"Apakah ada orang asing di rumah ini?" Dexter bergumam. Matanya sangat sulit terbuka, karena memang sudah sangat mengantuk. Tetapi suara itu semakin jelas.
"Kaili... Apakah itu dia?" gumamnya lagi. Memikirkan itu, Dexter tidak jadi mengantuk. Dia memusatkan pendengarannya, agar segera tahu dari mana arah datangnya bunyi suara itu.
"Tidak salah lagi, ini dari kamar mandi!" Dexter langsung mengangkat selimut dan bangkit. Kamar mandi adalah tempat yang paling dekat dari kamar, dan dia memang sama sekali belum ke sana.
Saat pintu kamar mandi dibuka, matanya langsung menangkap tubuh yang berada di bathup. Tidak perlu melihat dari dekat, Dexter sudah tahu bahwa itu adalah Kaili.
"Apa yang kau lakukan di sana?" tanya Dexter dingin, tetapi jawaban yang dia dapatkan hanya sebuah rintihan yang terdengar sangat memilukan.
'Ada yang tidak beres,' gumam Dexter dan langsung menghampiri Kaili.
Yang pertama kali dilihatnya adalah bibir Kaili yang sudah membiru, bergetar sambil mengerang. Hanya dilihat sekilas saja, sudah tahu bahwa sekarang Kaili sangat kedinginan hingga menggigil.
Dexter menautkan kedua alisnya. "Wanita ini..." gumamnya dan langsung menurunkan tangannya ke dalam bath-up untuk mengangkat Kaili. Alangkah betapa terkejutnya dia saat menyentuh suhu air tersebut, sangat dingin bak bongkahan es yang baru mencair.
Detik ini juga ingin sekali rasanya Dexter memarahi Kaili, tetapi melihat kondisinya yang begitu memprihatinkan, Dexter hanya bisa menolongnya terlebih dulu.
Dexter membungkus tubuh Kaili yang tanpa kain, dengan menggunakan jubah mandi miliknya. Benar saja, semua yang ada di rumah ini masih milik Dexter, Kaili belum membawa pakaiannya.
Kemudian, Dexter meletakkan Kaili di atas ranjang dengan lembut. Hal pertama yang dilakukan adalah mengatur suhu ruangan. Beralih dari pendingin ruangan ke penghangat ruangan. Tidak lupa Dexter juga langsung menyelimutinya. Kemudian mencari-cari kemeja yang bisa digunakan untuk dipakai Kaili.
Walau menggigil, namun suhu tubuh Kaili sangat panas. "Berapa lama dia berendam?" gumam Dexter. Ia menautkan kembali kedua alisnya. Entah apa yang dipikirkan Kaili saat itu. Apa mungkin dia sedang mencoba mencari perhatian Dexter dengan cara menyiksa diri? Jika memang demikian, demi Tuhan, Dexter akan membencinya hingga ke sel-sel dalam tubuh!
Setelah memakaikan Kaili baju, Dexter langsung mengambil peralatan medisnya dan mulai mengompres dan menyuntikkan beberapa cairan penurun demam pada Kaili. Meski sudah selesai melakukan pengobatan, tetapi suhu tubuh Kaili tidak kunjung menurun. Bahkan semakin tinggi, menginjak angka 39.7° C.
Dexter mengompresnya. Tetapi Kaili masih saja menggigil. Selalu begini, saat akan menangani Kaili, Dexter selalu kesulitan untuk fokus. Terlalu lemah rasanya, jika tangannya mengobati wanita itu. Bukan karena benci, tidak! Tetapi takut, jika dia gagal menolongnya.
5 tahun yang lalu, saat Kaili berada di antara hidup atau mati, Dexter berkali-kali hampir gagal menyelamatkannya. Itu menjadi salah satu trauma dalam batinnya. Ia sangat ketakutan, sampai jiwanya seakan mau hilang rasanya. Jika terjadi sesuatu pada Kaili, demi Tuhan, Dexter akan melenyapkan dirinya sendiri, paling tidak akan menjadi gila. Itulah sumpah Dexter, pada dirinya sendiri.
Itu normal. Mengapa tidak, banyak orang yang berhasil diselamatkannya, tetapi tangannya malah gagal menyelamatkan orang yang dicintainya, bukankah itu sebuah lelucon yang mematikan?
Dengan sabar, dan selalu terjaga, Dexter mengompres Kaili. Memperhatikan jalannya tetesan infus yang dipasang di tangan wanita itu.
Suhu tubuhnya perlahan menurun, tetapi Kaili masih saja menggigil. Mulutnya masih terus mengeluarkan rintihan-rintihan kecil. Bibirnya juga masih gemetar, walau sudah kembali berwarna merah muda seperti biasanya. Tidak lagi membiru, tetapi terlihat sangat jelas, dia masih menggigil. Padahal suhu ruangan sudah cukup panas. Bahkan Dexter pun keringatan dibuat. Musim dingin baru saja berlalu, dan berganti menjadi musim semi yang cerah. Pastinya, hawa pun sedikit panas. Terlalu aneh rasanya memasang penghangat ruangan di musim ini.
"Kenapa dia masih saja menggigil? Suhu tubuhnya juga perlahan sudah turun, walau masih sedikit demam," gumam Dexter.
Terbesit dalam benaknya sebuah cara konyol, dan segera ditepiskan. 'Aku tidak akan melakukan itu!' ucapnya pada diri sendiri. Tetapi melihat keadaan Kaili yang terus saja menggigil dengan suhu badan yang tinggi, pikiran Dexter memaksanya melakukan hal itu.
Dexter melihat wajah Kaili dalam-dalam. Tidak bisa dibohongi memang, wanita itu sangat cantik. Alisnya yang rapi dan melengkung. Bulu mata yang tebal juga lentik. Batang hidung yang tinggi. Kulit yang sangat putih. Tulang pipi yang tinggi, yang seakan menyempurnakan bentuk wajah lonjongnya. Bibir merah muda yang bervolume.
Yang paling menarik dari semua itu adalah, matanya. Kaili memiliki mata yang sangat indah, berwarna hijau bagaikan pancaran giok murni. Saat Dexter pertama kali menatap pupil mata itu, bagaikan sengatan listrik, dia terpaku. Seakan baru saja terkena serangan hipnotis, Dexter menyimpan tatapan mata itu dalam memorinya. Dia telah jatuh cinta.^^
Terlalu lama menatap wajah Kaili, membuat Dexter terlena. Tangannya terangkat ke atas lalu perlahan mendarat di ujung hidung wanita yang tertidur itu. Saat jaraknya hampir dekat, hanya berkisar 0.5 cm, Dexter tersadar dan menghentikan gerakan tangannya dengan cepat dan menariknya kembali.
"Tidak ada cinta yang tersisa lagi untukmu. Tidak ada sayang, semua telah sirna bersamaan dengan penghinaanmu, sayang..." ucapnya, dan menjauh dari Kaili.
Dexter pergi menuju balkon kamar. Menikmati pemandangan malam yang terlihat begitu indah, yang siapa saja melihatnya pasti akan terasa damai. Apalagi suara kendaraan yang terdengar tenang, dikala malam. Inilah yang menjadi alasan Dexter sehingga memilih tempat ini sebagai rumahnya saat dia memutuskan untuk tinggal di negara J ini.
Dari balkon kamar tidur, di kala siang, Dexter bisa melihat area pegunungan, serta rumah penduduk yang terlihat rapi dibangun di atas dataran tanah dari yang rendah hingga tinggi, serta diselang-selingi dengan pepohonan hijau. Dari sini juga, jalan raya terekspos dengan jelas. Juga gedung-gedung tinggi apartemen lainnya, yang semakin menyempurnakan pemandangan.
Di kala malam seperti ini, lampu-lampu setiap rumah, atau lampu jalan raya, terlihat seperti bintang-bintang yang hinggap di atas bangunan. Tampak seperti lukisan. Sementara suara dengungan kendaraan terdengar seperti kicauan jangkrik yang indah. Jarak jalan raya utama itu, tidak dekat, tetapi masih terjangkau mata. Itulah membuat suara kendaraan di malam hari terdengar seperti alunan musik tradisional atau jangkrik yang bijaksana.
Apartemen Dexter memang kecil, hanya memiliki luas keseluruhan sekitar 150 m. Tetapi bisa dipastikan, hanya dari tingkat gedung miliknyalah bisa menikmati total keindahan tersebut. Selain itu, apartemen ini juga berada di kawasan elite. Setiap lantai di gedung ini hanya dihuni oleh satu rumah saja. Apartemen ini salah satu apartemen mahal di kota B, negara J. Tetapi, dibandingkan dengan rumah mewah Kaili, yang berdiri di atas luas tanah 1 hektar, tempat ini bukan apa-apa.