"Tapi Marey, aku benar-benar tidak sakit. Dokter itu pasti salah orang, percayalah padaku. Aku tidak sa..." Dean tidak bisa meneruskan ucapannya saat bibir lembab Marey menutup mulutnya dengan ciuman lembut.
Beberapa saat Dean hanya diam terpaku merasakan ciuman Marey yang sudah mampir beberapa tahun tidak dia rasakan.
Kedua mata Dean terpejam ciuman lembut Marey masih seperti dulu begitu hangat dan menenangkan hatinya.
Sesaat perasaan indah itu melelapkan hati Dean dan tidak ingin terbangun dari mimpinya.
"Luis, buka matamu." ucap Marey setelah beberapa saat memberikan ciuman pada Dean. Hati Marey di penuhi perasaan bersalah sekaligus perasaan cinta yang telah lama hilang dan kini telah kembali.
"Luis buka matamu? ada apa denganmu?" tanya Marey dengan perasaan sedih.
"Katakan dulu, kalau ciuman darimu itu bukanlah mimpi? tapi benar-benar nyata kamu telah menciumku?" ucap Dean tanpa membuka matanya.
"Ciuman itu nyata Luis, bukan mimpi. Sekarang bangunlah." ucap Marey seraya mengusap wajah Dean dengan penuh rasa sayang.
Perlahan kedua mata Dean terbuka, dan melihat wajah Marey masih berada tepat di hadapannya.
"Benarkah kamu baru saja menciumku Marey cantik? aku tidak percaya ini. Kenapa kamu tiba-tiba menciumku?" tanya Dean dengan tatapan penuh.
"Karena aku kesal padamu, kamu bicara terus kalau kamu tidak sakit. Aku bukan wanita bodoh yang mudah kamu bohongi Luis. Dan kamu harus ingat sepandai-pandainya kamu menutupinya pasti akan ketahuan juga." ucap Marey seraya menjepit hidup Dean dengan pelan.
"Jadi kamu percaya aku mengalami sakit itu Marey? Ahhh...aku tahu, kamu bersikap manis padaku sekarang karena kamu kasihan padaku setelah tahu dari Dokter Naan itu kan?" tanya Dean dengan tatapan penuh.
Marey menggelengkan kepalanya masih mengusap wajah Dean.
"Aku melakukannya karena kamu adalah kekasihku. Apa kamu sudah lupa kalau beberapa menit yang lalu kita sudah menjadi sepasang kekasih?" ucap Marey dengan tersenyum sedih.
Dean hanya terdiam tidak percaya dengan sikap Marey yang benar-benar telah berubah padanya.
"Sekarang dengarkan aku Luis, kamu sudah berjanji padaku untuk selalu mendengar kata-kataku kan? kamu harus melakukan kemoterapi itu. Aku ingin kamu sembuh Luis." ucap Marey dengan tatapan sedih, terlebih lagi hatinya terasa hancur melihat keadaan Dean yang harus mengalami ujian begitu berat.
"Aku...aku tidak ingin kamu mengetahuinya Marey, aku tidak ingin kamu kasihan padaku. Aku hanya ingin cintamu." ucap Dean dengan suara pelan tidak bisa lagi menyangkal tentang penyakitnya di hadapan Marey.
"Aku tidak kasihan padamu Luis, tapi aku telah menyukaimu karena kamu begitu baik dan mencintai aku apa adanya aku. Kamu harus kuat, dan kamu harus berobat. Kalau kamu mengikuti kemoterapi itu secara teratur, kamu akan sembuh." ucap Marey memberi semangat hidup pada Dean.
Dean menatap Marey dengan tatapan penuh cinta dan kebahagiaan, hatinya sangat lega Marey telah menjadi miliknya. Dean merasa lebih yakin jika dirinya akan meninggal akan meninggal dalam pelukan Marey.
"Apa kamu mau menemaniku selamanya sampai aku sembuh Marey?" tanya Dean dengan tatapan penuh harap.
Marey menganggukkan kepalanya dengan pasti. Marey berjanji dalam hati untuk selalu menjaga dan merawat Dean selamanya.
"Apa kamu mau memelukku Marey? biar aku punya semangat untuk sembuh?" ucap Dean dengan suara parau dan hati yang sedih sedikit membungkuk agar Marey bisa memeluknya.
Tanpa menjawab ucapan Dean, Marey memeluk Dean dengan pelukan penuh kerinduan dan penuh rasa sayang.
"Tenanglah Luis, semua akan baik-baik saja. Aku akan selalu bersamamu selamanya." ucap Marey menenangkan hati Dean agar mempunyai semangat untuk hidup.
"Jadi...kamu mau melakukan kemoterapi kan Luis?" tanya Marey masih memeluk Luis.
"Aku akan melakukannya Marey demi kamu dan cinta kita." ucap Dean dengan hati di penuhi kebahagiaan.
"Kalau begitu kita menemui Dokter Naan sekarang ya. Kamu bisa berjalan atau kamu membutuhkan kursi roda juga sepertiku?" ucap Marey dengan nada bercanda.
"Kamu tenang saja, aku masih kuat untuk berjalan. Bahkan untuk menggendongmu aku masih kuat juga." sahut Dean membalas ucapan Marey dengan sebuah senyuman.
"Ayo...kita ke sana sekarang." ucap Marey seraya mengulurkan tangannya agar Dean menggenggam tangan.
Dengan menggenggam tangan Marey, dan yang satunya memegang tiang infus Dean berjalan pelan di samping Marey yang duduk di kursi rodanya.
Tiba di ruangan Dr. Naan, Marey dan Dean duduk dengan wajah serius dan terlihat tegang.
"Seperti yang aku katakan sebelumnya, sebaiknya kita harus melakukan kemoterapi secepatnya agar bisa menghambat sel darah putih dengan cepat." ucap Dokter Naan dengan serius.
"Ya Dokter Naan, untuk kemoterapi ini harus membutuhkan waktu berapa lama Dokter?" tanya Marey berusaha tenang sambil menggenggam tangan Dean.
"Kemoterapi ini membutuhkan waktu yang cukup lama, dan harus di lakukan tiap minggu sekali. Kemoterapi ini langkah awal selain ada terapi-terapi lainnya. Dan jika memang kondisi pasien nanti cukup bagus bisa menjalani transplantasi tulang sumsum belakang." ucap Dr. Naan menjelaskan panjang lebar soal kondisi Dean dan bagaimana proses kemoterapi serta pengaruhnya setelah menjalani kemoterapi.
Marey melihat ke arah Dean yang diam tanpa berkomentar. Wajah Dean terlihat pucat bahkan kulit putihnya terlihat semakin putih pucat.
"Dokter, apa? pengaruh yang akan di rasakan Luis setelah melakukan kemoterapi nanti?" tanya Marey ingin tahu keadaan Dean setelah melakukan kemoterapi.
"Pasien akan mengalami kelelahan, rasa mual dan muntah. Terlebih lagi Pasien akan mengalami rasa sakit yang luar biasa setelah mendapat suntikan kemoterapi." ucap Dokter Naan menatap Dean dan Marey secara bergantian.
"Bagaimana Luis kamu tetap akan melakukan kemoterapi ini kan?" tanya Marey menatap Dean setelah mendengar semua penjelasan Dokter Naan.
"Aku akan melakukannya Marey, selama kamu berada di sampingku dan tidak akan meninggalkan aku." jawab Dean sebuah senyuman menggoda agar Marey tidak terlalu cemas.
Marey tersenyum gemas, mendengar jawaban Dean yang membuatnya malu di depan Dr. Naan.
Dr. Naan tersenyum dan bangun dari duduknya kemudian menepuk bahu Dean.
"Anda tahu Nona Marey? saudara Luis ini, ternyata punya semangat yang sangat besar. Semoga dengan pikiran dan semangat yang tinggi juga niat yang kuat. Saudara Luis bisa melewati kemoterapi ini." ucap Dokter Naan dengan sangat yakin.
Dean tersenyum senang matanya tak lepas dari wajah Marey yang terlihat memerah karena malu.
"Baiklah Dokter Naan, aku siap untuk melakukan kemoterapi sekarang." ucap Dean dengan penuh semangat karena hatinya yakin Marey akan ada untuknya.
"Kalau begitu kita akan ke ruang kemoterapi, di sana nanti saudara akan melakukan beberapa pemeriksaan lebih dulu. Dan melakukan tes lainnya baru setelah itu kita bisa melakukan kemoterapi lewat suntikan atau obat, saudara Luis bisa memilihnya." ucap Dokter Naan menatap Dean kemudian memanggil beberapa perawat untuk mambantu menangani Dean.