Elga pergi meninggalkan Lavina sejenak lantaran ada suatu niat yang ia lakukan padanya, yakni hendak mengantarkannya pulang. Ia berlari menuju ke tempat warung tadi nan bergegas mengambil motor butut miliknya yang terparkir didepan warung kopi tersebut.
"Wei Elga, acie ā¦ cieh ... cieh ..." Goda beberapa teman-temanya mengetahui niat Elga lantaran mereka semua memperhatikannya sejak tadi.
"Wuhuk, wuhuk, kikuk" Ledekan demi ledekan terceletuk dari mulut seluruh teman-teman yang berada disana. Elga hanya meliriknya saja tak begitu menghiraukan, sebab ia memang tipikal orang yang sedikit misterius. Meski demikian ia dapat menyesuaikan diri dengan keadaan disekitarnya alias Netral. Maka tak heran meskipun bersifat misterius tetap dapat memiliki banyak teman.
Usai mengambil motor butut miliknya tersebut, Lantas memacu pelan menuju Lavina.
Brum ... Brum ...
"Hei kamu, ayo naik" Ajaknya secara to the poin.
Membuat Lavina semakin malu cenderung tak mampu untuk berkata-kata, bahkan ia pun lekas menundukkan kepala.
"Hei, kenapa kamu diam saja?" Tanya Elga membuat lamunan Lavina pecah dibuatnya.
"Em ... anu, itu ... Anu" Ia tergagu nan gugup.
"Hei, santai saja, ayolah ... lihatlah sinar matahari sangat panas dan terik, coba kamu tengok sejenak di arah barat sana, awan hitam terlihat sangat pekat, naiklah, Aku akan mengantarkanmu pulang."
"Tapi ..." Lavina terdiam dalam keraguan.
"Oh, atau mungkin ini ya ... tapi, walau motorku tak sebagus ninja, aku bisa menjamin keselamatanmu sampai di rumah, tenang saja." Elga mengira Lavina ragu lantaran hendak mengantarkannya menggunakan motor butut miliknya.
"Am ... bukan begitu maksudku kak, tapi ... ah, baiklah" Lavina akhirnya menerima tawaran tersebut lantaran mengerti maksud Elga tadi yang mengira dirinya ragu disebabkan keadaan motor dia yang tidak bagus. Pikirnya.
Lantas beranjak duduk di belakang Elga. Setelah keduanya siap, Elga pun lekas melajukan kendaraannya tersebut.
____
Semasih di perjalanan, keduanya terdiam tanpa kata. Tetapi selang beberapa menit kemudian, Elga memulai percakapan.
"Oh iya, aku lupa nanya sesuatu padamu" bersuara lantang menyadari bising suara kendaraan yang berlalu lalang.
"Tanya apa kak?" Tanya Lavina.
"Dimana lokasi rumahmu, Vin?" Lanjut Elga, sontak Lavina menjadi tertawa dibuatnya lantaran ia sendiri lupa jua akan hal tersebut.
Lavina lekas menyebutkan Alamat lengkapnya yang terletak di suatu komplek perumahan bernuansa cukup mewah tetapi masuk dalam kategori kelas menengah.
"Wah, kebetulan sekali. Kita satu arah jalan pulang Vin," Lanjut Elga seraya senyum. "Benarkah kak, emang rumahmu dimana kak?" Tanya balik Lavina.
"Kita satu arah jalan, tapi rumahku masih lumayan jauh si dari perumahan itu. Alias perkampungan di gang sempit, deket pasar pula hehe." Jawabnya merendah.
Begitu mengetahui Alamat rumah Lavina, lantas Elga melaju melalui jalan alternatif. Selain memang ia mengetahui celah jalan tikus, semua dikarenakan belum memiliki surat izin pengemudi, kartu tanda penduduk dan juga STNK apalagi ia masih siswa dibawah umur. Maka tak heran jika ia jarang sekali berkendara di jalan raya.
Saat sudah melintasi jalan alternatif yang masuk ke gang-gang sempit tersebut, Lavina baru menyadari bahwa ia tidak mengenali jalan yang tengah Elga lintasi ini.
"Kak, kok kita lewat sini ya ... apa kita gak nyasar?" Tanya-nya, Bingung.
"Enggak Vin, tenang aja, aku biasanya kalo pulang sekolah selalu lewat sini kok" Jawab Elga meyakinkan.
Lavina mengangguk nan bungkam, mencoba yakin.