Chereads / JODOH YANG TERLAMBAT / Chapter 3 - JYT 2

Chapter 3 - JYT 2

Udara pagi yang dingin kian menambah rasa malas pada makhluk bernama manusia untuk tetap tertidur lelap dan semakin menarik erat selimut untuk menyelimuti tubuh agar tetap terasa hangat. Terdengar suara sayup-sayup dan mengalun indah pertanda panggilan untuk jiwa-jiwa yang terlelap agar segera bangkit untuk menyembah dan bersyukur atas kebesaran-Nya. Bunyi kokok ayam entah jantan atau betina saling bersahutan menyambut sang surya yang perlahan naik di ufuk timur. Di sebuah kamar bernuansa ungu terang terbaring tenang dan perlahan sepasang mata mengerjap karena merasakan alunan yang terus terngiang berisik di telinganya dengan jarak yang cukup dekat.

"Ayo goyang dumang. Biar hati senang. Pikiran pun tenang. Galau jadi hilang."

Yap! Sepasang mata bernetra coklat terbuka lebar dengan sempurna akibat ulah suara Cita Citata yang konser tak kenal waktu. Perlahan tubuh itu bergeliat ke kiri dan ke kanan untuk meregangkan otot-otot yang terasa kaku. Tak lupa pula sepasang kaki yang terus menendang guling terus menerus hingga jatuh ke lantai.

'Hoammm'

Menutup mulut dan meletakkan ke dua telapak tangannya ke wajah seraya mengarahkan ke dua telunjuk ke sudut matanya untuk membersihkan kotoran yang menumpuk. Maybe! Dirasa sudah bersih, gadis itu pun merapihkan kembali tempat tidurnya dan bergegas ke kamar mandi untuk melakukan ritualnya. Sekitar 30 menit, gadis yang tak lain adalah Nisa keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit sampai paha dan rambut basahnya dibalut handuk kecil, digulung ke atas, kemudian bergegas membuka lemari di sudut ruangan, mengenakan pakaian bersih dan merentangkan sajadah untuk memulai curhat pagi dengan pemilik jiwa-Nya.

Perlahan tapi pasti, cahaya mentari yang mulai meninggi pun menerobos celah jendela yang masih tetutup. Terdengar dari luar rumah suara hiruk pikuk orang-orang mulai berlalu lalang dengan urusannya masing-masing. Ada yang ke kantor, sekolah, pasar, beli nasi uduk, beli ketoprak, dan lain sebagainya. Begitu juga dengan Nisa, gadis itu sedang asik duduk di teras depan rumah menikmati kopi hitam kesukaannya sambil memakan lontong sayur yang dia beli di depan sekolah tak jauh dari rumah, lontong Mbok Narsih.

'Tap tap tap'

Bunyi langkah kaki dari seorang wanita yang masih terlihat cantik walau telah menginjak usia 45 tahun terdengar semakin dekat dari dalam rumah.

"Nis, kok belum berangkat kerja, sudah jam segini? Nanti telat loh!" tanya sang kakak, Linda Puspita Sari.

"Kantor aku sudah tutup, Kak, lupa ya?" sahut Nisa pelan.

"Oh iya ya," Linda pun ikut duduk di kursi yang ada di sebelah Nisa.

"Terus kamu jadi mau liburan ke Bali selama sebulan, Dek?" tanya Linda lagi.

"Iya."

"Beneran sebulan?" tanya Linda penasaran.

"Kenapa memang, Kak?" balas Nisa memasukkan sesendok lontong ke mulutnya.

"Kelamaan, Dek, seminggu di sana saja pulang-pulang kulit kamu gosong sampai ke dalam-dalam. Bagaimana sebulan coba!" terang Linda sambil teringat kondisi Nisa yang hitam tak karuan pulang liburan seminggu di Bali tahun lalu.

"Hahahaha, ya berarti aku gak bohong, Kak, kalau beneran ke Bali. Ya kali aku tambah item pulang winter-an dari Korea. Secara aku berjemur ikutan bule gitu mirip ikan asin dijemur siang bolong, ya gosonglah, tapi masih kelihatan cantik dong!" jawab Nisa dihadiahi cubitan di lengan oleh Linda.

"Nih anak kalau dibilangin sama orang tua ya!" oceh Linda sedangkan yang dibilangi cuma mesam-mesem tak jelas.

"Kapan berangkatnya?" lanjut Linda.

"Hmmm, besok sore, Kak!"

"Sendiri?" sambung Linda lagi.

"Berdua." Linda berkerut kening heran karena setahu dia adiknya yang bege ini akan berangkat sendiri ke Bali dan bertemu temannya di sana. Lah sekarang dia bilang berdua, dengan siapa?

"Sama siapa?" ujar Linda bingung. Nisa pun menoleh aneh menatap kakaknya yang terus cuap-cuap.

"Berdua sama abang ojol lah, Kak, dia yang anterin aku ke bandara," jelas Nisa dengan wajah sok benarnya.

"Oh, kirain Kakak sama siapa gitu, Dek. Minimal gebetan!" seru Linda berharap lebih. Nisa menghela nafas dalam dan membuangnya penuh beban.

"Aku jones, Kak, sabar, ya!" Nisa pun mengelus punggung kakaknya. Lah kenapa jadi kebalik ya?

"Kakak sudah sabar banget, Dek, ingin lihat kamu nikah, bahkan sampai Mama meninggal, kamu masih saja betah jadi jones. Asal kamu tahu, Kakak masih belum lega lihat kamu masih sendiri begini. Dijodohin gak mau, cari sendiri belum dapet-dapet, pokoknya pulang dari Bali kamu harus bawa calon. Titik!" pinta Linda dengan wajah serius menatap adiknya.

"Iyaaaaaaaaaa, Insaallah!" Linda hanya geleng-geleng melihat kelakuan adiknya, perlahan tatapannnya berubah sedikit sedih.

Dalam hati Nisa, dipikir cari cowok gampang kayak beli kerupuk seribuan. Jadi dia menurut saja daripada ujung-ujungnya ada ceramah agama panjang lebar di pagi hari. Jadi jawab aja iya biar next.

Keheningan pun datang di antara sepasang kakak beradik itu. Mereka fokus dengan pikirannya masing-masing. Dalam hati Linda, semoga adik bangornya segera menemukan jodoh yang diimpikan. Namun, beda lagi dengan Nisa, pikirannya sedang menerawang "Seminggu di Bali aja gue udah gosong, apalagi sebulan ya Lord!"