Didalam hutan yang lebat di area Gunung Bismo, sebuah buah mulai terbentuk dan berukuran kecil ukurannya hanya sebiji salak.
Hutan ini sangat lebat dan tidak ada tanda-tanda ada manusia yang pernah menjajakan kaki ketempat ini. Buah ini masih berwarna hitam dan sedikit warna merah terpancar kelipan sinar warna merah yang redup.
Hutan ditempat ini masih asri dan menjadi rumah hewan-hewan maupun burung-burung yang dilindungi oleh pemerintah didaerah ini. Hewan disini salah satunnya yang dilindungi ialah macan kumbang hitam dan jenis burung yang dilindungi ialah elang jawa.
"Anakku lahir, aku harus menjaganya agar ular liar bahkan monyet-monyet brengsek tidak menggangu keluargaku"
Ucap elang jantan itu.
Seekor burung elang jawa besar sedang mengepakkan sayap lebarnya diatas pohon. Moncong pelatuknya sedang menjepit seekor anak ayam hutan yang sudah nampak terlihat lemas tak bernyawa. Elang jawa itu seekor betina dan sedang memberikan makan pada anaknya.
"Sepertinya tidak ada musuh kali ini, tqpi aku harus siap siaga 86. Langit adalah wilayahku tapi daratan banyak makhluk lain. Hewan brengsek sekalipun kalian macan bahkan singa raja rimba aku tak peduli. Jika kalian mengganggu istri dan anak baruku akan kupastikan hari kalian di daratan akan hancur"
Diatas langit yang membumbung tinggi elang jawa jantan sedang terbang berputar-putar. Elang jawa jantan itu sedang melihat sarangnya dari atas, elang jawa jantan itu memerhatikan elang betinanya yang sedang memberikan makan pada anak elang yang baru menetas 3 hari lalu. Elang jawa jantan ini seperti sedang mengiisyaratkan agar pemangsa anaknya pergi menjauh dari jangkauan wilayahnya.
"Hahaha aman"
Elang itu terus berbica pada dirinya saat terbang di udara.
"Owh iya akan kuberi nama apa ya anakku...? mereka sudah lahir tapi sudah beberapa hari aku belum memberi nama pada mereka, apa nanti menunggu mereka bisa terbang saja yah?"
Didalam hutan disisi yang berbeda macan kumbang hitam baru melahirkan dua anak macan kumbang hitam yang masih rapuh. Macan pejantan sedang berpratoli diwilayahnya sekaligus memburu mangsa disekitarnya yang dapat ia buru. Penjantan ini baru pertama kali dan macan kumbang pejantan ini masih tergolong muda. Rumah keluarga macan kumbang hitam ini berada di gua yang berada di samping tebing curam bersebelahan dengan air terjun yang jernih dan menyegarkan.
Dihutan ini sering kali turun kabut dan terkadang dari pagi sampai sore akan tertutup hingga bagi manusia akan sulit melewatinya. Karena itu tempat ini tidak terjamah oleh manusia. Kabut dihutan ini sangat tebal dan jarang sekali sinar matahari akan merangsak masuk kedalam permukaan tanah hutan ini.
Selain kondisi alamnya, hutan ini menjadi hutan yang dikramatkan oleh penduduk sekitar. Karena itu banyak cerita rakyat, mitos, legenda, keyakinan yang meliputi hutan ini yang akhirnya seperti membentuk pelindung hutan ini. Akibatnya hutan ini belum tersentuh dan diinjak oleh manusia. Dari cerita makhluk mistis penghuni hutan, sampai cerita tentang tempat persinggahan dewa dan masih banyak lagi. Semua itu menguntungkan bagi hutan ini dan menjadi perkembangbiakan hewan-hewan yang hampir maupun sudah langka.
Buah itu terus tumbuh dan membesar secara perlahan-lahan dengan lambat. Pohon buah itu berada di dekat pinggiran puncak tebing air terjun. Buahnya tergantung tepat ditengah air terjun. Air terjun itu tidak besar hanya selebar jalanan desa terpencil, akan tetapi tebingnya terlihat curam dan tinggi sekitar 30 meteran.
---
Didalam rumah Amanda terdengar candaan dari kedua kakak beradik itu.
"Kakak ayo...kita ke green house, yang ada dibelakang rumah"
"Iya dek kita kesana tapi pelan-pelan dek"
"Disa tak perlu buru-buru, karena kakak akan membawamu ke tempat yang kamu inginkan. Jadi tenanglah . . . "
"Baiklah kak . . . "
"Adik penurut, kalau seperti itu kan adikku manis sekali"
"Agh . . . kakak Disa malu nih"
Disa memegang leher, dikarenakan Disa merasa haus.
"Kak Danar , Disa merasa haus. Sebelum ke greenhouse mari antar Disa ambil air minum kak di dapur. "
"Okay komandan, siap grak . . ."
"Kakak . . . kakak selalu saja ajak bercanda sama Disa sih ."
"Ya masa kakak ajak kamu berantem? Kakak mana kuat menghadapi adik manis dan imut peringkat no 1 di dunia"
"Kakak memang suka jahili Disa deh . . ."
"Hehe, kakak tidak jahili Disa kok"
"Terus kenapa?"
"Itu karena kakak cinta sama Disa"
"Disa juga cinta sama kakak Danar"
"Wah kakak sangat senang"
"Tapi kak . . . cinta itu apa?"
"Hmm cinta itu rasa sayang pada keluarga"
Danar sedikit menyalah artikan rasa cinta, yah walaupun tidak sepenuhnya keliru ya kan...
"Begitu ya kak, Disa cinta dan sayang pada kakak. . . ibu, ayah, . . . dan Bi Linda juga"
"Adikku memang is the best"
"Kak ayo kita ambil minum"
"Baiklah, ehhh tidak..."
"Kenapa kak?"
"Kamu tetap disini biar kakak ambil botol minum dan air minumnyya untukmu"
"Terima kasih kak aku tunggu yah"
"Ya tunggulah dwngan tenang disana Disa"
Danar pergibkedapur mengambil botol minum Disa. Setelah Danar kembali dari dapur dan sudah membawa botol minum itu.
"Silahkan adikku Disa"
Sambil menyodorkan botol minum yang penuh dengan air putih hangat.
"Terima kasih kakak"
"Sama-sama adikku"
"Ayo kakak Disa tambah semangat nih"
Mereka berjalan menuju greenhouse belakang rumahnya. Disa yang ingin lihat bunga-bunga disana seperti tidak sabar dan kakaknya didorong-dorong. Bi Linda tidak terlihat kali ini, tapi ibu Amanda yang sudah nemeriksa berkas-berkas dan melihat anaknya mulai berjalan dan mendekati anak-anaknya. Disa yang mendorong-dorong kakaknya terhenti.
"Dinda kamu sedang apa dengan kakakmu?"
"Ini bu Dinda ingin kakak menunjukan greenhose dibelakang rumah, tapi Dinda takut sendiri. Tapi kakak memperlambat langkahnya kayak siput"
"Bukan begitu bu, Danar hanya ingin Disa berjalan dengan santai dan hati-hati"
"Owh begitu ya...Kalau begitu ayo kita kesana bersama-sama, Ibu juga ingin memberi pupuk dan menyiraminya. Karena hari besok pak Tarjo tidak bertugas, tapi jalannya tidak perlu buru-buru ya Dinda"
Pak Tarjo hanya datang dua hari setiap minggunya. Tadi pagi sudah datang dan itu artinya sore ini tidak akan datang.
"Tuh kan dek Disa ibu juga bilang seperti itu"
"Baiklah Ibu, kakak juga...Disa nurut deh"
"Nah begitu dong adik kakak, jadi terlihat sangat manis dan cantik seperti bidadari kecil dari kayangan"
"Eeh kakak Danar ini bicara apa sih..."
Danar dijewer telinganya.
"Danar hanya kutip percakapan kaya di buku novel-novel di perpus itu bu"
Buku yang Danar baca, sebuah buku novel dan itu hanya untuk 18+.
"Lain kali jangan baca yang seperti itu, karena umur kakak Danar belum cukup"
"Baik bu..."
Disa yang melihat kakaknya terdiam karena belum tau artinya...Disa hanya tau bahwa kakaknya memuji dirinya. Apa salahnya kakak Danar muji Disa?. Disa memikirkannya sendiri didalam lubuk hatinya. Bagi ibunya kata memuji dengan kata cantik bahkan dibandingkan dengan bidadari itu tidak baik karena seperti gombalan pria. Karena itu Ibu Amanda kalimat sepertj itu tidak cocok untuk digunakan untuk anak-anak tapi kata-kata manis dan imut lebih cocok untuk Disa. Walaupun ibunya tau Disa ini sangat cantik dan manis imut. Ibu Amanda didalam hatinya ikut bahagia dan senang sebenarnya mendengar anak nya Danar memuji adiknya.
Tapi bagi Amanda kata seharusnya belum boleh dikuarkan untuk anak-anak itulah persepsi pandangan Amanda.
"Kalau begitu Danar dan Disa ayo kita kesana"
Ibunya mengarahkan anaknya ke tempat tujuannya. Danar yang sedikit termangun kembali ceria setelah adiknya bersorak dengan semangat.
"Ayo Ibu...Kakak juga... Yey!"