Wanita yang sudah lebih tiga tahun tinggal seatap dengannya, meski seringkali istrinya tidur di kamar sendiri karna dirinya lebih memilih tertidur di ruang kerjanya yang juga disulap sebagai kamar dengan dilengkapi kamar mandi dalam, ranjang tempat tidur bahkan sebagian baju ada yang sudah berbindah di ruang kerjanya. Jihan begitu baik tanpa menuntut apapun, padahal dia dan keluarganya yang dibilang sangat cukup memenuhi kemewahan. Janggan merasa tidak adil memperlakukan istrinya, dia hanya menghampiri istrinya saat hasratnya dak lagi bisa dibendung, atau karna istrinya yang meminta kebutuhannya dibenuhi, semua bukan hanya karna kewajiban lebih pada kebutuhan. Janggan melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas normal, dia kawatir terjadi sesuatu dengan istrinya, apa dia salah sekarang lebih perhatian pada istri sendiri.
Sesampai si rumah Janggan rencana memaggil dokter keluarga dr Anna yang kebetulan temen kakaknya mbak Yuni, melihat istrinya belum juga siuman, nafas Jihan begitu halus terdengar saat Janggan mendekatkan telinganya untuk mengecek detak jantungnya. Nafas Janggan terburu detak Jantungnya lebih cepat melihat Jihan terbaring lemah di ranjang dan tanpa disadari dua kancing bajunya belum terpasang, kulit mulus di dada istrinya dan ada yang sedikit lebih besar dari biasanya. aacch sontak Janggan mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Kemudian Janggan segera menghubungi nomor dokter anna "assalamualikum, dokter bisa datang ke rumah, istri saya pingsan dok," suara Janggan menelpon dokter anna. "Baiklah aku segera ke sana, pasienku dah selesai," ucap dokter di seberang sana," tunggu saya sebentar, dak papa paling mas Janggan mau jadi ayah nih," lanjut dokter dengan tertawa dan segera menutup telpon, untuk langsung menuju tempat anak keluarga asmorohadi. Dokter dak menyadari kalo lawan bicaranya ditelpon syok mendengar kata 'mau jadi ayah' sesuatu yang tak pernah disadari sebelumnya, terbayang seorang bayi mungil yang nantinya hadir diantara mereka. Dia harus bisa mengubur masa lalunya dan menatap rumah tangganya.
Terdengar ada suara rame di ruang tamu, "Mbak Jihan di kamar lagi pingsan, bu, pak" suara mbok narti nereces sepertinya ada tamu, kedua mertuanya langsung menuju kamar anak semata wayangnya. "kok bisa dia pingsan Gan, " ucap mama menginterogasi menantunya.
" kurang tahu ma, Janggan pagi pagi ke kantor ada meeting," kata Janggan.
Mama mendekat duduk di tepi ranjang dengan wajah sedih, mengelus rambut anaknya. Mbok narti membawa minyak kayu putih yang diminta Janggan untuk dioleskan tubuh istrinya, mama mengambil alih minyak yang dibawa mbok narti, kemudian dioleskan ke perut putrinya, Janggan meneguk saliva saat perut istrinya tersingkap dan lagi, mama membuka kemeja Jihan untuk memberikan bau bauan yang dipercaya biasanya akan menyadarkan yang pingsan. Sang suami membelalakkan matanya saat kulit putih bersih itu hanya berbalut bra, apa mama sengaja memameri aku, kenapa tubuh Jihan terlihat tambah montok dia jarang sekali menikmati tubuh indah itu. 'damn' kata hati Janggan mencak mencak menahan sesuatu.
" Maaf mas ada dokter Anna," mbok narti amping amping di depan pintu kamar "Silahkan dokter masuk," Pak Rahmad papa Jihan memberikan jalan dokter untuk mendekati putrinya.
"Tindakan ibu sudah benar, biar mbak Jihan cepat sadar bisa di ransang dengan bau bauan yang sedikit menyengat, atau minyak yang dapat menghangatkan tubuhnya," kata dokter anna sedikit memberi penjelasan,"Biar saya priksa sebentar mas," ucap dokter membangunkan lamunan Janggan akan pikiran nakalnya. Dokter anna menggunakan stetostop untuk memeriksa detak jantung, dan pernafasan serta kemungkinan adanya gangguan pada usus dan lambung.
Dokter menepuk pundak Janggan, "selamat mas, mbak Jihan hamil, lebih baiknya besok bisa ke rumah sakit untuk USG," ucap dokter langsung menyalami Janggan, mama dan papanya.
Terlihat Jihan membuka matanya, bingung, "mas, kenapa Jihan ?" tanya Jihan dan menatap semua orang yang ada di kamarnya dengan bingung.
"Hallo calon ibu muda, dijaga makannya, lebih banyak istirahat," dokter tersenyum ke arah pasiennya. "ada apa dok," dia langsung memegang perutnya, Janggan tersenyum pada istrinya, " ada baby kita di sini," ucap Janggan menunjuk perut istrinya dan menatap istrinya menuh makna, Jihan malu dan menarik selimut menutupi tubuhnya yang tadi terbuka karna ulah mamanya.
Dokter anna pamit pada tuan dan nyonya Rahmad, kemudian mendekati Janggan dan berbisik pelan, "sepertinya bayinya kuat, dijaga mas jangan terlalu keras mainnya," ucapan dokter menohok Janggan yang wajahnya sudah memerah.
Akhirnya dokter pamit pulang dan diikuti kedua orang tua Jihan mengantar ke luar kamar, tinggalah pasangan suami istri berdua di kamar saling canggung.
"Maafin aku, dak bisa menjagamu," Janggan memecah keheningan diantara mereka dengan wajah memelas. "mas sini" Jihan menunjuk tempat disamping tidurnya. Janggan bingung mengartikan, dia tetep mendekat dengan harap cemas dan duduk tepian ranjang, diraihnya kaki Jihan yang masih terbungkus selimut.
"mau aku pijitin kakinya, sayang," mas Janggan keluar jurus maut untuk bisa dimaafkan atau ada misi tersembunyi, buat suami yang dari tadi sudah menegang. Jihan mengangguk dengan tatapan mata penuh tanya, " mas, boleh aku minta sesuatu," Janggan mamandang istrinya, " kamu sudah mau mengandung anak kita, dak adil kalo aku dak nuruti keinginanmu, " calon ayah memijat kaki istri dengan tangan sedikit gemetar penuh tanya apa yg diminta calon ibu anaknya.
Jihan menatap sedih suaminya, " mas aku mincintaimu," ucap jihan meraih tangan yg sedang memijitnya, dikecupnya. Janggan terjebak dengan situasi canggung yg tercipta, apa aku akan menjawab perasaannya, oh GOD hati Janggan bergetar seperti tersengat aliran listrik, apalagi jihan bangun mendekat dengan selimut terlepas di tubuhnya dan dia lupa atau sengaja mengekspos tubuh atasnya yg hanya memakai bra. Tubuh wanita hamil muda itu bertambah montok, Janggan tersihir mematung, "jadikan aku wanita satu satunya dalam hidupmu," jihan berjalan meliukan tubuh seksinya, Janggan menjadi kelu lidahnya, kenapa ia menjadi pemain profesional memainkan peran sebagai istri 'nakal' ku batin Janggan begitu terpesona. "hanya kamu wanitaku, ra," duh kalo sudah begini apa maumu dik, apapun akan kuturuti. Jihan meraba dada suaminya yang masih menggunakan baju kerjanya dan memainkan jari lentiknya di sana, "mas dak perlu ngomong aku tahu keinginanmu," jihan berbisik mesra di telinga suaminya. Ini yang ditunggu Janggan, dia meraih pinggang istrinya dengan kedua tangan, dikecup bibir jihan dengan singkat namun jihan tidak melepasnya, istri nakalnya melumat bibirnya lebih dalam, mereka saling melepas kerinduannya.
Tubuh jihan ditidurkan, Janggan menaruh tubuhnya disamping, " kamu nakal, mas suka," Janggan mencium perut polos istrinya, " papa akan melakukannya dengan lembut," Jihan terharu ingin rasanya menangis bahagia.