Usai sedikit berbincang dengannya, Lavina bergegas masuk kedalam rumah. Begitu sampai pada ruang tamu, melihat sang Ayah (Andreas) sedang berbincang via telephone di teras samping tepatnya berada di halaman tengah menghadap ke area taman.
'Oh Tuhanku, Semoga papa tak melihat ku' Lavina berharap lolos dari perhatian Ayah seraya melangkah dengan cara mengendap-endap bak maling yang takut keberadaannya di ketahui.
Perlahan-lahan ia lepaskan sejenak sepatunya, kemudian melangkah menuju ruang kamarnya yang terletak di lantai atas.
Namun, barusaja 6 langkah kakinya berpijak pada anak tangga, sontak terhenti kala terdengar suara cukup nyaring di telinga yang membuatnya terkejut.
"Darimana saja kau Vina, Berhenti!" Ucap seseorang itu yang tak lain ialah Andreas sudah berada tak jauh dari Anak tangga. Lavina tidak mengetahui lantaran tengah fokus memijakkan kaki tanpa melihat ke arah Andreas lagi.
"Eh, Papa sudah pulang ..." Jawab-nya cengegesan tampak salah tingkah.
"Pak Anton (Supir) Sudah Memulangkan Mobil nyaris 2 jam yang lalu. Yang papa tanyakan darimana saja kamu, Selama hampir 2 jam ini, hah!" Tanya Andreas tampak marah.
Lavina bungkam lantaran belum memiliki antisipasi akan jawaban yang tepat dari pertanyaan ayahnya tersebut, tetapi disela-sela diamnya ia pun merasa sedikit lega.
'Huff ... Syukurlah Papa gak melihatku dengan Elga tadi,' Ucapnya didalam batin.
"Vina, Apa kamu tidak dengar pertanyaan papa? Nomor kamu tak bisa dihubungi pula, darimana saja kamu tadi Lavina!" Ulang Andreas bernada tinggi seraya melotot tajam lantaran dia memang cukup tegas dalam mendidik Lavina.
"Em, Anu ... itu Pa, Vina tadi habis belajar kelompok dirumah teman. Maaf handphone Vina kehabisan batrai pa, tadi Vina gak terlalu memperhatiin hape pa" Jawabnya terpaksa berbohong.
___
Ya, Lavina terpaksa berbohong lantaran ia memang takut terhadap Andreas selaku Ayah kandung yang masuk dalam kategori keras dalam mendidik Anak.
Teruntuk Andreas sendiri melakukan hal demikian semata-mata hanya karena Lavina anak satu-satunya yang ia miliki. Maka tak heran segala apa yang ada didalam diri Lavina atas aturannya.
Lain daripada itu, Andreas memang tipikal orang yang memiliki ambisi yang cukup tinggi cenderung fantastis sehingga walau ia hanya memiliki satu orang anak dan jua bukan berjenis kelamin laki-laki tetap tak ia bedakan dalam ambisi tersebut. Yakni ia menginginkan Lavina dapat tumbuh menjadi sesuai yang ia inginkan. Mulai dari nilai pelajaran yang bagus, memiliki etika sosial yang baik, Prestasi yang tinggi serta tidak boros.
Ya, Lavina dibatasi dalam segala-galanya. Mulai dari pergaulan hingga uang jajan. Yang mana semua itu membuat hidup Lavina tertekan seputar kehidupan keluarga bagai katak didalam tempurung. Tidak bisa bebas seperti anak-anak remaja pada umumnya, tidak bebas melakukan apapun sesuai yang ia inginkan.
Namun, inilah perbedaan Lavina dari gadis remaja pada umumnya, meskipun hidupnya teramat dibatasi oleh orangtuanya, pemikirannya masih sangatlah netral tidak terkukuh dalam pemikiran egois. Ia dapat menyaring dengan baik segala peraturan yang ayahnya tetapkan tersebut. Dan menjalaninya seolah-olah tidak ada perbedaan apapun alias enjoy.
___
"Yasudah cepat ganti dulu bajumu itu, lalu segera makan siangmu. Halah! Mana pula jam segini makan siang sudah lewat dari 2 jam yang lalu. Cepatlah kamu berbenah Vin." Pungkas Andreas kala sudah mendengar alasan Lavina.
"Iya pa," Lavina mengangguk lantas melanjutkan langkahnya kembali menuju ke ruang kamarnya.