan tuh aku gak mau basah, tapi ini udah basah" menunjukkan sepatunya yang basah dan menyisir rambutnya dengan tangan.
Pria itu memegang tangan Okta. Okta membulatkan matanya. Pria itu mengelus punggung tangannya dengan jempolnya. Jantung Okta berdebar kencang, grogi terlihat dari tingkah Okta yang tak berani memandangnya apa lagi melihat tangannya.
"Kamu pernah pacaran?" tanya pria itu.
"Iya kenapa emang om?" memberanikan diri untuk melihat kearahnya.
"Suka ngapain aja kalo pacaran?" tanyanya lagi.
"Ya main gitu deh jalan-jalan, ngobrol" jawabnya dengan polos.
"Gal pernah ngelakuin apa gitu?" tanyanya yang membuat Okta bingung.
Okta mengerutkan keningnya, "maksud om?" tanyanya tak mengerti.
"Pelukan atau ciuman gitu, pernah?" ucapnya.
Okta membulatkan matanya dan melepaskan tangan pria itu.
"Apa sih om nanya kayak gitu, ya gak pernah lah" jawab Okta kesal.
Pria itu tersenyum melihat tingkahnya yang sekarang sedang cemberut dibuatnya. Pria itu kembali memegang kedua tangannya. Okta masih kesal dan mengalihkan pandangannya dari pria itu.
"Dingin gak? kalo dingin masuk aja jangan diluar masih hujan juga" tawarannya.
"Gak mau biarin aja aku di sini, gapapa kedinginan juga" jawabnya ketus.
Tanpa merasa salah, pria itu melepaskan tangannya dan kembali memfotokopi. Okta tetap berdiri dengan tangan yang bersangga di atas etalase. Sesekali pria itu memegang tangan Okta.
"Om" panggil Okta.
"Apa?" tanyanya.
"Aku ngantuk, tapi ini masih hujan, duduk disini basah" menunjuk ke arah bangku yang basah terkena air hujan.
"Ya udah masuk aja, bentar om buka dulu pintunya"
Okta mengangguk kecil. Tempatnya itu ada dua ruang, yang pertama tempat fotocopy dan sebelahnya tempat penyimpanan kertas kertas yang disekat dengan dinding. Okta masuk dan pria itu menutup pintunya.
"Tidur aja, nanti kalau hujannya reda om bangunkan kamu" menunjuk ke kursi panjang.
Okta duduk dan melihatnya pergi ke ruang sebelah. Dia kembali melakukan kerjanya. Okta merebahkan tubuhnya di kursi itu. Ketika menatap langit-langit ruangan itu ia tersadar apa yang dilakukan olehnya itu salah dan kembali terduduk. Pria itu kembali melihat untuk memastikan apakah Okta tidur atau tidak, tetapi Okta tidak tidur dan menghampiri Okta.
"Kenapa gak tidur? katanya ngantuk" duduk disampingnya.
"Aku jadi gak ngantuk om" jawabnya, "masih hujan ya om?" tanyanya.
Pria itu mengangguk kecil. Okta bingung untuk pergi dari sana. Hingga dia melamun.
"Hei kenapa?" tanyanya dan memegang tangan Okta lagi.
"Udah sore om, aku pulang aja ya, udah mau gelap juga" ucap Okta.
Pria itu mengangguk paham. Pria itu membukakan pintu untuknya. Okta tersenyum dan melambaikan tangannya. Sesampainya di rumah Okta duduk di depan TV sambil makan. Dia teringat kejadian tadi yang membuatnya baper kepada pria yang belum diketahui namanya itu. Dia kemudian membuka media sosialnya dan melihat postingan dari pria itu, dimana pria itu memposting foto yang disertai dengan namanya. Okta langsung mengirimi pesan kepada pria itu.
Okta : Teguh..
No name : Iya
Okta : Itu nama om? kenapa gak bilang?
Pria yang bernama Teguh itu tak membalas pesan dari Okta hanya melihatnya saja. Okta kesal karena dia tak membalas pesannya tapi dia juga senang karena telah mengetahui namanya dan langsung mengganti nama kontaknya dengan nama om Teguh.