Risa kembali ke meja makan. Dia juga memeriksa isi kulkas. Bos Glen dengan setua bergelayut manja di belakang Risa. Sementara gadisnya sibuk, bos Glen tak mau ketinggalan, dia pun sibuk bermanja-manja.
"Sayang, kamu mencari apa?" Mendapati Risa terus mondar mandir dengan langkah terhambat karena bos Glen enggan melepaskan pelukannya. Risa melirik sesaat ke arah wajah kekasihnya yang nempel di pundak.
"Aku butuh kecap bos"
"Kecap?"
"Iya. Bungkus plastik dengan gambar burung. Tempo hari masih banyak" ujar Risa mencoba menjelaskan. Bos Glen mencoba mengingat.
"Ah. Saya membuangnya"
"Hah!" Risa terkejut mendengar pengakuan bos Glen. Gadis itu memutar tubuhnya hingga mereka bisa saling menatap wajah. Risa meraut heran. Sementara bos Glen memasang wajah tanpa dosa.
"Kemasannya sudah terbuka. Jadi saya buang" Risa merengut mendengar lanjutan kalimat bos Glen.
"Itukan masih banyak" keluh Risa menahan gemas. bos Glen melonggarkan dekapannya. Pria iru memasang wajah imut.
"Saya pikir sudah tak disegel. Sudah tidak bisa dipakai" Risa meraut wajah gemas. Dia tak mungkin marah pada bos Glen. Wajah tampan ini mana bisa membuat orang marah. Bos Glen malah membuat wajah Risa merah karena tatapannya yang dalam. Dia selalu saja begitu, batin Risa kesal. Dia kesal karena wajah kekasihnya ini selalu menggoda. Kedua telapak Risa meraih jari jrmari bis Glen, dengan cepat dia menaruh kedua tangan kekasihnya ke dalam saku ccelana pria itu. Risa mengecup bibir bos Glen sekilas lalu melarikan diri dari pelukan prianya.
"Ah. Risaa.." Keluh bos Glen yang kehilangan gadisnya. Dia baru saja hendak memberi sentuhan panas tapi gadis itu lebih dulu kabur. Bos Glen kalah sigap. Risa cekikikan mendapati wajah kecewa bos Glen yang akhirnya tersenyum.
"Aku ambil kecap dulu!" Teriak Risa dari balik daun pintu. Bos Glen tertawa kecil melihat tingkah lucu Risa. Baginya gadis itu selalu saja bisa menggoda dan membuatnya terhibur.
Bos Glen melirik bahan yang sudah dipersiapkan Risa. Sebelumnya dia juga sering memasak, sekedar untuk dirinya atau orang terdekat di rumah. Kali ini, bos Glen hanya ingin masakan Risa saja. Risa yang memperlakukannya dengan hangat dan penuh perhatian. Risa yang menyambut kedatangannya dengan jabat tangan hangat. Gadis yang menyukai pemberiannya dan menerima dengan wajah bahagia. Bos Glen tersenyum sendiri mengingat ekspresi Risa yang berubah-ubah, tapi belum sekalipun dia melihat Risa marah. Gadis itu menarik.
Bos Glen sungguh sudah jatuh hati padanya. Jangankan mengeluarkan uang, bahkan dia berniat menikahi wanita yang baru saja dia kenal. Pria mana yang tahan jika tahu bagaimana wajah polos itu saat menggoda di atas ranjang. Belum lagi, tingkah menggemaskannya yang menghibur. Bos Glen sudah lama tak tersenyum apalagi tertawa. Bersama Risa, dia bahkan melupakan kepribadian dingin yang selama ini terbentuk sempurna dalam ajaran keluarganya. Keluarga Jung. Bos Glen menarik senyum mengingat nama besar keluarganya, dia menggeleng cepat. Pikirkan tentang Risa saja!
"Kamu sangat lucu"
***
Dengan ragu-ragu baik Reza ataupun Bunga saling menyikut. Mereka tak ada yang mau mengalah untuk mengetuk pintu rumah tinggal bos Glen. Wajah keduanya jelas cemas.
"Ga jadi aja apa" Ragu Bunga sambil membalikkan badan.
"Jangan dong. Kita uda disini. Jalannya aja jauh" Bisik Reza mencoba menguatkan Bunga
"Lu yang ketok lah" Pinta Reza
"Lu aja!" balas Bunga dengan ragu "Ah, ga usah deh" Bunga segera berjalan cepat meninggalkan Reza. Pria itu bingung sendiri melihat tingkah temannya yang jelas merasa panik dan takut.
Cklek!
Wajah ceria bos Glen berubah datar. Pria tinggi itu melihat Reza dan Bunga dengan sudut matanya. Terpaksa Bunga kembali ke sisi Reza. Baik Reza ataupun Bunga keduanya tak berani mengangkat wajah.
"Ma, maaf mengganggu bos Glen" ujar Bunga dengan suara bergetar. Dia mencoba membulatkan tekad dan memulai pembicaraan. Reza melirik bunga dengan wajah menunduk. Kenapa gue jadi down gini, batin Reza ikut cemas.
"Ada apa" Suara berat bos Glen seperti suara dentuman bola saat kena kepala. Bunga berusaha mengangkat wajahnya. Sesaat. Hanya sebentar. Dia tak berani lama-lama menatap mata bos glen.
"Sa, saya ingin minta.. maaf" ujar Bunga walau dengan terbata. Jelas terlihat beban mentalnya. Apalagi wajah datar dan sorot tajam dari wajah bos Glen. Seketika tekad bulat Bunga jadi buyar.
Risa membawa sekantong belanjaan. Dia baru saja ke koperasi untuk membeli kecap dan menambahkan kerupuk untuk pelengkap. Wajah cerianya mendadak berubah datar. Langkah ringannya berubah berat. Risa melangkah pelan di belakang Bunga dan Reza. Wajah cantiknya tak percaya melihat kedua rekannya berada di depan pintu rumah bos Glen.
Deg.. deg.. deg..
Dada Risa berdetak kencang. Degup yang dia rasakan kini lebih ke arah cemas dan takut. Dalam hati dia bertanya-tanya, sedang apa mereka di sini.
Bos Glen melipat tangannya di dada. Dengan wajah sinis pria itu menatap Bunga tajam.
"Saya tidak ingin istirahat saya terganggu. Saya tidak suka masalah pekerjaan dibawa ke rumah!" Reza dan Bunga hanya bisa menelan ludah pahit. Keduanya sepertinya sudah melakukan satu kesalahan lagi. Bukannya memperbaiki image malah memperkeruh keadaan. Bunga rasanya ingin menangis. Gadis itu menggenggam erat tangannya berusaha menahan emosional yang bergejolak dalam dadanya.
Reza menyentuh pundak Bunga. Dia mencoba menguatkan rekannya.
"Maaf sudah mengganggu waktu bos" Giliran Reza mengeluarkan suara walau hampir tak terdengar jelas.
"Saya tidak ingin ada yang mengganggu saya. Tidak saat ini ataupun nanti" Reza dan Bunga mengangguk mengerti.
Risa memasang wajah bingung. Dia mendengar jelas kalimat ketus dari bibir bos Glen. Aura kekasihnya itu jelas berbeda dengan sosok yang dia kenal akhir-akhir ini. Apa yang Reza dan Bunga lakukan hingga amarahnya jelas terlihat. Risa tak habis pikir.
Reza dan Bunga terkejut mendapati Risa di depan mereka. Risa pun demikian. Dia tak tahu harus memasang wajah apa. Dia melirik bos Glen dan segera membuang pandangan. Risa menyembunyikan kantung belanjanya di belakang badan. Dia memaksakan menggaris senyum. Bunga menatap Risa dengan wajah menahan tangis. Reza menggelengkan kepala dengan raut miris. Risa tak bisa berkata apapun. Dia sungguh tak mengerti dengan suasana seperti ini. Hanya tanda tanya besar di kepalanya.
"Lu belanja buat dia" Bisik Reza ketika posisi badan mereka bertemu "Sabar ya Ris" lanjut Reza sambil berlalu menggandeng tangan Bunga. Keduanya jelas terlihat sedih. Risa menoleh sekali lagi. Dia mendapati langkah lesu kedua rekannya di depan sana. Risa kembali menatap sosok bos Glen yang membuka lipatan tangannya. Risa mengerutkan dahi tak mengerti.
Bos Glen melebarkan bibirnya. Dia tersenyum mendapati Risa sudah kembali. Pria itu segera meminta gadisnya masuk dan menyiapkan menu kesukaannya. Risa yang bingung mencoba untuk biasa. Dia memang tak mengerti dengan suasana tadi. Tapi apapun Risa tak begitu ambil peduli. Dia bersiap kembali ke dapur dan mempersiapkan menu makan malam mereka.