Chereads / Teman dari Tuhan / Chapter 6 - 5. Fatimah, si Gadis kecil bermata indah

Chapter 6 - 5. Fatimah, si Gadis kecil bermata indah

Malam sudah larut, namun tak melunturkan semangat Hanum untuk menemukan majikannya. Hanum melihat beberapa taksi terparkir di depan apartemen. Hanum berusaha menemukan Dasha dengan menanyakan kepada para supir taksi disana. Beberapa dari mereka tidak mengenali sosok Dasha. Walaupun sempat putus asa, tapi Hanum memutuskan untuk mencobanya lagi. "Pak, maaf saya mau numpang tanya. Bapak pernah lihat wanita ini gak?" Hanum menyodorkan ponsel dengan foto Dasha disana.

"Oh si Mbak turis ini, saya tadi mengantarnya ke daerah perumahan," jawaban Supir itu membuat Hanum bernafas lega, akhirnya ada satu informasi yang datang.

"Bapak bisa antarkan saya kesana?" Tanya Hanum.

"Oh boleh, Neng."

Dasha mengikuti langkah Abizar. Sesekali mata Dasha memandang punggung Abizar. Laki-laki ini sebenarnya cukup tampan. Hanya saja Dasha tidak menyukai sikapnya. Dua insan itu menyusuri jalanan yang sepi. Abizar tak menoleh Dasha sama sekali, ia juga tak mengeluarkan sepatah kata pun. Kalimat yang terakhir ia ucapkan hanya "tolong jaga jarak selama perjalanan."

"Uhm, Abizar," Panggil Dasha.

"Apa?" Jawab Abizar singkat.

"Apa kau marah?" Dasha tak kuasa menahan rasa penasarannya.

"Tidak," lagi-lagi Abizar menjawabnya dengan singkat.

Dasha kemudian diam sejenak, ia mencoba untuk mencari alasan kenapa Abizar sangat dingin padanya. Sesekali ia melirik pakaiannya, Dasha juga mengeluarkan ponselnya yang mati untuk berkaca. "Lalu kenapa kau bersikap cuek padaku?" Dasha melanjutkan pertanyaannya.

Kali ini Abizar diam cukup lama, ia tak langsung menjawab pertanyaan Dasha yang kedua. "Kamu non-muslim, walaupun aku jelaskan kau tak akan mengerti," ujar Abizar.

"Coba saja jelaskan, aku tidak akan keberatan," Dasha semakin penasaran.

"Dalam ajaran agama kami, laki-laki dan wanita saling berduaan itu tidak baik, kalau saja bukan karena harus mengantarmu menemukan rumahmu, aku tidak mau berduaan denganmu seperti ini," jelas Abizar.

"Kenapa agamamu melarang laki-laki dan wanita berduaan? Apa yang salah dengan itu?" Dasha mengernyitkan dahi.

"Panjang kalau dijelaskan dengan rinci, yang jelas agama kami sangat memuliakan kaum wanita, dan tidak mengizinkan kami—para lelaki—melukainya," ujar Abizar. Dasha pun diam mendengar penjelasannya.

Lampu mobil menyilaukan mata Dasha dan Abizar. Suara klakson yang dibunyikannya menandakan mobil itu tertuju pada mereka. Jendela mobil itu perlahan terbuka. "Dasha!!" Hanum memunculkan kepalanya. Dasha pun berlari kecil menuju mobil itu. Ia tak menyangka Hanum akan menemukannya.

"Hanum? Kau bisa menemukanku?!" Dasha melompat-lompat kegirangan.

"Kenapa kamu bisa sampai kesini?" Hanum memeluk Dasha erat.

"Aku tidak tahu," jawab Dasha.

Abizar merasa lega, akhirnya Dasha bisa bertemu dengan anggota keluarganya. "Uhm, syukurlah Dasha sudah bertemu dengan keluarga, kalau begitu aku pamit—" ucapan Abizar terpotong.

"Siapa laki-laki ini? Dia yang menculikmu ya?!" Hanum melotot ke arah Abizar.

"Eh, bukan Hanum. Dia itu yang sudah menolongku, aku tersesat dan dia menemukanku," jelas Dasha. Hanum pun ber-oh ria.

"Terima kasih ya sudah menolong majikanku," Hanum tersenyum ramah. Dalam hati kecilnya memuji ketampanan Abizar. Ia berandai-andai jika dirinya lah yang tersesat bersama Abizar, mungkin ia akan sangat beruntung.

"Sama-sama, kalau begitu saya pamit. Assalamu'alaikum," Abizar membalikkan tubuhnya dan segera berlalu.

"Waalaikumsallam," jawab Hanum.

***

Mentari sedang merajuk, sinarnya yang amat terang membuat udara menjadi panas. Dasha sedikit tidak terbiasa dengan udara panas. Walaupun air conditioner menyala di ruangan kerjannya, tapi tetap saja suhu panas masih sedikit terasa.

Entah kenapa Hanum banyak melamun malam ini. Dasha memandangnya dengan keheranan. Sesekali ia menata dokumen, tapi sesekali juga ia larut dalam lamunan. Dasha beranjak dari kursinya, ia berjalan menuju tempat Dasha. Ketika Hanum tengah asik dengan lamunannya, Dasha menyentuh pundak gadis berhijab itu. Sontak jantung Hanum berdegup kencang, "Dasha, kamu bikin kaget aja."

"Daritadi kamu ngelamunin apa sih?" Dasha penasaran.

"Enggak, bukan apa-apa." Mendengar Hanum menyembunyikannya, Dasha memilih untuk meredam rasa penasarannya.

"Oh ya, aku mau beli nasi box gitu sekitar 500 box," jelas Dasha merubah topik pembicaraan.

"Hah? Buat apa?" Hanum terkejut dengan jumlah box yang Dasha sebutkan.

"Udah, kamu turutin aja. Ini perintah lho," Dasha berlalu begitu saja meninggalkan Hanum dengan pikirannya yang bertanya-tanya.

Langit yang tadinya terang benderang kini mulai meredup. Sore ini tampak begitu tenang di luar kantor Eleanor. Pemandangan di luar jendela menunjukkan jalan sedang lancar, tidak seperti biasanya. Satu-satunya yang tidak tenang adalah Hanum. Ia sedang menghitung paket ayam KFC yang berjumlah 500 box itu. "Ini mah bukan nasi box, ini mah paketan KFC, haduh kalo Nona Dasha buang-buang duit, aku bisa diomelin Bos besar, apa ini buat bagi-bagi karyawan kantor? Tapi kan karyawan kantor gak nyampe 500 orang juga," gumam Hanum dalam hati.

Hanum yang membantu kurir KFC menghitung pesanan pun sudah selesai melakukan tugasnya. "Sudah pas ya 500 box," ujar Kurir KFC.

"Dasha, udah pas 500 box nih." Hanum memanggil Dasha yang tengah sibuk dengan laptopnya. Dasha pun menghentikan kegiatannya sejenak, kemudian menghampiri Hanum.

"Hanum, tolong bilang ke kurirnya aku mau bayar pake e-wallet," ujar Dasha pada Hanum—sang Translator—dengan berbisik.

Hanum pun bernegosiasi dengan kurir itu. Akhirnya kurir KFC itu pun setuju. Kemudian Dasha meminta bantuan security untuk mengangkut semua box makanan yang terjejer ke dalam mobil kantor. Karena begitu banyaknya makanan yang Dasha pesan, bagasi mobil ini tak cukup untuk menampungnya. Tak kehabisan akal, Dasha memanggil taxi untuk turut menampung box makanan itu.

Hanum terheran-heran karena mereka kembali ke tempat Dasha tersesat. Dasha terus memandu jalan. Hingga sebuah pesantren pun muncul di hadapan mereka. Hanum semakin terkejut karena Dasha akan masuk ke pesantren ini. Dengan perasaan yang belum menerima kenyataan, Hanum membuntuti langkah Dasha. Abizar dan ustad Zain keluar dari ruangannya mendengar suara mesin mobil asing masuk ke dalam Ponpesnya. "Halo, ustad Zain. Aku kembali lagi," Dasha melambaikan tangannya sembari tersenyum.

"Assalamu'alaikum Ukhty," ustad Zain memberi salam pada Hanum, karena melihat ia menggunakan hijab.

"Waalikumsallam," jawab Hanum.

"Dasha, untuk apa makanan-makanan ini?" Tanya ustad Zain.

"Ini untuk makan malam kita semua, aku ingin makan malam dengan anak-anak yang disini lagi, mereka sangat ramah, jadi aku belikan makanan untuk mereka," jawab Dasha dengan wajah polosnya. Seketika air mata terjun dari mata Hanum. Ia tak menyangka akan bertemu seseorang berhati bak malaikat. Walaupun Dasha non-muslim, tapi dia sangat menghargai agama ini.

"Terima kasih banyak, Dasha." Ustad Zain tersenyum padanya. Melihat senyuman ustad idamannya itu, jantung Dasha berdegup dengan kencang. Sementara Abizar, ia menahan senyumnya yang terkagum-kagum pada kemuliaan hati Dasha. Ia hanya memandangnya dari kejauhan.

Dasha, Hanum, ustad Zain, dan Abizar sibuk membagikan box makanan itu pada anak-anak di Ponpes. Banyak sekali diantara mereka riang gembira menerima makanan dari Dasha. Karena tinggal di Ponpes yang sangat ketat ini, mereka jadi sulit sekali untuk mencicipi makanan cepat saji seperti ayam KFC. "Kak, aku mau satu," ujar gadis kecil bermata indah sembari menarik-narik rok Dasha. Dasha pun menoleh pada gadis cantik ini. Walaupun tak mengerti bahasanya, Dasha langsung memberinya satu box makanan.

Aksi membagi makanan sudah selesai. Dasha berjalan di lorong pesantren sendirian. Kandung kemihnya sudah menuntut ia untuk mencari kamar mandi. Mata Dasha tak sengaja menangkap seseorang di gerbang pesantren. Dasha memincingkan matanya untuk melihat siapa orang itu. "Itukan anak kecil yang tadi," gumam Dasha. Dasha pun memutuskan untuk melihat apa yang ia lakukan. Ternyata anak kecil itu membagi box makanan yang diberikan Dasha kepada Kakek tua di luar gerbang. "Ini,Kek. Buat Kakek." Gadis kecil itu menyodorkan box makanannya.

"Terima kasih, Cu." Kakek ini menerimanya dengan raut wajah yang menunjukan haru.

Kemudian gadis kecil tadi duduk di kursi dekat gerbang. Sebenarnya hati kecilnya ingin sekali menyantap makanan lezat di box itu. Tapi apa daya, ia rasa kakek tadi lebih membutuhkannya. Mata Dasha berbinar melihat kejadian tadi. Ia tak menyangka penghuni Ponpes ini dipenuhi dengan anak yang luar biasa.

"Namanya Fatimah, matanya sangat indah, begitu juga hatinya." Dasha menoleh pada sumber suara. Ternyata pemilik suara itu adalah Abizar.