# Author Pov
Resah nan bimbang yang ia rasakan selepas mendengar suara sang ibu dari pintu luar kamarnya, tanpa pikir panjang dia lipat kain milik ayahnya itu kemudian dia masukkan kedalam tas penampung buku-bukunya.
Sementara bagi sang ibu diluar kamar merasa Vincent alias Viona teramat lamban membuka pintu kamarnya, tak ayal dia pun mengetuknya lagi.
Tok ... Tok ... Tok ...
"Vio, kamu lagi apa si, kenapa lama sekali?"
"Em, iy-iya Bu. Udah selesai kok udah" Membuka perlahan pintu kamarnya kemudian keluar.
Selepas Vincent keluar, seperti biasa sang ibu bagai kamera pengawas yang bernapas lekas menelusuri kamarnya.
"Ib-ibu nyari apa?" Tanya Vincent.
"Tak usah banyak tanya, makan dulu Soto di meja itu, keburu dingin." Balas Sang ibu.
__
# Vincent Pov.
Heran bin herman deh, melihat ibuku selalu aja begitu, saben hari udah kayak kamera sisitivi. Eh, Nulisnya begimana si CCTV ya? Hahaha. Tiap hari ada aja yang diomelin. Mulai dari kebersihan lah ini lah itu lah bla bla bla bola-bola lah, lelah aku dengernya.
Selagi ibuku lagi ngobok-obok ruang kamarku aku sendiri udah duduk di meja makan sambil makan soto sesuai yang ibu beli.
Serupuut demi Srupuut kuah Soto yang ku makan pikiranku melayang-layang gak tau kemana. Asal mulanya semasih aku kecil sangat mendambakan kasih sayang ibuku, tapi sekian tahun kurasakan kasih sayang ini ku akui nikmat ini tak bisa di dustakan. Ceileh macam orang dewasa aja aku ngomong yak? Hahaha.
Sudah tak ku sruput lagi kuah soto di mangkok, melainkan ku gigit kepala sendok masih sambil melamun. Apa coba yang ku lamunin?
Apa lagi kalau bukan rasa-rasa penasaran dan pertanyaan dalam hatiku, "Apa kira-kira semua cewek didunia ini ngerasain yang sekarang ini aku rasakan, hidupnya selalu di atur sama orangtuanya khususnya sama ibunya ya?"
Em ... agak wajar kali ya, cewek kan bawa perut, jadi kudu ati-ati bawa diri dan musti dengerin nasihat orangtuanya, lah ... sedangkan aku kan cowok? apanya yang musti di kuatirin coba? emangnya siapa yang bisa hamilin aku? yang ada aku bisa hamilin anak orang kali? Kadang kalo ibuku lagi ngomong panjang kali lebar cuma masuk kuping kanan keluar dari lobang idungku doang.
Sempat ingin ku bilang "Bu, Ibu nih beneran lupa apa emang udah ngelupain siapa aku? Aku ini Vincent Bu, bukan Viona. Jadi tak usahlah ibu mengkhawatirkanku sekan aku tuh si Viona!"
Tapi ... Apa boleh baut, rem lidahku selalu aja pakem, masih terbayang-bayang sakitnya saat di hajar habis-habisan sama ayah, dan juga aku mikir kalo abis ku bilang begitu ke ibu, lalu ibuku serangan jantung gimana coba? Aiihhh ... Skakmat!
Ngomongin soal ayah, Ayahku kemana ya? beberapa minggu ini sih emang gak pernah pulang ke rumah, ibu bilang lagi sibuk kerja lembur, entahlah.
__
Selesai ku makan soto, rencana aku ingin pergi ke rumah si Mikha, ingin tau keadaan dia gimana, ku tengok ibuku juga udah selesai ngobok-obok ruang kamarku.
Selesai ku berkemas memakai tas selempang yang berisikan buku bercampur baju ayahku hihihi siap ku melangkah keluar rumah.
Ku tengok ruang sambilku panggil lirih, "Bu ..." Rencana mau pamit.
"Eh, kagak ada. Tapi ... kayaknya lagi nemuin tamu di depan deh" Segera Ku samperin kedepan sekalian mau jalan.
Sebelum aku panggil dia, ku perhatikan ekpresi ibuku selagi dihadapan tamu itu kok roman-romannya ada sesuatu, kenapa ya?
Ku mendekat perlahan "Bu ..."
Ibuku menoleh, dan ...
Ya Tuhan! Kenapa mata ibu sembab kayak abis nangis? Ku lirik para tamu itu, mereka berjumlah tiga orang cowok semua berpakaian model ala-ala preman gitu, jujur menurutku agak serem!
Begitu ku lirik mereka, idihhh mereka bertiga ngapa matanya kayak minta ku colok saat melihatku, Sial!!
__
# Author Pov
Menyeringai dan terdapat siasat tertentu begitu melihat Vincent datang menghampiri mereka yang sedang berbincang seputar urusannya.
"Hahaha, begini saja bu Ziana, saya ada tawaran lain untuk meringankan hutang-hutang suami kau yang udah nunggak sekian bulan tak di bayar itu" Melirik Vincent.
Ziana kian mengerti, degup jantung terpacu kencang lekas mengenggam erat tangan Vincent "Apa yang kalian maksud!"
"Anda pasti tahu persis yang saya maksud ibu Ziana, kau ... ternyata memiliki anak gadis baru mekar secantik ini" Satu langkah mendekat, satu langkah jua Ziana menarik Vincent menjauhkan dari mereka.
"Jangan macam-macam" Tak ayal semakin mengenggam erat tangan si Vincent.
"Saya tidak akan macam-macam, justru saya ada tawaran bisnis untuk mempermudahkan anda ibu Ziana"
"Apa maksud kalian?"
Lantas Ketiga orang itu meminta pembicaraan pribadi bernada lirih yang tentunya jauh dari Vincent, Semula Ziana sangat menolak tawaran tersebut, tetapi begitu perbincangan berlanjut entah mengapa dia tertarik akan tawaran tersebut, tetapi belum bisa memberikan jawaban antara setuju maupun tidak.
"Hahaha, baiklah jika memang anda sudah memikirkannya hari esok saya kembali lagi kesini membawa surat perjanjian di atas materai sekaligus dia siap saya bawa dan ... Hutang suami anda tentu lunas, mengerti?"
Ziana tak menjawabnya sementara ketiga orang itu bergegas pergi.
"Bu, apa maksud mereka, dan siapa mereka bu?" Tanya Vincent.