Chereads / Dandelion Finds Love / Chapter 22 - Berhasil

Chapter 22 - Berhasil

Alunan musik berirama keras, menghentak di ruang klub malam itu. Gheisha dengan lincah memainkan musik disko. Ia lolos dari pengawasan Aryk. Namun, hatinya tidak bisa tenang saat ini.

Saat melihat Aryk duduk di sudut meja bartender, ia mulai gelisah. Sebelum hutang taruhan mereka lunas, Aryk akan terus mengejar Gheisha. Dalam hal ini, Gheisha sudah lelah untuk berlari dan menghindar dari pria itu. 

Jam kerjanya selesai. Aryk sudah melambaikan tangan padanya. Dengan hati berdebar-debar, ia menghampiri Aryk. Duduk di depan meja bartender dan memesan minuman ringan.

"Halo, pacarku," goda Aryk.

"Ciee …. Sudah resmi jadian, nih, Mbak Dande?" Hendry menggoda Gheisha yang terlihat tak suka saat Aryk memanggilnya 'pacar'.

"Seharusnya … dia sudah resmi jadi pacarku. Apa kau tahu?" tanya Aryk kepada Hendry. Bartender itu hanya menggeleng. Aryk pun melanjutkan ucapannya, "dia masih belum jadi pacarku. Satu lagi, dia juga belum membuka topengnya." 

"Wah! Katanya berani berbuat, harus berani bertanggung jawab. Mbak Dande yang menyetujui taruhannya, lho. Masa ingkar janji," seloroh Hendry.

"Diam!" bentak Gheisha. Ia menenggak habis minumannya dalam satu kali tenggak. "Aku akan membukanya sendiri, tapi di tempat yang dulu."

"Tempat dulu, yang mana?" tanya Aryk bingung.

"Hari saat aku kalah. Kamu mengajakku ke sana."

"Oh, gedung sekolah itu. Serius nih?" tanya Aryk memastikan. Ia tidak mau dibodohi lagi oleh gadis itu.

"Kalau tidak mau, aku mau pulang." Gheisha segera beranjak pergi. Namun, Aryk langsung mengejarnya keluar dari klub. Di parkiran, Aryk menarik tangan gadis itu dan memakaikan helm padanya.

Ia setuju untuk membawa Gheisha ke gedung sekolah terbengkalai itu. Bukan tanpa alasan, Gheisha memilih tempat itu. Di sana, tidak terlalu terbuka. Tempatnya yang sudah tidak dipakai, membuat lampu di sana tidak terurus. 

'Di sana lumayan gelap. Seharusnya, ia tidak akan benar-benar melihat wajahku, kan?'

***

"Sekarang, bukalah!" Aryk berdiri di depan Gheisha. 

Gadis itu melirik ke kanan dan kiri. Ia harus memastikan tidak ada orang lain di sana. Tempat yang dipilih Gheisha itu lumayan tertutup dari cahaya bulan. Ia tidak tahu jika Aryk sudah memegang ponselnya dan bersiap menyalakan senter.

Tangan gadis itu terulur, membuka satu persatu ikatan tali di topengnya. Saat topengnya dilepas, Gheisha menengadahkan wajahnya. Menatap pria tinggi di hadapannya. Perbedaan tinggi mereka tidak terlalu jauh.

Perlahan, Aryk mengangkat tangannya. Gadis itu pikir, pria di hadapannya ingin menyentuh wajahnya. Namun, Gheisha salah menebak.

"Akh!" Gheisha berteriak dan segera menutupi wajahnya dengan kedua tangan. "Kenapa kamu menyalakan senter?" tanya Gheisha dengan kesal.

"Kalau gelap… mana kelihatan," goda Aryk. Ia menarik tangan Gheisha dengan lembut. "Aku ingin melihatnya, sekali saja. Aku janji, tidak akan meminta kamu melepaskannya lagi di kemudian hari."

Gheisha tetap menutupi wajahnya. Ia menahan tangan Aryk dengan sekuat tenaga. "Wajahku jelek. Aku tidak mau menunjukkan padamu kalau kamu masih menyalakan senternya!" Gadis itu mengancam.

"Baiklah. Aku matikan. Lihat! Sudah mati senternya." Aryk menyimpan ponselnya ke dalam saku jaket.

Perlahan-lahan, Gheisha menurunkan kedua tangannya. "Kenapa kamu sangat ingin melihat wajahku?"

"Karena aku menyukaimu. Aku menyukaimu, Dandelion."

Deg!

Seperti kebun bunga yang berwarna-warni indah saat bunga-bunga itu mekar. Berjuta kupu-kupu seolah mengelilingi tubuh Gheisha. Baru kali ini, ada pria yang menyatakan perasaannya kepada Gheisha. 

'Aryk, dia menyukaiku? Kenapa setiap kali bertemu aku, dia selalu membuatku kesal. Kalau dia tahu, aku adalah Gheisha, apa yang akan dilakukan olehnya?'

Gheisha terpaku menatap wajah Aryk dalam keremangan cahaya bulan yang perlahan turun. Saat bulan itu tepat berada di atas gedung, Aryk tidak bisa melihat wajah Gheisha. Namun, saat cahaya bulan mulai turun, ia melihat wajah gadis itu. Meskipun samar, tapi ia yakin dengan penglihatannya. 

'Gheisha!' Aryk menggumam dalam hati. Ia sangat bahagia. Dua wanita yang membuatnya jatuh cinta, ternyata adalah orang yang sama. Aryk sudah mengetahui identitas asli DJ Dandelion. Namun, Gheisha belum tahu siapa sebenarnya Aryk.

"Ghe!"

Kedua mata indah itu membelalak saat Aryk memanggil namanya. Ia menoleh ke arah bulan. Tersadar bahwa cahaya bulan itu menyinari wajahnya. Pantas saja dia mengenali wajahku, batin Gheisha.

"Aku menyukaimu. Apa kau menyukaiku?"

Aryk menatap lurus ke wajah gadis manis itu. Tangannya menangkup dagu Gheisha. Menengadahkan wajahnya agar menatap Aryk.

"Jawab aku, Ghe!" 

"Aku tidak punya perasaan apa-apa padamu," jawab Gheisha sambil memalingkan wajahnya. 

"Tidak punya, bukan berarti tidak akan punya. Kamu bisa mencoba mencintaiku perlahan-lahan."

"Kenapa aku harus …." Gheisha membelalak lebar saat bibir Aryk mengecup bibirnya. Ia mendorong Aryk lalu mengusap bibirnya. "Kamu! Seenaknya saja mencium orang," gerutu gadis itu.

Aryk terkekeh melihat reaksi Gheisha. "Kenapa tidak? Kamu, pacarku. Apa kamu lupa?" 

"Aku tidak setuju."

"Itu wajib. Ingat, kan! Kamu kalah taruhan dariku," ucap Aryk.

Gheisha hanya mencebik kesal. Ia tidak bisa menolak lagi. Perkataan Aryk benar adanya. Ia sudah kalah taruhan.

"Aku mau pulang," ucap gadis itu. Tubuhnya mulai terasa dingin saat angin malam menyapa tubuh rampingnya. 

Aryk membantu Gheisha memakai kembali topengnya. Ia juga membuka jaket jeans hitamnya dan menutupi tubuh gadis itu. "Tubuhmu kedinginan. Kita pulang sekarang," ucap Aryk. Ia menggenggam tangan gadis itu, mengantarkannya pulang.

***

"Turunkan aku di sini saja," ucap Gheisha.

"Ini rumahmu?" tanya Aryk sambil mengedarkan pandangan. Itu adalah gedung sasana tinju milik Geri. 

"Terima kasih sudah mengantarku. Pergilah!" Ia membuka jaket itu dan memberikannya pada Aryk.

"Kamu belum jawab pertanyaanku. Ini rumahmu?" tanya Aryk kembali. Namun, Gheisha tetap diam. "Hah, kamu tidak mau aku antarkan sampai rumah. Ya sudah, hati-hati. Aku pulang." 

Aryk memacu motornya pergi dari depan sasana tinju. Gheisha menelepon Johan untuk menjemputnya. Ia belum berani memberitahu orang lain tentang tempat tinggalnya. Hanya ketiga sahabat dekatnya saja yang tahu. 

Ia malas meladeni ocehan ibu tirinya jika ketahuan membawa laki-laki. Apalagi, ini sudah pagi. Sharmila pasti akan memukuli Gheisha, jika melihat gadis itu diantarkan oleh laki-laki. 

Aryk bersembunyi di sebuah tikungan di dekat sasana tinju. Ia memperhatikan Gheisha yang masih berdiri di depan pintu gerbang sasana. Kenapa dia masih belum pergi? tanya Aryk dalam hati.

Saat melihat Johan menjemput Gheisha, darah Aryk seolah mendidih. Ia cemburu melihat mereka berboncengan. Aryk mengingat Johan sebagai kekasih Gheisha saat pertama kali mereka berjumpa di depan klub malam.

"Brengsek! Berani-beraninya dia menjemput Gheisha!" Saat motor itu melaju melewati tikungan, Aryk berjongkok dan berpura-pura mengikat tali sepatu. Setelah agak jauh, ia segera mengikuti motor itu.

'Gheisha tidak mau diantar olehku, tapi justru menelepon laki-laki itu. Lihat saja nanti! Aku akan memberi perhitungan padanya!' Aryk menggerutu. Kesal, cemburu, semua bercampur aduk dalam hatinya saat ini. Ia terus mengikuti motor Johan dari jarak lima belas meter. 

====BERSAMBUNG====