Chereads / Dibatas Senja / Chapter 47 - Bab 47

Chapter 47 - Bab 47

Malam yang seharusnya malam bahagia buat ardan dan lusi, menjadi malam yang menyesakkan dada karna rasa bersalah pada suaminya. "Aku akan selalu disam pingmu," ucapan yang menentramkan hati dan pikiran. Disandarkan kepalanya ke dada bidang lelaki yang sekarang menjadi imamnya, berlahan ia terlelap dan pergi ke alam mimpi, Lusi berjanji akan menghapus traumatiknya, meski berlahan, dia ingin mengisi harinya bersama suami baiknya.

Tangan kekar itu membelai kepalanya dengan lembut masih terasa seperti dinina bobokan, dia masih setengah sadar, dilepaskan beban terberatnya, disandarkan pada yang berhak atas hidupnya." dik, bangun sayang, kita shalat, biar jernih pikiranmu,"," suaranya begitu lembut, mata ini lengket dak mau terbuka, "ayo sayang," dia membujukku, dibelainya pipiku dengan kedua tangannya, dikecupnya mataku, Tuhan dosaku begitu besar masih ENGKAU hadiahkan dia yang begitu baik, dalam hidupku, biarkan aku menikmati rasa sayangnya, ajari aku untuk membalas perasaannya, doa kupanjatkan dalam hatiku. Mataku kembali merembes air bening dari sudutnya, aku membuka mataku dan memeluknya makluk Tuhan yang begitu sempurna didepanku, aku mengangguk dengan kepala yang masih nungsep di dadanya, terasa nyaman. Dia terbangun dari posisi tidurnya, kasihan mungkin capek tanganya karena berjam jam kepalaku berbantal tangannya. "bangun yuk," dia kembali membujukku lembut seperti menjaga anak kecil dan takut adiknya nangis lagi, dia menatapku, ditariknya tanganku dan digandeng ke kamar mandi, " dak pingin pipis, aku temani," sifat jahilnya dak hilang, aku suka, dia menggodaku biar aku dak sedih.

Aku cubit kecil pinggangnya dengan malu malu, aku melewati cermin besar di di samping ranjang, masih kelihatan bengkak di kedua mataku, " Jangan nangis lagi, nanti aku dikira yang enggak enggak sama ibu mertuaku, padahal sih pinginnya yang iya iya," ucapnya sambil berbalik badan dan dia jadi pas di depanku, Sengatan aliran listrik mengalir di tubuhku, " aku dak memaksamu, sayang," matanya begitu sendu, hidungnya ditempelkan dihidungku, aku tersenyum, aku ingin dia bahagia," aku ke kamar mandi kak," ucapku, dia pun menarik lebar lengkung bibirnya, pesonanya memenjaraku. Aku pun membasuh wajahku menyikat gigiku, dan berwudhu, kak ardan menyusul. Kak ardan selesai memakai sarung dan meski tetep pakai kaos oblongnya, wajah putih bersih dengan air yang masih menetes sedang aku mengenakan mukena, Kemudian kami shalat berjamaah, setelah salam, kucium tangan kanannya agak lama, 'jika kau merindukan surga maka ciumlah tangan suamimu untuk minta ridhonya.' kata ibuku, saat membekaliku banyak hal menjadi istri yang baik.

" emh, kakak mau shalat sunah," ucapannya membuatku tersipu, aku tahu maksudnya." Yang pentingkan usaha," kerlingan mata jernihnya wajah innocent yang usaha menggodaku, Tuhan bodohnya aku jika menolaknya, dosa lho menolak suami, nah lo pilih mana ? membahagiakan suami dan dapat yang enak enak atau larut dalam sedihmu.

Kulipat mukenaku kutaruh diatas meja.

" tidur yuk, " kutarik tangan kak ardan, dia membanting tubuhnya yang masih memakai sarung diatas ranjang pengantin kami dimana kelopak bunga mawarnya sudah menghilang tinggal seperlima jumlah kelopak dari yang ditaburkan diawal kami masuk, tubuh kak ardan memantul dan terbanting agak keras ke kasur, " kak ardaaaaan," aku meneriakinya sambil tertawa, " lepaskan bebanmu, sayang, biar rileks," dia terbahak, aku mengikutinya, akhirnya kami bergantian memantulkan tubuh ke kasur, karna kasur hotel big size kami dak mungkin jatuh, saling tertawa melupakan kejadian sore tadi. Jam dinding menunjukkan jam 9 malam WIB. Kami berhenti bertingkah seperti anak kecil, karna kelelahan.

Kuambill dua botol air mineral yang disediakan pihak hotel dimeja di bawah TV 40 inch yg terpasang di dinding. Kuserahkan satu botol pada kak ardan, dia langsung menenggak air dari botol yang kuberikan, " alhamdulillah, nikmat mana lagi yang kau dustakan," ucap kak ardan, dan menatapku, "sini dekat kakak," pintanya.

Aku mendekat ke arahnya, dia duduk ditepi ranjang disampingku, memeluk pinggangku, kepalaku disandarkan ke bahunya, " berdekatan denganmu, kakak pingin menciummu, hanya cium, boleh," wajah memelas itu membuatku geli. Kucium pipinya, kak ardan tunjuk ke bibirnya, aku menghadap kearahnya dan mengangguk. dia mencium bibirku, berlahan berusaha tidak menuntut, dia melepas bibirnya. kak arda berbisik," mau coba pelan pelan, sayang" aku mengangguk, "aku milikmu kak," ucapku sedikit bergetar, Tuhan beri aku kekuatan ada ketakutan dalam hati.

Kak ardan mencium telingaku, "aku akan bahagiakanmu, percayalah," ucapnya pelan, kupandang wajah tampannya, rasa percaya diriku timbul, kukalungkan tanganku ke lehernya. terdengar lirih kak ardan membaca doa.

" adik kecilku menuntut dik, minta jatah," dia tersenyum jahil, wajahku memerah bagai kepiting rebus mendengar gurauannya.

Kak ardan menatapku, dia memastikan aku dak kenapa napa. kubalas dengan senyuman memberi dia kode untuk lanjut. Tangan kanan kak ardan membuka kancing depan longdreesku satu demi satu, kupegang dadanya, "kak aku bahagia," ucapku, dia hanya mengangguk, tangan kak ardan melanjutkan aksinya meraba area sensitifku, aku menggigit bibirku, " kak ardan" aku menanggilnya, ada ledakan dalam diriku membuat tubuhku panas dingin. Kak ardan begitu bersemangat, karna baginya ini pertama.

Kami melakukannya.

" terima kasih sayang," ucapnya setelah dia berbaring disampingku, dengan keringat di tubuhnya, dia kelelahan.

Aku mengangguk, kupandang wajahnya yang tersenyum, " mau lagi," godanya, aku nungsep di dadanya.

Aku bahagia bisa menjadi istri kak ardan seutuhnya.