Senin, 10 Juli 2045
Di dalam kegelapan kamar asrama. Aciel tertidur dengan nyenyak. Di atas kasur yang empuk dan nyaman, dia tenggelam ke dalam dunia imajinasinya yang luas. Dia tahu dia harus memanfaatkan tidurnya dengan sebaik mungkin, karena untuk tidur diperlukan perjuangan yang sangat keras untuk melewati hari.
"Nathan... Kenapa kamu melindungiku dari mereka?"
"Aku tidak akan membiarkan sahabatku tertindas begitu saja."
"Tapi... Aku memang tidak berguna, aku payah, aku bodoh, aku tidak berharga."
"Tapi untukku kamu berharga!"
"Nathan... Hiks... Nathan..."
Aciel terbangun... "Mimpi... Mimpi tentang Nathan lagi..." Ucap Aciel. "Mungkin... Sebaiknya aku tidur lagi." Lanjut Aciel. Tetapi, ada sesuatu yang aneh saat dia memeluk gulingnya. Gulingnya empuk dan hangat, seperti guling itu hidup. Bau dari guling itu juga wangi. "Apakah aku memeluk pocong?" Tanya Aciel dalam hati. "Sudalah, yang penting dia bisa membuatku nyaman." Lalu Aciel memeluk guling itu lebih erat lagi dan menciumnya. "Goodnight pocongku sayang."
"A-Aciel... I-ini terlalu cepat..." Ucap Meilinda pelan.
"Oh... Meilinda. Ternyata kamu empuk juga..." Lalu Aciel tersadar. "Meilinda? MEILINDA!?" Langsung saja Aciel membuka matanya dan meloncat dari atas kasurnya. "WOah, Melinda! Kamu ngapain di kasurku ha?"
Meilinda dengan wajah yang sudah memerah bertanya balik. "A-Aciel, ini terlalu cepat, aku belum siap melakukannya."
"Kamu yang naik ke kasurku!" Bantah Aciel. Lalu Aciel tersadar, bagian empuk yang dia peluk dengan kepalanya adalah, dadanya Meilinda. "Shit..."
"Kamu harus tanggung jawab!" Ucapnya sambil menahan tangisannya.
"WHAT? Kamu yang masuk ke kamarku! Dan gimana caranya kamu bisa masuk kesini?" Tanya Aciel semakin bingung. Lalu di belakangnya, pintu kamarnya didobrak oleh seseorang dengan paksa. Pintu itu rubuh. Saat Aciel menoleh ke belakang, dia sudah mendapati ada Natasha dan kakaknya disitu.
"Laki-laki hidung belang sialan, pertama kau menodai tubuhku, sekarang tubuhnya Meilinda." Ucap Natasha dengan marah. "Kamu harus dihukum!"
"Kamu cepat dewasa ternyata ya Aciel." Ucap kakaknya sambil tersenyum. "BTW, kau itu orangnya sungguh totalitas ya dalam menjalankan perintah." Dan akhirnya di pagi buta, Aciel dihajar oleh Natasha. Disaksikan oleh kakaknya. Dihujat oleh tetangga kamarnya.
"Jadi yang membuka pintunya adalah kamu ya kak! Ini semua rencanamu kan? Kenapa kau bisa membawa kunci kamarku? Kenapa kau membiarkan Meilinda naik ke kasurku? KAKAAAAAAAAK!"
"Karena tujuanku yang aku beritahu kemarin."
"SIALAAAAN!"
"INI MASIH JAM TIGA, B*NGS*T!!!" Teriak tetangga kamarnya yang lain.
Beberapa menit kemudian
"Jadi, kalian kesini mau apa? Merusak hidupku?" Tanya Aciel yang sudah babak belur. Sambil memperban lukanya dan memberikan pertolongan pertama pada bagian tubuhnya yang lain. "Meilinda ke kamarku juga gimana bisa ada ceritanya itu."
"Hehe, maap, aku membuka kunci kamarmu dengan kawat." Jawab Meilinda sambil sedikit tertawa dan tersipu malu. "Lalu aku menguncinya lagi, lalu kakakmu dan Natasha datang. So...."
"Kenapa kamu masuk ke ruanganku? Memangnya aku salah apa?"
"Engga, aku hanya ingin lebih dekat dengan kamu." Jawab Meilinda.
"Dengan membuat Natasha menghajarku sampai babak belur?"
Lalu Natasha menjawab. "Aku menghajarmu karena kamu melakukan tindakan yang tercela di akademi ini." Lalu Natasha meminum secangkir teh hangat yang dia buat tadi. "Sebagai calon anggota kedisiplinan sekolah, aku harus tegas dengan peraturan yang ada."
"Kenapa kau tidak menghajar Meilinda? Dia yang masuk kamarku duluan, aku tidak mengajaknya!"
"Tetapi yang melakukan pelecehan adalah kau." Jawab Natasha. "Masalah tentang Meilinda bisa diurus nanti. Dan bukan berarti aku peduli atau cemburu denganmu, bodoh!"
"Kalian yang terparah." Jawab Aciel. "Lalu ada apa kamu sama kakakku kesini? Kalian mau merusak hidupku?"
Natasha tersadar akan hal itu. Karena dia dimarahi oleh Aciel dengan alasan itu, dia menunduk sedih karena perkataan Aciel. "Maaf... Bukan maksudku begitu..." Ucap Natasha pelan.
Lalu Meilinda memarahi Aciel. "Jadi cowo peka dikit napa? Kasihan dia itu!"
"Kalian ini kenapa sih? Kalian ingin aku depressi lagi?"
"Nih, fluoksetin." Avisha lalu memberikan obat itu pada Aciel. "Dari Mama sama Papa."
"Oh ya terimakasih, aku akan meminumnya sebelum aku depressi, terimakasih."
"Sama-sama," Ucap Avisha tersenyum.
"Kakak? Kok kamu disini?"
"Yah, rencananya aku mau ngagetin kamu tadi pagi, Cuma sudah keduluan sama Meilinda hehehe."
"Kenapa kau mengajak Natasha?"
"Apa salahnya membuat kalian lebih dekat? Dan mungkin mengingatkan kau tentang masa lalu."
"Kau sama parahnya... Sudalah, sekarang aku mau sarapan agar emosiku stabil."
"Ah iya aku juga belum sarapan, ayo kita masak bersama!"
"Tidak usah, aku mau membuat cere-"
"AYO KITA LOMBA MASAK!" Teriak Meilinda. "Yang menang boleh tidur dengan Aciel!"
"Oy! Aku mau makan cereal!"
Lalu Natasha bangkit dengan semangat. "Boleh juga, bukan berarti aku mau dekat dengan Aciel atau apa. Aku harus mengawasimu sekaligus menguji kemampuanku haha. Lagipula, aku perlu mengawasi dia jika dia melakukan pelecehan lagi."
"Alasan macam apa itu! Kau kira aku kriminal?"
Lalu Avisha menepuk pundak Aciel. "Ini kesempatan kita dimasakin gratis secara cuma-cuma oleh mereka." Bisik Avisha kepada Aciel. "Aku tidak tahu bagaimana kau melakukannya, tapi kedua perempuan ini sudah jatuh hati kepadamu."
"Aku bahkan tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi," Jawab Aciel. "Omong-omong, kenapa kamu kesini? Ngga mungkin kamu cuma kesini untuk ngasih obat di jam tiga pagi aja kan?"
"Ah iya, sementara mereka memasak, aku ingin memberitahumu sesuatu."
"Iya apa itu?"
"Kelas 'player' atau pemain kan hanya ada lima. Tersusun dari A, B, C, D dan E. Itu diurutkan berdasarkan kemampuan mereka. Kelas akan diacak lagi per semester sesuai dengan kemapuan dan hasil pencapaian kalian."
"Jadi, aku harus mempertahankan posisiku di kelas A yak an?"
"Pintar sekali. Aku sudah beri intel tentang mereka yang berbahaya dan menjaga tetap low profile kan? Jangan terpaku dengan itu. Kemungkinan di kelas B, C, D, dan E ada siswa yang lebih hebat dalam Cyber Firmament tetapi tidak ada yang tahu. Itu kemungkinan terburuk."
"Begitukah... Mungkin aku akan ke kelas D atau E. Kau tahukan aku tidak punya Special Ability."
"Tidak, tapi dari uang beasiswa akan membuatkan dan membelikanmu gadget yang kau perlukan di dalam pertempuran, seperti pedang besar, tameng, peluru yang bisa meledak."
"Orang yang lain juga bisa mendapatkan itu, bukannya itu juga akan menyusahkanku di sisi lain."
"Yah, maka dari itu, pintar-pintarlah merancang alat yang hanya kau yang bisa memakainya."
"Tentu saja. Harusnya aku tahu itu." Ucap Aciel sarkas.
"Oh iya, jangan macam-macam dengan kakak kelas, mereka juga lebih kuat dan berbahaya daripada mereka yang aku sebutkan kemarin. Seperti ketua OSIS contohnya. Dia sangat kuat."
"Kecil kemungkinannya aku bertarung dengan kakak kelas."
"Memang. Lebih berbahaya lagi dengan orang yag sudah di liga professional."
"You don't say."
"Wah, aku lapar. Apa mereka sudah selesai?"
"Entahlah, bagaimana kalau kita membunuh waktu?"
"Tentu. aku membawa console gameku. Mau main?"
"..... Hmmm.... Jadi.... Ini tujuanmu yang sebenarnya... Kampret."
Jam 5 pagi
"Jadi, makanan siapa yang paling enak? Ayam bakar kecapku atau ayam keju mozzarella milik Natasha?" Tanya Meilinda kepada Avisha dan Aciel. "Pasti punyaku kan?"
"Entahlah, dua-duanya sama-sama enak. Terimakasih ke kalian, persediaan makananku untuk dua hari hilang sekejap."
"Itu kan hanya ayam, ternyata kau pelit sekali ya," Balas Natasha.
"Yah apapun itu, cepatlah berganti baju, hari ini upacara bendera pertama kalian. Dan yeah, hari ini pertama kali kalian masuk kelas. Kalian sudah dapat pengunguman pembagian kelas lewat internet kan?" Tanya Avisha. "Kalau tidak salah, kalian bertiga sekelas yak an?"
"Ya! Tepat sekali, makanya aku ingin mengajak Aciel duluan," Balas Meilinda. "Aku tidak rela jika dia pergi dengan Natasha yang sudah punya banyak pacar."
"Aku tidak punya pacar! Lagipula, mengapa kau berpikir aku mau pergi dengan Aciel?" respon Natasha dengan wajah memerah. "Aku tidak tertarik dengannya, jangan salah paham."
"Lalu kenapa kau mengikuti lomba memasak?" Tanya Meilinda.
"I-itu karena aku ingin menunjukkan kemampuanku kepada kalian."
Lalu Aciel mengambil handuknya dan bersiap untuk mandi. "Aku mau mandi. Apa kalian akan tetap disini?"
"Ah iya aku juga akan bersiap-siap," Ucap Meilinda. "Natasha, ayo kita mandi bersama!"
"He apa!" Jawab Natasha. Lalu Meilinda menggandek Natasha untuk mandi bersama. "T-tunggu dulu, Meilinda, aku malu."
"Ayolah kita kan sesama perempuan!"
Lalu mereka berdua keluar dari kamar Aciel bersama-sama. Tinggal Aciel dan Avisha disana. "Yaudah, aku mau mandi." Ucap Aciel kepada Avisha.
"Dek, sepertinya mereka berdua suka kepadamu. Bagaimana ceritanya?"
"Meilinda, entahlah kenapa dia mencoba mendekati pria dengan wajah murung kurang alasan hidup sepertiku. Kalau Natasha, mungkin karena aku tidak sengaja memegang dadanya. Aku yakin kau juga menyaksikan saat-saat memalukanku itu ya kan?"
"Perempuan tidak akan semudah itu jatuh cinta. Mungkin karena kau tampan?"
"Aku tidak tampan. Aku biasa saja." Lalu Aciel mengambil handuknya dan segera melepas bajunya. "Kalau kau keluar, tolong tutup pintunya."
"Iya... tentu saja."
Jam 6.30 Pagi
Waktu upacara dimulai
"Seluruh peserta upacara harap segera memasuki lapangan upacara. Sekali lagi, seluruh peserta upacara harap segera memasuki lapangan upacara."
Aciel berjalan dengan santainya ke lapangan upacara. Dia memasuki barisan kelas A yang berisi orang-orang berbakat yang berbahaya seperti itu. Kelas A, dimana yang terkuat berada disana. Dia lalu berdiri dengan santainya di barisan laki-laki. Lalu disampingnya, berdirilah Daniel Hartmann yang mengincar Aciel sejak awal masuk ke sekolah.
"Aciel..." Bisik Daniel.
Aciel yang canggung tidak tahu bagaimana harus merespon, mati-matian mempertahankan ekspresi datarnya. "I-iya?"
"Aku akan mengalahkanmu."
"Iya terimakasih." Jawab Aciel tanpa berpikir. Sistem menjawab otomatisnya mulai bekerja.
"Kau tidak akan bisa kabur kemana-mana saat aku disini, Aciel." Lanjut Daniel. "Tidak ada tempat bagimu untuk bersembunyi dariku, Aciel. Kau akan kalah!" Lanjut Daniel.
"Mohon bantuannya." Jawab Aciel.
Lalu ada seseorang yang ikut ke dalam pembicaraan. "Tidak, akulah yang akan mengalahkan Aciel. Lebih baik kau mundur saja." Lelaki itu mempunyai aura yang gelap. Rambutnya acak-acakan. Dia putih tetapi kantung bola matanya gelap. Bibirnya juga berwarna merah gelap. Dia seperti laki-laki misterius yang dapat menyerang sewaktu-waktu. Jelas dia berbahaya. Dari situ, Aciel langsung saja menyadari siapa orang itu. Michael Aditya Purnama. "Kau tidak pantas berdiri disini, Aciel. Kau bukan siapa-siapa. Daripada kau menyusahkan kami semua lebih baik jika kau pergi darisini atau enyahlah kemana."
"Kau mengabaikanku ha?" Ucap Daniel. "Aku akan menghancurkanmu duluan."
"Oh, serangga ini ingin menghajarku, silahkan lakukan semaumu, serangga!"
"Akan aku tunjukkan siapa yang serangga."
Berlahan Aciel menjauh dari mereka berdua dan berpindah ke barisan depan. Disana ia berdiri di paling depan agar terbebas dari mereka berdua. Di kirinya ada seorang lelaki yang terlihat ramah. Rambutnya berwarna hitam. Rambutnya sedikit kurang rapi karena terlihat dia hanya menyisirnya dengan tangan. Lalu dia memasang topinya.
"Yosh, kamu yang ngelihatin aku." Ucap laki-laki itu. "Ada apa? Mau kenalan?" Tanyanya.
"S-siapa? Aku?" Tanya Aciel.
"Iya kamu bro. Kenalin, gw Achmad Faisal. Pemain band, basket, dan sepak bola. Panggil aja Faisal. Kalau lu?"
"Aku.... Nnnggg... Aciel Ezra."
"...."
"...."
"Itu doang?"
"Yep. Itu doang."
"Kamu yang lewat jalur beasiswa kan?"
"Yep."
"Kamu pasti hebat."
"Ngga juga. Aku biasa aja."
"Yeeee jangan merendah diri gitu dong." Lalu Faisal merangkul Aciel. "Jadi anak buah gua, gua bakal bayar lu."
"Heh? Gausah, makasih."
"Gocap tiap hari? Gimana?"
"Engga, makasih."
"Yeee sombong. Kalau berubah pikiran, datengi gua aja, ok?"
"Yeah... I guess..."
Lalu tak lama kemudian, upacara bendera di mulai. Seperti upacara biasanya, tidak ada perubahan. Hanya upacara bendera biasa. Pembna menyampaikan pidato dan sambutan bagi murid baru. Lalu ada Aciel yang menahan kantuknya mati-matian dengan membuka matanya lebar-lebar. Atau bisa dibilang, melotot. Hingga upacara selesai, Aciel masih mati-matian menahan kantuknya.
Setelah itu, mereka masuk ke dalam kelas mereka masing-masing. Aciel mengambil tasnya lalu pergi ke kelasnya. Sampai di kelas A, dia mendapati ada kesenjangan social disitu. Hanya beberapa saja yang berintraksi satu sama lain. Situasi ini sangat cocok untuk Aciel yang pendiam dan suka bediam diri satu tempat. Aciel lalu memilih kursi paling belakang yang dekat dengan jendela. Dia duduk disana dan membuka jendelanya. Dia menarik nafas panjang dan menghelanya. "Sungguh suasana yang tepat untuk berdiam diri dan bersantai."
"PAGI ACIEL!" Teriak Meilinda yang lalu terjun memeluk Aciel.
"UWAAAAA!" Teriak Aciel. "Lepaskan aku!"
"Aciel, aku duduk di sebelahmu ya!"
"Ah iya terseralah."
Lalu Meilinda duduk di bangku di sebelah Aciel.
"Kau tahu, di kelas A hanya ada dua puluh bangku. Kelas ini bakal sepi dan kurang asik."
"Oh begitu." Balas Aciel sedikit cuek.
"Maka dari itu, ayo melakukan hal yang asik!"
"Lompat dari atas gedung sekolah?"
"Bukan! Hmpfh!"
Lalu di bangku di depannya Aciel, Daniel Hartmann duduk disitu dan menaruh tasnya. Dia lalu menoleh ke belakang. "Aciel... Aku akan mengalahkanmu!" Ucapnya dengan nada mengancam.
"Oh begitu." Jawab Aciel tidak memperhatikan.
"Karena akulah yang pantas mendapat beasiswa itu."
"Owh..."
"Dan aku akan menaikkan martabat keluarga Hartmann di Indonesia! Dengan mengalahkanmu, aku akan menunjukkan kepada dunia bahwa-" Di tengah dia berbicara, Natasha menarik Daniel dari bangkunya dan melemparnya dari sana. "UWAAAA" Teriak Daniel. Lalu Natasha memindahkan tasnya Daniel dari bangku itu dan lalu duduk di depannya Aciel.
"A-aku tidak bermaksud menolongmu. Aku hanya ingin duduk disini agar dapat angin dan cahaya matahari yang cukup." Ucapnya. "Bukan berarti aku ingin duduk di sampingmu atau semacamnya."
"Iya sama-sama." Ucap Aciel acuh. Lalu Aciel mengambil bukunya dan mulai menggambar. "Mending aku menggambar gunung kembar dengan matahari, dua sawah, sebuah rumah, jalan di tengahnya, dan beberapa burung yang imut berbentuk 'm'." Ucapnya pada dirinya sendiri. Lalu Aciel bertanya pada Natasha, "Omong-omong, kenapa kamu mau ikut kakakku ke kamar jam 3 pagi?"
"Ah... Itu... Anu... Lupakan saja, kumohon!"
"Iya, iya terseralah."
Tidak lama kemudian, Michael datang kepada Aciel. Dia berdiri melihat Aciel. Hanya berdiri menatapnya dari jarak yang dekat. Dia tidak berbicara. Dia hanya terus menatap Aciel dan berlahan membuat Aciel tidak nyaman.
"Ada yang bisa aku bantu?" Tanya Aciel.
"Ayo bertanding melawanku." Jawab Michael, dingin.
"Kenapa kalian semua ingin membunuhku?"
"Aku ingin tahu apa yang membuat kau pantas masuk akademi ini dan mendapat beasiswa itu."
"Entahlah, mungkin keburuntungan."
Lalu Michael mengeluarkan tongkatnya dan menodongkannya kepada Aciel. "Sehabis ini ada pertandingan sparring pertama. Aku ingin kau melawanku. Jika kau berhasil mengalahkanku, aku akan tunduk kepadamu. Jika aku berhasil mengalahkanmu, kau harus tunduk kepadaku."
"Ayolah, aku hanya ingin bersekolah disini."
"Aku akan mengalahkanmu."
Lalu Michael pergi meninggalkan Aciel dan duduk di bangku paling depan. Situasi seperti ini akan membuat Aciel tertekan untuk seterusnya. "Untung aku sudah minum obat pagi tadi atau aku akan depressi karena semua ini."