Pagi-pagi sekali, rombongan Suro sudah keluar dari biara Shao Lin setelah sebelumnya mereka berpamitan pada para petinggi dan murid-murid Shao Lin, dibalut dengan suasana yang penuh kesedihan. Bagaimana tidak, kemungkinan untuk kembali ke negeri kelahiran Rou Yi dan Li Yun bisa dikatakan tidak ada, sehingga mereka pun tak mungkin pula bisa mengunjungi kuil Shao Lin.
Tan Bu memacu kereta kudanya dengan santai, mengingat kondisi Li Yun yang tidak boleh mengalami terlalu banyak goncangan dalam perjalanan.
Suro yang berada disamping Tan Bu menampakan wajah yang begitu ceria. Ia sudah tak sabar ingin kembali ke negerinya bersama dua orang gadis yang kelak akan ia nikahi. Ia sedang membayangkan kehidupan barunya seperti yang pernah ia impikan bersama Yang Li Yun.
"Bagaimana perasaanmu, adik Luo?" Tan Bu membuka kalimatnya dengan sesekali melirik ke arah Suro.
Lelaki itu terlihat senang melihat pemuda disampingnya itu tampak bahagia.
Suro memandang Tan Bu sejenak sambil tersenyum, lalu kembali mengarahkan pandangannya ke depan.
"Alhamdulillah," katanya, "Hatiku terasa sangat senang. Aku tak sabar ingin lekas sampai ke negeriku."
Tan Bu juga tersenyum, "Aku turut merasa berbahagia sekaligus berterima kasih adik mau mengajakku."
"Kakak Tan, jika kau tidak ikut, bagaimana aku merasa berbahagia? Yang ada aku akan selalu memikirkan keadaanmu."
Mendengar jawaban Suro, Tan Bu tertawa lebar sambil menghentak tali kekang kereta kudanya.
"Di negeri ini, aku tidak punya siapa-siapa lagi. Jadi aku bisa bebas pergi kemanapun yang aku mau. Tetapi, usiaku juga semakin lama semakin menua, dan perlu juga memikirkan waktu untuk beristirahat," katanya.
Sambil tersenyum, Suro mengelus pundak Tan Bu, "Itulah sebabnya kakak kubawa."
Lalu mereka berdua tertawa gembira.
Setengah perjalanan menempuh waktu sekitar setengah hari, mereka melihat beberapa puluh prajurit berada tak jauh sejarak batas pandangan mata. Hal itu membuat Tan Bu buru-buru menarik tali kekang kudanya sehingga kereta mereka pun berhenti.
Li Yun dan Rou Yi yang berada di dalam kereta kemudian mengeluarkan kepalanya dari balik jendela, dan berhenti mengajukan pertanyaan ketika mereka melihat belasan orang berpakaian prajurit sedang mengadakan pemeriksaan dipenghujung batas penglihatan mereka.
"Bagaimana ini?" Tan Bu kelihatan mulai panik.
Suro tak langsung menjawab, tetapi terus memperhatikan situasi yang ada didepannya.
"Apakah mereka tahu jejak kita?" Suro bertanya juga meminta pandangan pada Tan Bu, "Apakah ada mata-mata selama perjalanan kita, atau memang ada mata-mata dalam biara Shao Lin?"
Tan Bu terdiam dengan kening berkerut. Ia merasa kalimat yang diucapkan Suro bisa jadi benar. Barangkali, ketika tragedi di Lembah Gezi, perwira Chou datang kembali, dan menemukan kediaman Tabib Hu sudah kosong, lalu memerintahkan anggotanya untuk melakukan pengejaran.
Atau memang, ada orang dalam biara Shao Lin yang menyusup dan memberikan informasi tentang rencana mereka untuk meninggalkan negeri China, lalu melakukan pemblokiran jalan ke arah pelabuhan.
"Aku fikir, apa yang kau sampaikan benar," ucap lelaki itu pada Suro, "Bisa jadi ada penyusup dalam biara Shao Lin dan memberikan informasinya kepada Perwira Chou!"
Suro terdiam sesaat, lalu berkata pada Tan Bu, "Kita putar balik saja!"
"Kembali ke biara?"
"Tidak!" jawab Suro, "Kita cari tempat bersembunyi yang aman!"
Tan Bu langsung memutar kereta kuda yang ia kendalikan ke arah berlawanan dari jalan semula, kemudian memacunya dengan kencang.
Dalam hati, Suro sempat mengeluhkan kejadian seperti ini. Harapannya untuk cepat kembali akhirnya tertunda, entah sampai kapan. Karena, tidak mungkin para prajurit itu berjaga hanya semalam. Pastilah sampai buruannya ketemu, dan itu bisa berbulan-bulan lamanya.
Belum hilang rasa keterkejutannya, dari arah yang berlawanan, beberapa puluh orang berkuda mendatangi mereka dengan kecepatan tinggi, dan arahnya pun agak melebar dengan membentuk formasi mengepung. Yang membuat hati mereka bergetar adalah, mereka semua berpakaian prajurit, kecuali satu orang lelaki yang berada paling depan berpakaian seperti pendekar.
"Gawat!" Tan Bu berseru.
Karena tak ada jalan lain, kepungan dari para penunggang kuda berpakaian prajurit itu membuat Tan Bu menghentikan keretanya.
Begitu dekat, prajurit yang berjumlah puluhan orang itu langsung mengangkat busur dan memasang anak panahnya yang diarahkan pada Suro dan Tan Bu. Sewaktu-waktu, anak panah bisa langsung meluncur dan menembus tubuh mereka.
Seorang lelaki berpakaian pendekar yang berada di antara para prajurit itu maju ke depan sambil tersenyum dingin. Matanya yang tajam memandang Suro dengan pandangan sinis.
"Kau yang bernama Luo Bai Wu, seorang pendekar dari selatan, pendekar lembah damai?" tanyanya memastikan tanpa turun dari kuda.
Kalimat lelaki itu yang memang adalah Chen Lian terdengar angkuh seperti ucapan majikan terhadap budaknya.
Suro merasa agak sedikit gerah dan berusaha menahan diri dengan tersenyum, ia lalu turun dari kereta kudanya sambil melirik Li Yun dan Rou Yi dengan isyarat matanya agar tetap berada di dalam kereta.
Pemuda itu menangkupkan kepalan tangannya ke depan, dan tanpa membungkuk ia berkata, "Anda benar, saya Luo Bai Wu!"
Mendengar kalimat Chen Lian yang mengetahui namanya, Suro menjadi yakin, bahwa orang-orang ini datang dengan maksud menangkapnya atas perintah Perwira Chou. Dan itu juga membuktikan bahwa ada penyusup di dalam biara Shao Lin. Karena, saat ini hanya orang-orang dari biara Shao Lin yang mengetahui nama dan asal negerinya.
"Kalau boleh tahu, anda siapa dan ada maksud apa?" Suro melanjutkan.
Chen Lian menaikkan sudut bibirnya sambil tertawa terkekeh dengan kesan meremehkan.
"Namaku Chen Lian, aku adalah sahabat dari Perwira Chou!" jawabnya. Kemudian ia turun dari kudanya dan melanjutkan, "Kau pasti sudah tahu maksud kehadiran kami, jadi tak perlu buang-buang waktu lagi."
Suro mengerutkan dahi, cuaca yang panas menjelang tengah hari membuatnya lebih berkeringat.
"Maafkan saya, tuan Chen Lian," sahut Suro, "Apakah maksud anda adalah untuk menangkap saya?"
"Tepat sekali!" ia berkata dengan tersenyum, "Kalau kau patuh dan ikut kami tanpa melawan, aku akan menjamin keselamatan orang-orang yang berada dibelakangmu!"
Tatapan mata Chen Lian beralih pada Tan Bu dan dua sosok tubuh dalam kereta.
Sebenarnya, beberapa puluh orang di belakang Chen Lian bukanlah ancaman baginya. Ia masih bisa menghindari serangan anak panah itu jika terlepas dari busurnya dengan melakukan serangan mendadak. Yang ia takutkan adalah, orang-orang yang bersamanya tentu tak mempunyai keahlian seperti dirinya.
Melihat tatapan mata Chen Lian yang seolah menerobos ke dalam isi kereta, Suro menjadi was-was. Sasaran bukan lagi hanya pada dirinya, tetapi bisa jadi jika lelaki itu tahu bahwa didalamnya ada dua orang gadis cantik, pasti akan merubah kata-kata yang sudah diucapkannya barusan.
Benar saja, Chen Lian langsung melangkah maju mendekati kereta, senyumnya semakin menyeringai seperti serigala yang mendapati buruannya begitu ia melihat dua orang gadis sedang merapatkan diri pada sandaran kursi agar tak terlihat.
Buru-buru, Suro memapas langkah Chen Lian.
"Tuan Chen Lian," katanya, "Saya bersedia ikut dengan anda, asal tuan memegang kata-kata tuan tadi!"
Suro berusaha agar tidak terjadi keributan ditempat itu mengingat keselamatan Tan Bu dan dua orang gadisnya bakal terancam. Maka ia berencana untuk mengikuti kemauan Chen Lian kemudian memikirkan langkah berikutnya ketika dirasa mereka sudah dalam keadaan aman.
Chen Lian menghadapkan wajahnya ke arah Suro dengan pandangan tidak suka, lalu mendorong tubuh Suro dengan satu tangan dan Suro sengaja membiarkan tubuhnya terdorong dengan tak melawan.
"Kamu mau melawan?" ia bertanya dengan menggemeratakkan giginya, " Minggir!"
Suro diam tak bergerak. Melihat kecantikan paras Li Yun dan Rou Yi dari tempatnya berdiri, ia bisa memastikan kalau Chen Lian pasti tergoda dan akan berubah fikiran.
Chen Lian memberi isyarat pada prajurit yang berada dibelakangnya dengan mengangkat tangan, beberapa dari mereka langsung maju mengepung Suro dengan mata anak panah diancamkan ke tubuhnya. Sedang beberapa orang lagi berlari menuju ke kereta.
Setelah melihat isi dalam kereta, prajurit itu mengancam dengan anak panahnya dan meminta mereka untuk keluar.
Yang Li Yun dan Yin Rou Yi pasrah, lalu keluar dari dalam kereta.
Melilhat keadaan itu, Tan Bu mulai terpancing, namun isyarat tangan Suro membuat gerakannya berhenti.
Begitu dua sosok anggun terlihat, Chen Lian berdecak kagum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Matanya jelalatan nakal memandangi satu-satu tubuh Rou Yi dan Li Yun yang berdiri masih mengenakan tongkat, terlihat wajahnya tengah membayangkan sesuatu.
"Ah, kacau!" Suro mengumpat dalam hati. Kalau kejadiannya sudah seperti itu, barangkali pertarungan ditempat ini tak bisa dihindari lagi. Tentu ia akan sangat kesulitan melindungi Rou Yin dan Li Yun.
Chen Lian mendesak Suro dengan tangannya, tetapi Suro langsung menangkap tangan Chen Lian dan memutarnya dengan gerakan kuncian.
Chen Lian cukup berpengalaman dalam pertarungan, sebelum tangannya berhasil dikunci oleh Suro, ia sudah melancarkan tendangan belakangnya, membuat Suro langsung melompat menjauh.
Wut! Wut! Wut!
3 anak panah melesat tiba-tiba menyerang Suro, memaksanya untuk berkelit kesana kemari hingga ia berhasil meloloskan dirinya dari serangan.
"Kakak!" Li Yun dan Rou Yi berseru bersamaan dengan nafas tertahan melihat Suro terancam.
Chen Lian langsung mengangkat tangannya. Prajurit yang siap melepaskan anak panah akhirnya menahan diri.
Lelaki itu tersenyum dingin sambil menggantung kedua tangannya terlipat dibalik pinggang. Lalu ia mendekati Suro yang menatapnya.
"Apakah kau mau melawan?" Nada suaranya mengancam sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Suro.
"Tuan Chen," Suro berkata, "Jika anda ingin membawa saya, silahkan. Saya akan ikut tuan. Tetapi, itu tidak akan pernah terjadi jika tuan menyakiti mereka!"
Sinis, tatapan Chen Lian menggambarkan emosinya karena Suro berkata seperti balik mengancamnya.
"Aku tak butuh tawaranmu. Kalau aku mau bawa, pasti kubawa. Kalau perlu akan kubunuh sekalian. Aku tak butuh negoisasi dari seorang buronan!"
Ia kemudian mengatakan pada para pengawal yang mengancam Rou Yi dan Li Yun, "Bawa mereka, dan bunuh lelaki itu!"
Chen Lian memerintahkan untuk membunuh pula Tan Bu. Tan Bu tak mau diam, ia langsung melompat dari kereta begitu anak panah dilepas ke arahnya.
Li Yun karena kondisinya tak bisa melawan hanya bersikap pasrah begitu tubuhnya dicekal, begitu pula dengan Rou Yi.
Suro langsung memutar tubuh ketika prajurit yang mengelilinginya melepaskan anak panah, kakinya pun berputar melakukan sebuah tendangan bulan sabit. Anak panah lolos di atas kepalanya, dan kaki belakangnya bersarang menampar keras dibeberapa kepala pemanah.
Plak! Plak! Plak!... Plak!
Satu putaran tendangan bulan sabit ke arah kepala berhasil menjatuhkan beberapa orang prajurit yang tadi melepaskan anak panah padanya dengan suara benturan yang keras akibat tubuh-tubuh yang berjatuhan di atas tanah.
Sontak Chen Lian langsung mengeluarkan pedang yang terselip dipinggangnya, lalu menyerang Suro dengan gerakan sangat cepat!
"Kakaaak!" Rou Yi berteriak, ketika salah seorang prajurit menempelkan pedangnya ke leher Rou Yi.
Li Yun pun mendapat perlakuan yang sama.
Sret!!
Satu sabetan pedang Chen Lian berhasil menggores lengan kirinya hingga mengeluarkan darah. Teriakan Rou Yi telah membuatnya lengah dan membuka peluang lelaki itu mengayunkan pedangnya ke bagian tubuh Suro.
Pemuda itu langsungmengernyitkan dahi, karena luka sabetan pedang Chen Lian terasa perih.
Chen Lian kemudian tertawa menang, pedangnya kembali ia tempelkan ke leher Suro dengan pandangan mengejek.
"Berani melawan?" tanyanya, sudut bibirnya terangkat mengabarkan bahwa dia sudah menang. Chen Lian saat itu merasa beruntung, adanya Rou Yi dan Li Yun membuatnya lebih mudah menangkap Suro.
Melihat kondisi itu, Suro tak bisa berbuat apa-apa, tatapan matanya menunjukkan kekhawatiran begitu melihat Li Yun dan Rou Yi dalam keadaan terancam. Rencananya menjadi kacau!
"Kalau mau bawa, bawa saja aku! Tak usah libatkan mereka!" Suro berkata dengan suara keras menahan geram.
"Ha.Ha.Ha....Ha! Kau tak perlu mengaturku. Aku mau bawa atau tidak, itu terserah," jawabnya, lalu pedang yang ia tempelkan ditekannya lebih kuat dan menariknya perlahan.
Segaris goresan dari pedang Chen Lian mengiris kulit leher Suro hingga mengeluarkan darah, membuat pemuda itu mengatupkan giginya dengan kuat menahan sakit. Dalam hati, pemuda itu hanya bisa pasrah dan berdoa untuk keselamatan orang-orang yang ikut bersamanya.
"Aku sudah lama tidak menikmati daging yang lezat," katanya dengan membuat istilah menikmati tubuh gadis sebagai daging yang lezat.
Suro faham yang dimaksud oleh Chen Lian, wajahnya mulai memerah menahan amarah, membayangkan lelaki itu akan berlaku kurang ajar terhadap Li Yun maupun Rou Yi.
"Jika kau berani menyentuhnya, aku akan membuatmu seperti Yun Se! Bahkan lebih parah lagi" Suro mengancam dengan menyebut nama Yun Se. Ia yakin, kalau Chen Lian mengenal orang yang namanya ia sebut.
Chen Lian makin tertawa lebar hingga tubuhnya berguncang. Tangan kirinya menyentuh tubuh Suro dengan jari telunjuknya.
"Sekarang, kau bisa apa? Menyelamatkan diri sendiri saja tidak bisa!" ejeknya sambil menunjuk-nunjuk dada Suro.
Setelah mengatakan itu, Chen Lian mengangkat tangan dan melanjutkan ucapannya yang ditujukan pada para prajurit, "Ikat kedua gadis itu, dan bunuh lelaki kusir keretanya!"
Baru selesai berbicara, sebuah anak panah melesat dari kejauhan, gerakannya melambung dan menyasar ke arah Chen Lian.
Refleks, lelaki itu menepisnya dengan pedang hingga batang anak panah itu patah menjadi dua. Kesempatan bagi Suro untuk melakukan sebuah tendangan keras ke tubuh Chen Lian.
Buk!
Tubuh Chen Lian terlempar beberapa langkah dan jatuh ditanah mengakibatkan debu-debu berterbangan mengelilingi tubuhnya.
Suro langsung berlari menyerang ke arah prajurit yang mengancam Rou Yi dan Li Yun dengan serangan pukulan maupun tendangan. Sekali serang, mereka langsung terkapar.
"Kakaaak!" Rou Yi dan Li Yun kembali berteriak, ketika satu anak panah melesat menyasar ke tubuh Suro. Pemuda itu berbalik cepat, tetapi satu tubuh tahu-tahu menariknya ke belakang.
Rou Yi mengambil alih posisi Suro, hingga anak panah yang ditujukan padanya akan menancap ditubuh Rou Yi. Buru-buru, Suro memeluk tubuh Rou Yi dan membalikkannya kembali dengan putaran sangat cepat.
Clap!!!
Suro dan Rou Yi sama-sama melenguh dengan nafas tertahan.
Anak panah menembus punggung Suro hingga mengenai sedikit punggung Rou Yi. Mereka berdua akhirnya terjatuh.
Suro berusaha agar tubuhnya tak menimpa tubuh Rou Yi yang berada dibawahnya. Ia sempat melihat, anak panah yang menembusnya juga melukai tubuh Rou Yi bagian belakang.
"Kakaaak!" Li Yun berteriak histeris mellihat Suro terluka.
"Bodoh! Kenapa kau lakukan?..." ia berkata pada Rou Yi dengan agak keras.
"M-maafkan aku, kakak..." Rou Yi berusaha keluar dari bawah tubuh Suro, lalu membantu Suro untuk berdiri.
"Kau tak apa?" Suro memperhatikan wajah Rou Yi yang terlihat panik sambil menangis. Gadis itu menggeleng tak bisa menjawab.
Suro langsung mengusap air mata Rou Yi, lalu tersenyum. "Sudahlah... aku tak marah, yang penting adik baik-baik saja."
"Kakak!" Li Yun kembali berteriak begitu Chen Lian melompat dan berdiri dibelakangnya sambil kembali menempelkan ujung pedangnya ke punggung Suro.
Suro langsung tegak terdiam, sebelum membalik, ia mematahkan ujung mata anak panah dan menariknya keluar dari belakang. Mulutnya berseru tertahan menahan sakit.
Ia kembali tak bisa berbuat apa-apa dibawah ancaman ujung pedang Chen Lian.
Chen Lian terlihat sangat marah. Lalu menarik dan memeluk tubuh Suro dengan membalikkan punggung pemuda itu, kemudian mengalungkan pedangnya ke leher Suro. Ia membawa Suro diantara kerumunan prajuritnya, yang menyaksikan dan bersiap menghadapi beberapa orang penunggang kuda yang sudah berdiri dihadapan mereka.
Suro tersenyum, ia melihat Tetua Huang Nan Yu, Zhu Xuan, Wang Yun, dan beberapa orang dari biara Shao Lin, yaitu Hang Se Yu, Yung Se Kuan, dan Ching So Yun, serta beberapa orang anggota bayang merah yang tak seberapa ia kenal berdiri sambil menghunus senjata masing-masing.