Chapter 3 - Bab 3

Seorang gadis muda mengerutkan keningnya saat ia merasakan tubuhnya berguncang. Saat Gwen membuka matanya ia melihat seorang wanita telah bersedekap dada sambil menatap marah kepadanya. Dia Molly.

"Ada apa ?" tanya Gwen sambil mendudukan dirinya. Ia memijat pelipisnya karena pusing, semalam tidurnya tidak nyenyak sama sekali.

"Ada apa ?! Dasar jalang !"

BRETTT !

"Aakkhhh." Gwen memekik saat Molly merobek lingerienya hingga Gwen hanya memakai dalaman saja. Tidak ada selimut yang menutupi.

"A.. apa yang kau lakukan ?" tanya Gwen memeluk erat bantal untuk menutupi tubuhnya.

"Kau itu jalang, sudah seharusnya kau memakai pakaian seperti ini bukan ?" tanya Molly memainkan rambut Gwen lalu tiba tiba menariknya hingga kepala Gwen mengadah keatas. Air mata Gwen jatuh, ia memejamkan matanya saat rasa sakit itu semakin menjadi jadi.

"Sa.. sakit,"

"Aku senang kau kesakitan," ucap Molly menghempaskan kepala Gwen ke sofa.

"Ap.. apa salahku ?" tanya Gwen dengan bibir bergetar.

"Apa salahmu ? Kau mengambil posisi Cordelia."

"Tapi ibumu yang menginginkannya, bukan aku," ucap Gwen menaikan nada suaranya.

"Oh tentu saja. Itu sebabnya kau hanyalah budak keluarga Hudson, jadi nikmati peranmu sebagai budak, Jalang !!" Molly kembali menarik rambut Gwen dengan lebih kuat.

"De quoi parle cette agitation ? (Ada keributan apa ini ?" Suara bariton seorang pria langsung membuat Molly melepaskan jambakannya.

"Kak Jack." Molly berjalan ke arah pria yang sedang menuruni tangga lalu memeluknya. Gwen melihatnya, ia melihat Jack tersenyum pada Molly.

"Kenapa kau membuat keributan pagi pagi begini ?" Keduanya melepaskan pelukan lalu berjalan melewati Gwen begitu saja.

"Aku tidak membuat keributan, hanya kesal dengan wanita jalang itu," ucap Molly yang masih dapat didengar oleh Gwen.

Sementara gadis itu masih terdiam ditempatnya dengan air mata yang mulai mengering.

***

Di sinilah Gwen sekarang, didalam mobil menuju ke tempat keluarga Hudson. Mobil itu memasuki gerbang, mata Gwen tidak terpaku sedikitpun meskipun ia melihat bangunan yang begitu mewah. Yang membuatnya bahagia hanyalah kebebasan, dibalik gerbang yang telah ia lewati.

Mobil berhenti menyadarkan Gwen dari lamunannya. Sopir itu dengan sopannya membukakan pintu untuknya dan ia masuk kedalam sana mengikuti Jack dan Molly yang sudah jauh didepannya. Para pelayan berjajar rapi menyambut kedatangan tuannya, mereka semua menunduk hormat saat melihat Jack dan Molly. Sementara mereka hanya memperlihatkan tatapan iba dan aneh pada Gwen, mereka sama sekali tidak menundukan badan mereka. Disini Gwen yang menunduk takut dengan tatapan semua orang.

Gwen hanya melangkahkan kakinya mengikuti kemana perginya kakak beradik itu. Gwen baru menyadari, betapa luasnya mansion milik keluarga Hudson, ini lebih luas dari istana Raja William, mungkin. Kaki Gwen berhenti melangkah saat kakak beradik itu memasuki kamar mereka masing masing. Ia masih bingung apa yang harus ia lakukan, sementara ia dapat melihat beberapa pelayan mencibirnya.

Gwen melihat ke sisi kirinya, dimana jendela besar berada tempat sinar matahari menerobos. Kaki Gwen melangkah kearah jendela itu, menatap taman bunga yang luas. Matanya menatap kearah lain diluar jendela itu, jalan setapak yang diiringi pohon pohon besar dipinggirnya. Lapang golf yang begitu indah apalagi ada danau yang sangat jernih. Gwen merasa ia menemukan surga dunia disini, air sungai yang mengalir dengan cukup deras. Meskipun semuanya buatan tapi ini hal terindah yang pernah Gwen lihat.

Tubuh Gwen tergelonjak kaget saat seseorang menepuk pundaknya. Ia membalikan tubuhnya dan langsung bertatapan dengan seorang pria paruh baya.

"Mari ikuti saya, nona." ucap pria itu lalu melangkah pergi.

Gwen hanya mengikuti perintah. Ia mengikuti kemana perginya pria itu. Ia membawa Gwen melewati jalan setapak yang sangat kecil dan hampir tak terlihat karena ditutupi daun kering. Bulu kuduk Gwen sedikit terangkat saat ia semakin dalam masuk kehutan itu dengan penuh kegelapan. Ya, mansion ini bahkan memiliki hutan yang gelap. Saat menuju mansion ini semuanya melewati hutan gelap. Mansion ini dibentengi dinding yang sangat tinggi dan hutan yang sedang Gwen lewati masih ada didalamnya.

Jack memang kaya, entah berapa banyak uangnya hingga dapat menempatkan orang orang berjas dengan sesuatu yang Gwen pikir aneh ditelinganya. Mereka berada disetiap penjuru. Namun, semakin Gwen melangkah, orang orang itu semakin menipis hingga akhirnya tidak ada sama sekali apa lagi saat Gwen menghentikan langkahnya.

Ia menatap bangunan kayu yang ada dihadapannya, terasa hangat didalamnya. Dipinggir bangunan itu ada sungai yang cukup deras dan disebrangnya ada taman bunga yang indah dan selebihnya hutan lebat, hanya sedikit cahaya matahari yang masuk.

"Tunggu !!" seru Gwen saat pria itu beranjak pergi meninggalkannya.

"Ya nona ?"

"Kenapa membawaku kemari ?" tanya Gwen sambil mendekat namun pria tua itu melangkah mundur.

"Tuan Jack yang menyuruh saya membawa anda kesini. Anda akan tinggal disini nona," ucapnya lalu buru buru pergi.

Gwen hanya menghela nafas, kakinya mulai melangkah memasuki rumah itu. Jujur saja Gwen kagum dengan keindahan rumah itu, sangat sejuk apalagi berdekatan dengan alam. Namun ada yang menebuhi kepala Gwen selain itu, benaknya bertanya tanya apakah sebegitu menjijikannya dirinya hingga diasingkan ketempat sepi. Tapi apa boleh buat, ia hanyalah budak. Tidak lebih.

Gwen memasuki kamarnya yang langsung disuguhkan pemandangan sungai dan taman. Gwen membuka lemari pakaian yang ada disana, baju baju baru sudah berjajar rapi disana. Ia memang tidak diizinkan membawa barang apapun dari masa lalunya. Bahkan baju atau hanya sekedar gantungan kunci.

Ia hanyalah sebagai pengganti Cordelia mengucapkan janji suci, mengingat hal itu hati Gwen teriris. Jack berjanji pada Cordelia, dan dirinya berjanji pada Jack. Mulutnya yang berbicara.

***

"Wah sudah ada bahan makanan disini," ucap Gwen pada dirinya sendiri saat ia membuka kulkas dan beberapa lemari makanan yang ada disana.

"Sudah lama tidak makan kentang tumbuk."

Gwen mulai memasak makan malam untuk dirinya sendiri, tentu saja karena disini tidak ada orang lain. Gelapnya malam terlihat jelas dari balik kaca, hitam pekat diluar sana. Hanya ada beberapa cahaya yang dapat terlihat. Karena takut, Gwen segera menutup tirainya dan memakan makanan yang sudah ia masak.

Selesai dengan makanannya, Gwen menaiki tangga menuju kamarnya. Tidak ada yang bisa ia lakukan disini, mungkin hanya berjalan ditaman, membaca dan menonton tv. Sebelumnya ia masih bisa bebas karena tinggal di apartment pusat kota, Nyonya Gloria yang membelikannya.

Ini adalah malam pertamanya tinggal dikediaman Hudson, tidak ada yang istimewa sama sekali. Entah sampai kapan ia akan terkurung dalam sangkar ini, Gwen tidak akan menerimanya jika ada kata selamanya. Akan ia lakukan apapun untuk terbebas dari sini. Gwen ingin seperti wanita pada umumnya, bekerja normal, menikah dan mempunyai anak. Suatu saat itu akan terjadi.

Gwen membuka seluruh pakaiannya untuk menggantinya dengan piyama. Pintu kamar Gwen terbuka begitu saja dan memperlihatkan seorang pria yang menatapnya dengan wajah datarnya. Gwen terkejut hingga akhirnya ia kalang kabut mencari selimut untuk menutupi tubuhnya yang telanjang tanpa sehelai benangpun.

"Jalang," ucap Jack yang bisa didengar oleh Gwen.

Jack melangkah dan duduk disofa didekat Gwen, ia menatap Gwen yang masih membalut dirinya dalam selimut sambil ketakutan.

"Pakai pakaianmu," perintah Jack dengan dingin.

"T.. tapi tuan-" Gwen menghentikan ucapannya saat melihat mata biru yang menatapnya membunuh.

Dengan perlahan Gwen membuka selimut yang menutupi seluruh tubuhnya hingga ia benar benar telanjang tanpa penghalang apapun. Gwen mengambil dalaman dan memakainya dengan tubuh yang gementar. Sementara Jack duduk sambil bersedekap dada menonton Gwen. Tanpa ekspresi. Dan Gwen, ia mengaitkan branya dengan kesusahan karena tangannya gementar.