Saat Levi mengutarakan keinginannya pada adiknya Ia sudah tahu respon seperti apa yang akan Kim berikan. Dua hari pertama Kim marah dan melarangnya pergi lalu sekarang Ia memohon dengan air mata yang mengalir deras di pipinya.
Adiknya memang cengeng sejak kecil, tapi justru itulah yang Levi sukai darinya. Kim bisa mengutarakan perasaannya dengan jujur dan bebas.
Suatu hal yang tidak pernah bisa Levi lakukan seumur hidupnya.
"Kumohon... jangan pergi." Dengan kedua matanya yang bengkak Kim duduk di depan pintu rumah mereka agar Levi tidak bisa keluar.
"Kim, aku hanya akan pergi beberapa bulan." ulang Levi entah untuk yang keberapa kalinya hari ini.
"Aku berjanji." tambahnya untuk meyakinkan adiknya.
Kedua mata hitam adiknya yang berkaca-kaca menatapnya dengan marah sekaligus sedih. "Teman-temanku bilang tidak ada yang berhasil kembali dari Ekspedisi Grandia! Kak Levi... Jangan tinggalkan aku sendirian... Kumohon."
'Jika aku punya pilihan lain, aku juga tidak akan pergi.' pikir Levi dengan senyuman sedih. "Aku akan kembali, Kim. Apa kau meremehkan kakakmu sendiri?"
Kim mengangguk dengan kencang, "Iya. Jadi jangan pergi."
Levi tidak bisa menahan tawa kecilnya, "Aku akan kembali sebelum ulang tahunmu yang ke tujuh belas."
"Jangan pergi. Aku akan bekerja juga agar bisa membantu melunasi hutang." ucap Kim dengan suara bergetar.
Levi sudah mendaftarkan adiknya ke sekolah asrama agar lebih aman, walaupun Ia harus mengorbankan seluruh uang tabungannya. Tapi keselamatan adiknya lebih penting baginya.
"Maafkan aku, Kim." dengan suara bergetar juga Levi menarik kedua tangan adiknya agar Ia bisa keluar. Kim kembali menangis tapi tidak melawan lagi.
Levi melangkah keluar dari rumahnya sambil menggigit sisi dalam kedua pipinya dengan keras, Ia bukan orang yang cengeng tapi adiknya adalah satu-satunya keluarganya, melihat Kim menangis membuat hatinya goyah.
"Kalau begitu aku akan menganggapmu mati!" teriak Kim dengan suara pecah. "Kau mendengarku? Kalau kau pergi itu artinya kakakku sudah mati!"
Levi tidak menoleh ke belakang lagi, karena Ia tidak yakin bisa melanjutkan langkahnya jika Ia melihat wajah penuh air mata adiknya sekali lagi.
Tapi Ia juga tidak tahu meninggalkan Kim dalam kondisi itu adalah salah satu keputusan yang akan disesalinya di masa depan.
***
Sepertinya cuaca hari ini berpihak pada Kim karena hujan yang cukup deras mengiringi perjalanan Levi menuju negara Valdivian.
Karena sisa uangnya hanya tinggal dua puluh gold Ia hanya bisa menumpang kereta ternak selama perjalanan.
Sang pemilik mengijinkannya ikut selama Levi mau membantu menggiring dan menjaga ternak di padang saat waktunya mereka makan. Beberapa ekor domba dan kambing itu akan dijual oleh pemiliknya di Valdivian.
Levi memilih Valdivian sebagai tempatnya mendaftar ekpedisi Grandia karena ibukota negara itu lebih dekat dari distriknya yang berada di ujung Lisidas.
Sebenarnya negara Dortmayer juga dekat karena mereka berbatasan langsung dengan Lisidas, tapi jika diukur dari distriknya menuju Ibukota Dortmayer Levi harus menempuh seminggu perjalanan sedangkan ke Valdivian hanya tiga atau empat hari.
Ini adalah pertama kalinya Levi pergi ke luar negeri, sekaligus pertama kalinya Ia menempuh perjalanan jauh.
Empat tahun terakhir hidupnya dilalui dengan bekerja tanpa henti, sama seperti penduduk Lisidas yang lainnya.
Levi duduk di ujung kereta kuda karena bagian dalamnya dipenuhi dengan ternak. Lagipula Ia lebih menyukai bagian ujung, walaupun dingin tapi udaranya lebih segar dan bau tinja ternak tidak terlalu tajam dari tempatnya.
Sambil menatap gelapnya rute perjalanan yang mereka lalui Levi kembali memikirkan adiknya.
'Kim pasti sudah tidur sekarang' pikirnya dengan muram.
Ia kembali teringat ucapan adiknya tentang Ekspedisi Grandia. Bukannya Levi meremehkan ucapannya, Ia sendiri pernah mendengar rumor yang beredar tentang ekspedisi itu.
Teman dari salah satu rekan kerjanya di pabrik juga ikut serta dalam ekspedisi dua tahun yang lalu dan hingga kini belum kembali. Tapi uang ganti rugi yang diberikan juga berlipat-lipat, keluarga si teman itu kini hidup cukup makmur karenanya.
'Memangnya seburuk apa?' pikirnya pada dirinya sendiri.
Jika Ia mati paling tidak uang ganti ruginya bisa untuk membayar hutang dan membiayai hidup adiknya dengan lebih baik. Dengan pikiran seperti itu Ia memejamkan kedua matanya dan tertidur.
***
Valdivian sangat kontras dibandingkan dengan Lisidas... Itulah hal pertama yang dipikirkan oleh Levi saat menginjakkan kaki di negara paling kaya raya.
Semuanya serba teratur dan disiplin, tidak ada tempat kumuh atau kotor yang terlihat sepanjang matanya memandang, dan yang paling kontras adalah orang-orangnya yang berpakaian serba mewah.
Rasanya seperti memasuki dunia yang benar-benar berbeda.
Levi menarik nafasnya dalam-dalam karena baru pertama kalinya Ia bisa menikmati udara sebersih dan sesegar ini setelah bertahun-tahun menghirup polusi industri pabrik di negaranya sendiri.
Levi langsung menuju ke balai tempat pendaftaran setelah bertanya kesana kemari, untungnya Ia hanya membawa tas ransel kecil jadi barang-barangnya tidak membebaninya.
Perutnya berbunyi sejak tadi karena Ia belum makan sejak kemarin, tapi uangnya kini hanya tinggal lima belas gold.
Levi ingin menyimpannya selama mungkin hingga Ia benar-benar tidak bisa menahan laparnya. Selain itu Ia juga takut melihat harga makanan di tempat ini.
Sekitar tiga puluh orang sudah mengantri pagi ini di balai pendaftaran Ekspedisi Grandia. Loket pendaftaran di bagi menjadi dua yaitu untuk penduduk Valdivian dan warga asing.
Levi ikut mengantri di sisi pendaftaran warga asing.
Sepertinya semua yang mengantri di depannya berasal dari Lisidas jika dilihat dari pakaian mereka, tapi dialek mereka terdengar dari distrik yang berbeda-beda saat Ia menguping pembicaraan mereka yang cukup keras.
Di sisi loket satunya tentu saja sangat kontras, penduduk Valdivian yang mengantri dengan teratur dan anehnya tidak ada satupun dari mereka yang berbicara satu sama lain.
Karena lelah dan lapar Levi menghemat energinya, Ia hanya menjawab singkat saat ditanya nama dan asalnya oleh orang di depannya tanpa ikut mengobrol atau menimpali pembicaraan mereka.
Karena sikapnya Levi mendapatkan beberapa lirikan sinis dan marah dari orang-orang di depannya. Tapi Ia tidak mempedulikannya, saat ini Ia hanya ingin makanan hangat dan istirahat.
Saat sudah sampai gilirannnya, petugas di balik loket menanyakan paspor dan informasi dasar tentangnya lalu Ia menyerahkan beberapa dokumen untuk ditandatangani.
Levi dipersilahkan membacanya lebih dulu, tapi karena malas dan lapar Ia langsung menandatanganinya.
"Terima kasih untuk partisipasinya! Selamat datang di Ekspedisi Grandia!" kata petugas loket wanita dengan antusias. "Silahkan menuju asrama Ekspedisi Grandia untuk beristirahat. Seluruh akomodasi akan ditanggung oleh negara serikat. Jika ada yang ingin ditanyakan silahkan menghubungi kontak yang ada di brosur. Map asrama juga tertera di brosur..."
Levi tidak mendengarkan kelanjutannya. Hatinya sedikit melonjak saat mendengar ucapan 'seluruh akomodasi akan ditanggung negara serikat'.
'Apa itu artinya Ia akan mendapat makanan gratis juga?' pikirnya saat keluar dari balai pendaftaran dengan brosur di tangannya.
Semangatnya tiba-tiba kembali lagi diiringi dengan sinar matahari pagi dan udara segar Valdivian yang menyambutnya, dengan langkah ringan Levi berjalan menuju asrama yang sudah ditunjuk.
Sebuah senyuman kecil menghiasi wajah muramnya.