Chereads / CINTAKU DI UJUNG SURGA / Chapter 12 - KESAKITAN

Chapter 12 - KESAKITAN

"Kalau begitu kita akan ke ruang kemoterapi, di sana nanti saudara akan melakukan beberapa pemeriksaan lebih dulu. Dan melakukan tes lainnya baru setelah itu kita bisa melakukan kemoterapi lewat suntikan atau minum obat, saudara Luis bisa memilihnya." ucap Dokter Naan menatap Dean kemudian memanggil beberapa perawat untuk mambantu menangani Dean.

Tidak beberapa kemudian datang dua perawat dengan membawa kursi roda untuk Dean dan membawa Dean keluar dan berjalan menuju ke ruangan khusus kemoterapi.

Di dalam ruangan kemoterapi, dengan bantuan dua perawat Dean di baringkan di tempat tidur khusus kemoterapi.

"Suster, dalam catatan ini pasien sudah menjalani pemeriksaan yang lainnya dan hasil semuanya cukup baik. Jadi, Pasien bisa melakukan proses kemoterapi sekarang." ucap Dokter Naan sambil memberikan catatannya pada salah satu perawat yang berdiri di sampingnya.

Setelah memastikan semuanya baik-baik saja segera Dokter Naan menyuntikkan suntikan kemoterapi pada Dean.

Dean hanya menatap penuh pada jarum suntik yang sudah di pegang Dokter Naan.

Tidak terlalu lama suntikan kemoterapi sudah di berikan Dokter Naan pada Dean.

"Sekarang sebaiknya saudara Luis beristirahat dulu sampai pengaruh kemoterapi menghilang." ucap Dokter Naan menatap Dean dan Marey secara bergantian. Kemudian beralih menatap ke salah satu perawat.

"Tolong suster, bisa di siapkan obat pereda mual dan nyeri. Juga baskom berisi air hangat serta handuk kecil. Mungkin pasien nanti mengalami mual dan muntah." ucap Dokter Naan sambil menyentuh denyut nadi Dean juga memeriksa jantung Dean yang sudah berdetak sangat kencang.

"Tetap semangat Luis, semoga dengan semangat yang tinggi serta berdoa terus anda bisa sembuh." ucap Dokter Naan sangat menenangkan hati Dean.

Dean menganggukkan kepalanya dengan pelan.

"Terima kasih Dokter Naan." ucap Dean dengan tersenyum.

Dokter Naan tersenyum kemudian beranjak keluar dari ruangan kemoterapi di ikuti dua perawat yang bersamanya.

Dean menatap Marey yang diam saja, sejak Dean di suntik sampai sekarang tidak ada kata yang keluar dari bibir Marey.

"Hei Marey cantik, kenapa diam saja? apakah kamu sedih dengan keadaanku sekarang?" tanya Dean penuh hati-hati tidak ingin Marey sedih karena sakitnya.

"Luis...aku, aku tidak tahu apa yang aku rasakan saat ini. Apa aku harus sedih atau aku harus bersikap tenang." ucap Marey merasa ragu untuk melanjutkan ucapannya.

"Kenapa kamu harus bersedih? jangan pernah kamu bersedih. Aku tidak akan suka melihatnya." ucap Dean seraya meraih tangan Marey dan menggenggamnya.

Marey menatap wajah Dean dengan kedua matanya yang sudah berkaca-kaca.

"Aku juga tidak akan suka melihatnya kalau kamu sakit lagi seperti ini." ucap Marey seraya mengusap air matanya.

"Aku tidak akan sakit lagi selama ada kamu di sisiku yang akan merawat dan menjagaku." ucap Dean menatap dalam wajah Marey yang terlihat sedih.

"Berjanjilah padaku kamu tidak akan sakit lagi Luis?" ucap Marey tidak bisa membayangkan bagaimana rasa kesakitan Dean.

Luis menganggukkan kepalanya dengan pelan.

"Aku bisa berjanji padamu Marey, tapi bagaimana dengan sakitku ini? kamu sudah mendengar hidupku tidak akan lama lagi. Tinggal beberapa bulan aku hidup di dunia ini. Aku ingin menghabiskan waktuku bersamamu Marey." ucap Dean menggenggam erat tangan Marey.

"Luis...apa kamu percaya akan suatu keajaiban Tuhan. Aku berharap dan berdoa Tuhan akan memberi keajaiban itu padamu." ucap Marey seraya mengusap wajah Dean yang terlibat mulai gelisah.

Dean menganggukkan kepalanya, semakin menggenggam erat tangan Marey.

"Marey, ini terasa sangat sakit sekali." ucap Dean berusaha menahan rasa sakitnya.

"Apa kamu bisa menahan rasa sakit itu Luis? apa aku harus memanggil Dokter?" tanya Marey mulai panik.

"Tidak perlu, rasa sakit seperti ini sudah aku lalui dari beberapa bulan ini." ucap Dean mulai merasakan rasa sakitnya lebih sakit dari sebelumnya.

"Apa yang harus aku lakukan untuk mengurangi rasa sakitmu Luis?" tanya Marey dengan tatapan tak berkedip merasa takut terjadi sesuatu pada Dean.

"Hanya dengan sebuah senyuman dan pelukanmu aku bisa menahan rasa sakitku. Apa kamu mau melakukannya Marey?" tanya Dean dengan tatapan memohon dan wajahnya yang pucat.

Marey terdiam, menatap penuh wajah Dean. "Bagaimana aku tidak bisa melakukannya Dean. Apapun yang kamu minta pasti akan aku berikan, bahkan nyawaku." ucap Marey dalam hati dengan sejuta penyesalan.

"Marey cantik, kamu melamun? apa kamu tidak bisa melakukannya untuk aku yang sudah sekarat ini?" tanya Dean ingin merasakan pelukan Marey seperti dulu lagi.

"Kenapa kamu berpikir seperti itu Luis? tentu aku mau melakukannya. Aku akan memelukmu Luis?" tanya Marey semakin mendekati Dean dan mulai memeluknya.

"Terima kasih Marey." ucap Dean dengan suara hampir tak terdengar.

Dean mulai merintih kesakitan, kedua tangannya memeluk Marey dengan sangat erat.

Marey merasa tidak bisa bernapas, Dean memeluknya dengan erat dengan nafas naik turun dan matanya yang terpejam.

"Luis apa yang kamu rasakan? apakah sangat sakit?" tanya Marey tahu seberapa rasa sakit yang di rasakan Dean saat ini.

"Sakit sekali Marey, sangat sakit." ucap Dean dengan keringat dingin mulai keluar di sekitar keningnya bahkan punggungnya sudah mulai basah.

"Aku harus melakukan apa lagi agar rasa sakit kamu berkurang Luis?" tanya Marey tidak ingin melihat Dean dalam kesakitan.

"Berikan aku sebuah ciuman Marey. Apa kamu bisa melakukannya?" tanya Dean sambil melihat bibir merah Marey yang dulu sering di sentuhnya.

"Ciuman? apa itu bisa mengurangi rasa sakitmu Luis?" tanya Marey tidak mengerti apa maksud keinginan Dean.

"Hem...aku akan lebih bersemangat menahan rasa sakit ini Marey cantik." ucap Dean dengan tersenyum tidak ingin membuat Marey semakin cemas dengan keadaannya yang sebenarnya benar-benar sangat sakit.

Marey mengamati wajah Dean yang sedang menatapnya. Bagaimana Dean masih bisa tersenyum dan menggodanya dengan keadaannya yang sudah kesakitan.

"Bagaimana kamu masih bisa tersenyum dan menggodaku dengan keadaanmu seperti ini Luis?" tanya Marey menangkup wajah Dean.

Dean hanya tersenyum mendengar ucapan Marey.

"Karena aku senang melihat wajahmu yang memerah seperti ini Marey cantik." ucap Dean memejamkan matanya menahan rasa sakit yang kembali menyerangnya.

Marey sangat terkejut saat melihat darah keluar dari hidung Dean.

"Luis! hidung kamu berdarah." ucap Marey dengan panik.

Perlahan Dean membuka matanya dan hanya bisa menatap Marey dengan kedua matanya tak berkedip.

"Luis, kenapa kamu menatapku seperti itu? katakan sesuatu. Hidungmu mengeluarkan darah terus Luis?" ucap Marey semakin panik sambil mengambil tisu dan membersihkan darah yang mengalir terus dari hidung Dean.

Dean hanya diam tak bergerak atau bicara apapun selain matanya menatap kedua mata Marey dengan air mata yang menggenang di kedua sudut matanya.

"Luis, Luis! kenapa kamu diam saja? katakan sesuatu jangan membuatku takut!" panggil Marey beberapa kali sambil mengusap wajah Dean yang terlihat pucat.