Chereads / Aku dan 1000 kota / Chapter 3 - Istanbul, Turkey ( 1 )

Chapter 3 - Istanbul, Turkey ( 1 )

Udara musim dingin begitu menusuk, menembus coat yang aku pakai, ketika berjalan melangkahkan kaki keluar dari gedung bandara Ataturk Airport, kota Istanbul.

Cuaca di akhir januari di kota ini begitu dingin disertai hembusan angin basah, sekilas aku menengok jam besar diatas pilar di luar gedung, sudah pukul 16,40, kupercepat langkah kakiku sambil menarik koper kecil di tangan kiri berjalan cepat menuju sebuah loket pemesanan taksi menuju apartemen yang sudah aku pesan sebelumnya via Airbnb.

Alphard hitam yang digunakan sebagai taksi di Istanbul membawaku ke apartemen di seputaran area Taksim Square, Istanbul, perjalanan kurang lebih memakan waktu sekitar satu jam dari airport menuju apartemen membuatku sesekali tertidur di dalam mobil.

Rasanya badanku sangat letih, berada terlalu lama di dalam pesawat membuatku jenuh dan mual. beberapa kali aku harus berdiri di lorong pesawat karena tidak tahan dengan posisi tubuh yang duduk dan setengah berbaring.

Ding...

aku memencet bel di depan apartment, interkom di sampingku mengagetkanku dan menyuruhku langsung masuk dan naik ke lantai lima gedung.

Pintu depan gedung kudorong setelah di bukakan otomatis dari lantai atas oleh pemilik apartment. Ia menungguku di depan pintu lantai lima gedung apartemen.

-

Aku terpaku menatap pria di hadapanku, wajahnya sangat tampan khas middle eastern [timur tengah], berkulit bersih, berbadan tegap berisi, kokoh, alis tebal dengan tatapan mata tajam.

Kelopak mata dan alis nyaris bersentuhan, bulu matanya lebat dan senyumnya sangat mempesona.

"Merhaba" sahutnya.

"oh, hi, hello.. " sahutku kikuk.

"Aku Deniz, pemilik apartment.

Kamu yang bernama Jade, bukan?" ucapnya lagi sambil melebarkan pintu masuk ke dalam apartemen.

"iya benar, aku Jade yang melakukan pemesanan di Airbnb." jawabku.

"Marilah masuk, aku akan menjelaskan sedikit segala hal tentang apartement ini untukmu." Deniz berdiri di pinggir pintu, memberikanku spasi untuk masuk kedalam beserta koperku.

Aku melangkah masuk sambil menenteng koperku yang diambil alih oleh Deniz, tanpa sengaja Deniz menyentuh ujung jariku yang terlambat kuangkat dari pegangan koper.

Refleks aku menatap Deniz, disambut pemohonan maaf atas ketidaksengajaan oleh Deniz.

-

Deniz memberikan tour singkat di dalam apartemen yang tidak begitu besar, ia menjelaskan satu persatu secara rinci ruang demi ruang, dari masalah pintu dan cara mendorong yang menurutku sedikit aneh, pemanas ruangan di setiap dinding, jaringan internet dan password wifi, peralatan memasak juga petunjuk buang sampah dengan cukup meletakkannya tepat di depan pintu apartement, aku mengikuti setiap langkahnya di dalam rumah sambil sesekali mengiyakan menandakan bahwa aku sudah mengerti.

Tak lupa ia juga memberiku setumpuk buku tentang 'tourist guide' memudahkan aku untuk mengenal Turkey.

"Selamat datang di Istanbul, Jade. jika kamu butuh bantuanku, jangan segan segan menghubungiku lewat whatsapp." ucapnya ketika tur kecil berakhir di balkon kecil apartemen.

Nampak olehku suasana kota Istanbul yang sedikit sendu oleh rintik hujan dan malam yang mulai menyapa, kuperhatikan gedung gedung apartemen disekitar yang rata rata adalah bangunan tua bergaya Eropa, sesekali terdengar kicauan burung gagak menambah suasana misteri di sekeliling.

Apartemen yang ku tempati sangat bersih dan terawat, dengan dekorasi khas Turkey yang menawan, lampu gantung Turkey berbahan kaca dengan mozaik khas Turkey, berbagai dekor 'Blue eyes' khas Turkey yang dipercaya sebagai penangkal roh jahat, dan karpet bermotif indah ciri khas negara ini.

Apartemen yang kusewa online, didalamnya terdapat tiga buah kamar tidur, ruang tengah dengan sofa dan meja makan, dapur dan kamar mandi, sebenarnya apartemen ini terlalu besar untukku tapi kuputuskan untuk berada di apartemen karena harga yang jauh lebih murah ketimbang harus menyewa hotel dengan tarif harian.

"Kamu melakukan pemesanan untuk sebulan penuh. benarkah?" ucap Deniz yang duduk di seberang meja dari tempatku duduk.

"benar." jawabku sambil memandang ke dalam buku yang bertumpuk rapi diatas meja.

"Berhati hatilah berjalan seputar daerah sini, banyak penduduk lokal yang berusaha memperdaya para turis." tambahnya lagi.

"Aku sudah dua tahun menyewakan tempat disini, berbagai macam pengalaman dari turis turis yang datang menginap. Berhati hatilah jika berbicara dengan orang asing yang mengajakmu ke suatu tempat." sahutnya serius.

"terima kasih, aku akan selalu mengingat nasihatnya." ucapku.

"Okay miss Jade, aku akan membiarkanmu beristirahat. nampaknya kamu sudah sangat lelah." Deniz berdiri dari bangku dan bersiap melangkah menuju pintu, aku pun melakukan hal yang sama, mengantarkannya hingga ke depan pintu.

Tiba tiba, Deniz berbalik dan tersenyum,

"Aku akan membantumu di hari hari pertama disini. Kebetulan kerjaanku lagi tidak padat. Aku akan mengantarkanmu berkeliling besok jika kamu tidak keberatan." ucapnya sambil tersenyum dan menatapku ramah.

Aku terpaku lagi menatapnya,

"Miss Jade? Apa kamu keberatan?" tegasnya lagi.

"Oh, dengan senang hati, jika kamu menemaniku." sahutku cepat tidak ingin ia menarik kembali kata katanya.

"Thanks God" ucapku dalam hati sambil bersandar di pintu setelah memastikan Deniz sudah benar benar pergi.

Cihuy... hari pertama aku sudah dapat seorang teman.

kemajuan sosialisasi.

-

breeeeepppp... suara bel pintu berbunyi berat dan keras membangunkanku, dengan perlahan aku membuka mataku yang sebenarnya masih engan untuk terbuka, tanganku meraba raba meraih ponsel di sebelahku, pukul 10.00 pagi waktu Istanbul, Oh Tuhan, masih letihhh...

Dengan tergopoh aku berjalan menuju pintu depan sambil bertanya tanya, bagaimana bisa seseorang bertamu di pagi hari tanpa ijin dan pemberitahuan sebelumnya dan bagaimana bisa seseorang bertamu sepagi ini di kota dengan tidak seorangpun yang kukenal.

Seseorang telah berdiri di depan pintu dengan membawa nampan berisi makan pagi sambil memamerkan senyum nya yang menawan, kembali aku hanya diam mematung hingga lupa mempersilahkannya masuk.

"selamat pagi , Ms.Jade." sapa Deniz.

Oh Tuhan, Deniz sudah berdiri membangunkanku sepagi ini menemukan diriku yang berantakan dengan piyama dan rambut kusutku.

[ sedikit kaget ]

"eh pagi, saya tidak menyangka kamu akan datang mengunjungiku sepagi ini." ucapku sambil terus berdiri di pintu memberinya tatapan heran menutupi rasa maluku karena masih berantakan.

"maafkan saya, saya hanya ingin memastikan kamu tidak kelaparan pagi ini."

"bolehkah saya masuk?" tanya Deniz sambil menatapku ramah dan tersenyum, berusaha untuk tidak membuatku marah.

Tanpa berkata kata banyak aku mengeser badanku, membiarkan Deniz masuk menuju meja makan dan menutup kembali pintu.

Aku bergegas menuju kamar mandi, dan berganti pakaian, aku membiarkan Deniz menunggu dan menata makan pagi, aku merasakan jantungku berdegup sedikit lebih cepat dari biasanya ketika berinteraksi dengan Deniz, sedikit kesal karena Deniz menemukanku masih dalam keadaan berantakan.

Aku memang tidak terbiasa berhubungan dengan pria selain urusan profesional kerja, selama bersama Hein, aku sangat membatasi pergaulanku. Kurangnya pergaulan membuatku mudah salah tingkah dan kikuk.

Kurang dari 20 menit semenjak kedatangan Deniz , aku sudah duduk manis di meja makan tepat di depan Deniz, ini adalah makan pagi pertamaku semenjak berada di Turkey.

Deniz membawakan aku ' Yumurta', sejenis telur mata sapi yang di sajikan dengan pastrami,daging dan saos, beserta beberapa potong roti, keju feta dan apple tea.

"Kuharap kamu menyukainya." sahutnya memperhatikanku makan.

"Ini enak, sungguh... kamu yang membuatnya?" tanyaku.

"Iya, aku membuatkannya untukmu, aku tahu kamu semalam melewatkan makan malam." sahutnya lagi.

"hmmm" aku hanya terdiam sambil menatap makananku,

Deniz terus bercerita tanpa diminta, aku hanya menjawab singkat dan seperlunya, dalam waktu singkat saja aku hampir tau sebagian besar cerita hidupnya.

Deniz bercerita tentang keluarganya yang berada di Izmir [ sebuah kota di Turkey, tiga ratus dua puluh delapan km dari Istanbul ] , juga tentang apartemen nya yang berada setingkat dibawah aku [pantes aja , makluk tampan ini begitu cepat berada di depan pintu ], tentang pekerjaanya, tentang mimpi dan tak ketinggalan cerita cerita konyolnya.

Mahluk ini sepertinya begitu low profile, apa dia sudah seperti ini dari orok ?

Dan bersikap sebaik ini kepada semua tamu tamu nya ?

Deniz mengajakku berjalan kaki di sekeliling apartemen yang kebetulan terletak di jantung kota Istanbul modern, Distrik Beyoglu, bagian Istambul sisi Eropa.

Dengan hanya beberapa meter dari apartment kami sudah sampai di Taksim Square, alun alun dengan Monumen of Republic berada ditengahnya.

"Ini adalah landmark untuk memperingati ulang tahun ke lima berdirinya Republic Turki tahun 1923, disini lah objek utama bagi wisatawan asing dan sekaligus tempat favorit berkumpul bagi penduduk lokal." Ucap Deniz ketika tiba di Taksim Square.

Di depanku nampak sebuah monumen, suasana nampak ramai, ada bangku bangku tersusun rapi, dan nampak sejumlah orang duduk bercenkrama sambil menikmati kopi atau sekedar merokok, disisi lain terlihat para pengunjung bermain dengan burung dara yang beterbangan bebas.

Di sebelah kiri dari tempatku berdiri ada banyak resto, coffee shop dan toko kecil penjual kebab terhubung langsung dengan Istiklal Cadessi-pedestrian sepanjang satu setengah km yang di bagian kiri dan kanan penuh aneka toko, butik, galeri seni, resto,kafe, pub, bioskop, opera house juga pusat budaya.

Kami berjalan disepanjang Istiklal Cadessi, -jalan ini hanya khusus untuk pejalan kaki, kecuali trem traditional berwarna merah yang kata Deniz beroperasi semenjak tahun 1875. Bentuknya sudah sangat kuno, sebagai penyempurna nuansa klasik di kompleks jalan Istiklal. trem merah itu lalu lalang tak berhenti mengangkut para wisatawan dari ujung Taksim ke Tunnel Square tanpa di pungut biaya alias gratis.

Ada kenikmatan tersendiri menikmati suasana jalan yang penuh pengunjung, mereka tidak peduli sekalipun hawa mengigit menerpa atau mungkin sudah biasa, aku aja yang sedikit norak. hihi.

Para pengunjung kebanyakan datang untuk berbelanja, nonton film, dan ada pula yang hanya menikmati suasana, riuh pikuk manusia yang lalu lalang, aroma cesnut yang dipanggang di pinggir jalan membuatku tersenyum bahagia, juga para pramusaji dan pedagang yang dengan aktif menawarkan barang dagangannya.

Kami berjalan perlahan, seolah bertindak sebagai tour guide dadakan, Deniz menerangkan satu persatu apa saja yang ada disana, kota ini menyimpan sangat banyak sejarah, aku berdecak kagum mendengar cerita demi cerita.

Deniz memanjakanku dengan aneka cemilan khas Turkey seperti baklava, kunafe, Turkish Delight, dan tak lupa syal dan topi cantik hangat berbahan wol yang di jual di sepanjang jalan Istiklal.

"Aku merasa seperti anak kecil yang diberi banyak makanan manis." sahutku pelan.

Deniz tertawa kecil, berjalan disampingku sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam coat hangatnya,

"Ini hal pertama yang wajib di coba ketika berada disini. Dan kamu tidak akan berhenti merasakan manisnya kota Istanbul."

Sesekali ia melindungiku dengan tubuhnya, ketika beberapa kali hampir bertabrakan dengan pejalan kaki dari arah berlawanan.

Jalan yang benar benar sibuk. Terlalu dini untuk mengartikan bentuk perhatiannya.

Aku menikmatinya.

Tepat di pertengahan jalan Istiqlal sebelah kiri ada sebuah gereja cantik bernama 'St. Anthony of Padua Church'- gereja katolik kecil dengan ornamen bergaya neo-Gothic.

"Ayo kita mampir sebentar." sahut Deniz berjalan masuk ke sebelah kiri, Aku mengikutinya dari belakang tanpa banyak bertanya.

Begitu banyak pengunjung disini, semua sibuk mengabadikan dan mendokumentasikan hal hal unik di bagian dalam dan luar gereja.

Aku membaca informasi dari sebuah batu yang menempel di dinding, bangunan ini di bangun sejak tahun 1906, dan masih digunakan sebagai gereja di hari minggu, dan di hari biasa ia berfungsi sebagai tempat wisata yang dibuka untuk umum berbagai kalangan dan agama.

Istanbul berkali kali membuatku berdecak kagum, banyak hal unik yang aku lihat selama penelusuran kami sepanjang Istiklal Avenue.

Di ujung jalan Istiklal, berbelok ke sebelah kanan dan sedikit menanjak, nampak sebuah menara tinggi yang dikenal dengan nama Galata Tower.

Kami melangkah mendekati tower di jalanan yang menanjak, aku menoleh ke arah Deniz seperti minta dijelaskan.

"Menara ini adalah tertua dan terbesar yang berdiri sejak tahun 528, kawasan disekitar Galata Tower ini adalah kawasan suci bagi umat kristiani, dan dikenal sebagai menara kristus." rincinya, dengan terus berjalan.

"Ketika Istanbul masih dikenal sebagai Constantinopel, dan dikuasai oleh Rome , ada legenda yang beredar bahwa nabi Isa dipercayai akan kembali ke bumi di tempat dimana Menara ini berada."

"Legenda lain dipercaya jika ada pasangan yang naik tangga menara bersama akan berakhir dalam perkawinan. " ujarnya lebih Deniz.

"hmmmm" gumamku sendiri, kembali memperhatikan suasana sekeliling, nampak antrian panjang muda mudi untuk dapat naik bersama ke puncak Tower. Mungkin mereka pasangan yang masih memercayai legenda tersebut.

Deniz mentraktirku makan siang di sebuah resto tepat di depan Galata Tower, angin dingin berhembus kencang siang itu, dan sepertinya akan ada hujan atau mungkin salju.

Kami mempercepat makan siang agar segera bisa kembali ke apartemen sebelum hujan tiba.

Deniz mengantarkanku hingga ke depan pintu, dan meminta ijin untuk mengajak aku dinner di malam hari.

Apakah ini kencan ? Hmmmm....

Aku tak kuasa menolaknya, aku menganguk pertanda setuju sebelum menutup pintu apartemen.

Deniz terlalu menawan untuk mendapatkan penolakan dariku.

-

Waktu menunjukkan pukul 18.30 ketika bel apartemenku berbunyi, aku berjalan cepat membukakan pintu untuk Deniz, aku berdandan lebih dari biasanya, memakai gaun indah , dengan sapuan lipstik merah merona yang terlihat ' splendid ' di wajahku, seperti tidak mau terlihat kalah dengan para wanita di kota ini, yang rata rata bersolek dan fashionable.

Deniz tersenyum manis di depan pintu sambil membawa bouquet bunga di tangannya, tatapan tajam dan menggoda, aku mencoba mengalihkan fokus dan tidak menatap nya untuk waktu lama, khawatir jantungku akan melompat dari tempatnya.

Dengan cepat kusambar sepatu boots dan melangkah keluar pintu, tanpa membuat Deniz bosan menunggu.

Makhluk ini perilakunya sangat gentle dan perhatian, membukakan pintu mobil untukku, mengajakku jalan, membelikanku bunga, cemilan, mentraktirku makan bahkan mengajakku kencan, semuanya menuntun ke dalam rasa aman ketika berada di dekatnya.

Ops... apa yang sedang kupikirkan, aku hanya seorang turis ! Tidak mungkin kita bersama. aku mengeleng ngelengkan kepalaku, agar segera sadar dari pikiran pikiranku. Deniz menengok kearahku.

"Jade, apakah kamu baik baik saja?" hening yang mutlak terpecahkan dengan suara bass dari sebelahku.

"Oh, ya,, aku baik baik saja sahutku kikuk."

"By the way, kemana kamu akan membawaku pergi ?" tanyaku tanpa berani menoleh ke arahnya.

"hanya ke sebuah Resto dimana kita bisa menikmati suasana malam di Istanbul." Jawab Deniz singkat, sibuk mengendarai mobil di jalan yang sedikit berbukit.

"hmmm [ bingung... harus ngomong apa ]"

"apa aku boleh bertanya hal yang lebih pribadi?"

" silahkan." sahutku sambil menelan ludah dan mengutuk diriku dengan nada suaraku yang terdengar kaku.

"Mengapa kau berkunjung Istanbul sendirian? Kemana suami atau pasanganmu ?"

"hmm.. ya.. aku sendirian karena aku tidak punya suami ataupun pasangan." [Jawabku singkat, namun gelisah, kemana arah pembicaraan ini.]

"oke" ucap Deniz pelan nyaris tak terdengar sambil manggut manggut mencoba untuk mengerti.

Deniz kemudian kembali sibuk memperhatikan jalan di depan, yang sepertinya sebentar lagi kita akan tiba ke tujuan.

-

Lulu Hookah Lounge berada di lantai atas Zimmer Hotel Bosphorus, tempat ini masih berada di daerah yang sama dengan apartemen yang aku tempati, masih di distrik Beyoglu.

Tempatnya sangat cozy dan menawarkan pemandangan Bosphorus yang menawan di malam hari, dan tentu saja ditemani hookah / shisha berkualitas tinggi dengan aneka irisan buah "real" di dalamnya.

Suasana sangat nyaman dengan kwalitas makanan yang baik. Untuk pertama kali aku tertawa lepas mendengar Deniz Bercerita tentang segala kekonyolan dia dimasa kecil.

Dua puluh empat jam sudah aku berada di kota ini, dan kota ini mampu memberikan energi yang cukup besar untukku. Aku tersenyum dan tertawa , semudah itu.

❄❄❄