Hai maafkan aku yang lama menghilang....
.
.
Warning Typo bertebaran...
Jangan lupa vote dan komennya ya... Happy reading... 😗😗😗
.
.
.
.
Sesampainya di perpustakaan, Arlan di buntuti oleh Revan. Arlan mengambil sebuah buku lalu membaca di meja paling ujung dekat jendela, lalu tiba-tiba bukunya di tarik oleh Revan. Saat melihat siapa yang melakukan hal itu, Arlan hanya diam dan tidak bisa berkata apa-apa, sementara pelakunya hanya meringis di depannya.
"Kau, sudah ku bilang. Aku tidak suka di abaikan." ujar Revan.
"Apa mau mu? Kalau kau minta aku ganti rugi bajumu, kau salah orang." ujar Arlan.
(Note: kata Loe, aku ganti...)
Revan mengangkat alisnya sebelah, lalu membaca buku yang di baca Arlan, lalu ia berbicara. "Hei Nerd, kau suka membaca buku yang tidak ada gambarnya begini. Hah, membosankan."
"Apa perdulimu, Satan? Suka hati ku mau membaca buku yang tidak ada gambar kek, mau ada gambar kek, apa perdulimu?" sahut Arlan.
"Kau barusan memanggilku apa? Coba ulangi lagi," ujar Revan.
"Tidak ada siaran ulang, balikin bukunya aku belum selesai membaca." ujar Arlan.
Braaaak
Revan menggebrak meja, lalu petugas perpustakaan melotot ke arah Revan dan Arlan, lalu menunjuk ke arah tulisan. (Dilarang ribut saat sedang di perpustakaan)
Arlan meringis lalu, datang Jonathan, Beny and Viko.
"Kami cariin dimana gak taunya malah disini, sejak kapan kau doyan keperpustakaan?"Â seru Viko.
"Ada apa kalian kemari?" tanya Revan.
"Latihan basket, ayok udah terlambat ini." ujar Beny.
Revan menoleh ke arah Arlan, tetapi diam-diam Arlan sudah pergi dan tidak ada disana. Revan nampak kesal lalu pergi bersama kedua sahabatnya itu. Revan dan kedua sahabatnya di susul Angela si gadis gesrek kesayangan Revan pun menyusul ke lapangan basket. Lalu Arlan dan Hengki pun berjalan kearah kantin hanya sekedar minum jus. Revan melihat Arlan yang tengah berjalan di koridor, dengan sengaja ia melemparkan bola basket kearah Arlan dengan keras. Tetapi Arlan tau kalau ada bola meluncur ke arahnya, dengan sigap ia menangkap bola itu, lalu melemparkannya ke arah ring basket. Dan....
Baaaaam...
Bola itu masuk ke ring walau dengan jarak yang jauh, lalu dengan cuek Arlan dan Hengki berjalan kembali dengan santainya seolah tak terjadi apa-apa. Sementara semua orang yang menyaksikan aksi Arlan itu bengong dan tak bisa berkata apa-apa. Hengki yang melihat aksi itu juga takjub.
"Gila, keren banget tadi gaya kau saat melempar bola itu dan tepat sasaran lagi. Jangan-jangan kau dulu anak basket juga ya di sekolah kau yang lama?" ujar Hengki.
"Hahahaha, tadi itu cuman kebetulan aja." sahut Arlan.
Saat tengah asik bercanda dan berjalan tanpa melihat kedepan, sifat cerobohnya kambuh. Ia menabrak seseorang yang tinggi, tampan, dan hidung mancung. Kakak kelas yang selalu menjadi idola, dia adalah model yang bersekolah disana.
"Maaf kak, aku gak lihat." ujar Arlan.
"Lain kali kalau berjalan hati-hati, gunakan matamu dengan baik." ujar Nando si model tampan itu.
Nando pergi begitu saja, dengan kesal Arlan menggerutu. "Untung ganteng, kalau gak udah aku bejek-bejek tu orang."
"Terimakasih, kau seribu orang yang bilang kalau aku ganteng, sini aku traktir kau es cream." sahut Nando.
"..."
"Aku gak sesombong yang kau pikir, Aku gak kayak pria basket yang disana, namaku Nando," ujar Nando sambil memperkenalkan dirinya.
"Aku Arlan, dan ini Hengki. Makasih kami mau ke kantin dulu, kalau kakak mau ikut juga boleh ," ujar Arlan.
Nando mengangguk, lalu mereka berjalan beriringan dengan Nando, sementara mata beberapa orang memperhatikan kedekatan mereka.
"Gila tu anak baru, belum sehari sekolah disini udah deket aja sama anak populer di sekolah ini," celetuk Beny.
"Iya, malahan itu anak udah banyak kenal anak-anak populer lainnya loh, anaknya sih kayaknya asik tu mudah bergaul." ujar Viko.
Sementara mulut orang tengah memuji Arlan, tidak dengan Revan. Ia merasa itu biasa saja. Wajah datarnya tetap sama walau itu adalah adegan lucu, atau apalah itu. Wajahnya akan tetap sama. Mereka pun melanjutkan latihan basket. Hari sudah pukul dua siang, semua murid pun sudah keluar dari sekolah. Arlan berjalan menelusuri terotoar jalan, lalu ia melihat sebuah mobil menabrak pohon. Arlan langsung buru-buru lari dan melihat ternyata ada orang di didalam mobil tengah pingsan dan keningnya berdarah. Arlan langsung mengeluarkan orang itu, lalu membawa pria paruh baya itu kerumah sakit.
"Dokter tolong..." teriak Arlan.
Dokter dengan sigap membawa pria masuk kedalam UGD... Arlan menunggu di luar, lalu saat dokter keluar Arlan pun menanyakan keadaan pria itu.
"Bagaimana keadaan orang itu dok?" ujar Arlan.
"Beliau baik-baik saja dan sudah melewati masa kritisnya, dan akan di pindahkan keruang perawatan." ujar Dokter itu.
Arlan mengangguk, lalu ia pun mengikuti suster yang membawa pria itu ke ruang perawatan. Saat Arlan ingin pergi, tangannya di tarik oleh pria itu. "Siapa namamu nak?"
Arlan menoleh, lalu tersenyum ke arah pria itu. "Nama saya Arlan Om. Om sudah sadar, saya panggilkan dokter dulu ya."
Pria itu mengangguk, lalu Arlan memanggil dokter dan dokter itu datang lalu memeriksa keadaan pria itu. Setelah selesai memeriksa, dokter itu keluar.
"Mnp, Om. Apa sebaiknya om tidak menghubungi keluarga om saja? Berikan nomor ponsel keluarga om biar saya yang telpon mereka." ujar Arlan.
"Tidak usah, keluarga saya tidak ada yang peduli dengan saya. Mereka hanya menginginkan uang saya saja, ketika saya sedang kesusahan mereka tidak akan pernah perduli." ujar Pria itu.
Arlan sebenarnya tau siapa pria yang ada di hadapannya itu. Itu adalah Adiguna Wijaya, ayahnya Revan. Lalu Arlan berbicara lagi. "Atau anak om juga boleh, nanti saya telpon anak om. Kebetulan saya satu sekolah dengannya."
"Anak saya membenci saya," ujar Adiguna.
Arlan hanya diam, ia tidak bisa bicara apa-apa lagi. Lalu Adiguna Wijaya berbicara. "Terimakasih nak, kau sudah menolong saya. Kau anak yang baik,"
"Iya om sama-sama. Tapi saya harus pergi om, karena saya harus bekerja. Om gak apa-apa kalau Arlan tinggal sendiri?" ujar Arlan.
"Om gak apa-apa, ada dokter dan suster, kamu boleh pergi. Kerja yang benar agar kamu jadi anak yang sukses." ujar Adiguna.
Arlan mengangguk, lalu ia pun pergi meninggalkan rumah sakit itu. Sementara Adiguna Wijaya meneteskan air matanya melihat anak sebaik Arlan. Beda jauh dengan anaknya Revan yang sedari kecil sudah di manjakan dengan bergelimangan harta. Beda jauh dengan Arlan, meski dulunya dia adalah anak orang kaya juga, tetapi ia juga sering membantu ayahnya di kantor, kadang di rumah bahkan di manapun. Jadi sedikit sedikit Arlan mengerti bisnis.
Arlan sampai di sebuah toko roti tempat ia bekerja, toko roti itu juga ada sebuah Cafe tongkrongan anak muda. Hal tersial dalam hidupnya adalah harus bertemu dengan Revan. Revan and the geng datang ke Cafe dimana Arlan bekerja. Arlan buru-buru pergi kebelakang dan menyuruh temannya menggantikan poisinya di depan.
"Paman Jung, tolong gantikan aku di depan." ujar Arlan.
"Ada apa? Kenapa kau nampak kesal?" Sahut Paman Jung.
"Itu didepan sana, ada teman satu sekolahku. Anaknya nyebelin dan kasar. Aku takut dia akan mengerjaiku lagi." ujar Arlan.
Paman Jung pun membantu Arlan, tetapi sebenarnya Revan sudah melihat Arlan sebelumnya makanya dia memutuskan untuk makan di Cafe itu. Tetapi berkali-kali Revan sering mendapat perlakuan kurang mengenakan dari Arlan sehingga membuat Revan murka. Revan pura-pura pergi ke toilet, lalu ia melihat Arlan tengah membuang sampah di belakang. Lalu tangannya di tarik oleh Revan dan mendorong Arlan ke dinding.
"Aku sudah bilang berkali-kali, jangan pernah abaikan aku. Kenapa kau abaikan aku terus?" ujar Revan sambil menyekik Arlan dengan gigi rapat.
"Lepaaassin, s-sakit tau... Uhuk uhuk... " ujar Arlan. Arlan memgambil napas lalu memegangi lehernya yang sakit. "Mau kau apasih ha? Aku udah bilang aku gak ada uang buat ganti rugi."
"Aku tidak minta uang, cukup kau ikuti dan dengarkan apa kataku saja, itu sudah cukup." sahut Revan.
"Iya iya, ya sudah aku mau kerja. Kau sana sama teman-temanmu, aku sibuk." ujar Arlan sambil berlalu.
Senyum senang tampak di wajah Revan, meski selama ini ia jarang tersenyum karena orang lain. Arlan masih tidak habis pikir, apa motif dan mau Revan kepadanya.
Bersambung....
Hai, bagaimana dengan ceritaku ini? Jika kalian suka jangan lupa Vote dan komennya ya...
Spam next kuy biar aku semangat update cerita ini.