Chereads / I Have To Go / Chapter 3 - Pertemuan Kedua

Chapter 3 - Pertemuan Kedua

Okta bangun jam 5 pagi, dia mulai memasak untuk sarapan. Sambil menunggu nasi matang, Okta menonton tv. Ponsel Okta berdering menandakan telpon masuk. Okta melihat layar ponselnya yang bertuliskan nomor yang tidak ia kenal dan menekan tombol hijau kemudian menempelkannya di telinga kirinya.

"Halo" Okta memulai pembicaraan.

"Kamu dimana?" tanya pria diseberang sana.

"Maaf ini siapa ya?"

"Lah aku udah nyampe tapi harus kemana ini, rumah kamu yang mana satu"

"Ini siapa ya? maaf saya tidak tau anda" memutuskan telponnya.

Suaranya kok mirip sama om Teguh ya, batin Okta. Sudah 5 hari Okta tak menemui Teguh. Setelah orang tadi telpon, Okta memutuskan untuk menghubungi Teguh.

Okta : Pagi om

Tak lama Teguh membalas pesan singkatnya.

Om Teguh : pagii

Okta : Om boleh tanya gak?

Om Teguh : Apa?

Okta : Tadi om telpon aku?

Om Teguh : Gak, om gak telpon siapapun, ini juga baru pegang ponsel

Okta hanya melihat pesan dari Teguh tanpa membalasnya. Okta pergi ke kamar untuk mengambil handuk, ketika di kamar ponselnya kembali berdering menandakan pesan masuk. Okta kembali dan membuka ponselnya. Dia membulatkan matanya ketika melihat pesan dari Teguh.

Om Teguh : Hari ini mau kesini?

Okta tersenyum melihat pesan itu. Dia nunggu aku, batin Okta.

Okta : Sekarang?

Om Teguh : Iya

Okta : Terlalu pagi om, lagian aku juga harus kerja

Om Teguh : Bentar aja gak bakal lama

Okta menyetujui permintaan Teguh. Okta segera bersiap untuk pergi ke tempat kerjanya. Jalan masih sepi belum banyak kendaraan yang berlalu lalang. Okta berdiri di depan ruko tempat Teguh kerja dan mengirimkan pesan kepada Teguh.

Okta : Om aku udah di depan

Om Teguh : Iya

Teguh keluar dari rumahnya yang bersebelahan dengan ruko tersebut. Dia membuka kunci pintu masuk ruko tersebut dan menoleh ke arah Okta mengisyaratkan untuk masuk. Okta yang mengerti maksudnya itu menurut untuk masuk tanpa bertanya. Okta menyimpan tasnya di kursi panjang. Ketika Okta membalikkan badannya, Teguh sudah berada didepan yang berjarak satu jengkal. Teguh memegang kedua tangan Okta. Okta hanya bisa tertunduk malu.

"Gini dong datang pagi, kan enak masih seger" ucap Teguh.

Okta membulatkan matanya dengan penuh tanya maksud dari yang dilakukan oleh Teguh.

"Ada apa emang om?" tanyanya dengan menatapnya.

"Om kangen" jawabnya sambil tersenyum.

Okta tersipu merasa bahwa perasaannya akan terbalas. Okta kembali menundukkan kepalanya lagi karena pipinya mulai menghangat.

"Kenapa?" mengangkat wajah Okta untuk kembali menatapnya.

Okta hanya menggelengkan kepalanya.

"mumpung gak ada yang ganggu, kamu mau apa sama om?" godanya.

Okta mengalihkan pandangannya ke arah lain, dan memikirkan apa yang akan dia minta. Teguh duduk di kursi dan menarik Okta hingga Okta duduk menyamping di pangkuannya. Okta tersenyum dan melingkarkan tangannya di leher Teguh.

"Biasanya sih kalau anak remaja kayak kamu suka pengen tau" ucapnya.

Teguh melingkarkan tangannya di pinggang Okta. Jantung Okta berdebar kencang setelah duduk di pangkuannya. Okta masih tersenyum untuk menutupi rasa groginya.

"Om gak bakal marah kok" ucapnya kemudian tersenyum.

Tanpa berkata, Okta memeluk Teguh dengan hangat dan Teguh mengusap punggung Okta.

"Udah belum?" tanya Teguh karena Okta memeluknya lama.

Okta merenggangkan pelukannya, mengangguk kecil dan tersenyum kembali.

"Mau duduk terus? Nanti telat loh" tanya Teguh.

Okta melihat jam tangannya dan langsung berdiri begitupun Teguh juga ikut berdiri. Okta merapihkan kembali pakaiannya agar tak terlihat berantakan dan mengambil tasnya.

"Hm makasih ya om" ucap Okta tersenyum.

Teguh tanpa berkata kembali memeluk Okta.

"Kalau mau datang aja kesini" melepaskan pelukannya.

Teguh membukakan pintu untuk Okta. Okta tersenyum dan melambaikan tangannya. sepanjang perjalanan Okta tersenyum mengingat kejadian tadi hingga di toko pun masih saja tersenyum. Salsa yang melihatnya kebingungan sendiri karena tak seperti biasanya Okta seceria ini. Pelanggan masuk ke toko itu, dengan sigap Okta langsung menghampiri ibu-ibu yang datang.

"Ada yang bisa dibantu bu?" tanyanya dengan senyuman.

Ibu itu menanyakan beberapa sepatu hingga Okta harus menurunkan semua sepatu yang terpajang di atas. Okta kembali bertanya.

"Gimana bu cocok sepatunya?" yang masih tersenyum.

Kemudian ibu itu menanyakan masing-masing harganya yang sudah Okta keluarkan. Masih dengan senyuman Okta menyebutkan harga sepatu yang berbeda-beda itu. Merasa tak puas, ibu itu membatalkan pembelian dengan alasan tak ada yang cocok. Dengan ramah Okta tersenyum dan berterima kasih kepada ibu karena sudah mampir ke toko itu. Salsa menghampiri dan membantu Okta membereskan sepatu yang berserakan.

"Kamu gak emosi apa? aku emosi tau liatnya, udah berantakan gini gak beli" omelnya.

"Haha namanya juga pembeli ya suka suka lah" yang masih tersenyum.

Salsa menempelkan tangannya ke kening Okta kemudian menempelkan ke keningnya sendiri untuk menyamakan suhu tubuhnya.

"Okta sehat? Biasanya kalau ada yang kayak gitu kamu suka marah marah" tanyanya.

"Aku sehat, ini buktinya aku ada di sini sekarang" tersenyum kepada Salsa.

Salsa bergidik ngeri melihat tingkah Okta yang aneh.

"Kenapa sih? coba cerita!" serunya.

"Om Teguh sal" ucapnya yang kembali tersenyum.

"Kamu jadian sama dia?" tanyanya terkejut.

"Haha bukan, gak kok, eh belum jadian kok" berdiri dan menyimpan sepatu ke rak atas yang di ikuti oleh Salsa.

"Terus?" tanyanya yang penuh penasaran.

"Dia kangen aku sal" tersipu dengan ucapannya sendiri.

"Halu ya, mana mungkin coba dia bilang gitu" elak Salsa yang tak percaya dengan ucapan Okta.

"Beneran dia sendiri kok yang bilang ke aku langsung" meyakinkan Salsa.

"Dia belum punya istri apa?" Tanya Salsa.

"Kayaknya belum deh, kalau dia udah punya gak bakal dia kayak gini ke aku" jelasnya.

"Emang dia ngapain?" tanyanya kembali.

"Dia pegang tangan aku, aku baper tau belum pernah aku dipegang tangan selembut om Teguh" tersenyum dan mengingat kejadian pagi.

"beuh pantesan kayak gini ceria gak biasanya. Aku doain aja biar cepet jadi"

Okta mengaminkan dan memeluk erat Salsa karena kegembiraan dia.