'Brukk'
"Aduh!"
Nisa terpeleset dan jatuh terduduk di lantai dengan baju tersiram kopi yang dipegangnya, beruntung kopi tersebut sudah dingin.
"Nisaa!" teriak Niken kaget dan tak sempat untuk menjangkau Nisa yang terpeleset.
"Awwww!" pekik Nisa kesakitan memegang pinggangnya.
"Ya Allah, Nisa! Kok bisa jatuh sih? Ayo bangun pelan-pelan!" ucap Niken sambil meraih tangan Nisa membantunya untuk berdiri.
Nisa perlahan bangkit sambil menahan sakit. Tangan kanannya memegang pinggangnya yang terasa sakit sambil terus meringis. Tanpa mereka sadari ada beberapa tamu hotel yang menyaksikan bagaimana Nisa jatuh. Memalukan memang, tapi apa mau dikata semua sebuah kecelakaan yang tak bisa diprediksi siapa pun. Tak jauh dari posisi Nisa jatuh, sepasang mata sedang memperhatikan dengan ekspresi wajah yang datar. Sedetik kemudian, dia mengeluarkan benda pipihnya dan menempelkannya di telinga sebelah kanan.
"Hallo"
"...."
"Tolong kamu lebih perhatikan keamanan hotel agar tidak membahayakan para tamu. Baru saja ada tamu terjatuh karena lantai yang licin!"
"...."
Tanpa permisi, pria tersebut pun menutup sambungan telephone, dan menoleh kembali ke arah Nisa yang dipapah oleh Niken kembali ke kamarnya dengan langkah tertatih-tatih. Seketika nafsu makannya hilang melihat yang baru saja terjadi.
"Sepertinya parah tuh cewek, jalannya sampai begitu persis perawan bis dipake!" ujar Nico sambil menyesap kopinya.
"Pastilah, jatuhnya aja begitu!" sambung Aldy.
"Tapi mukanya lumayan, Al, manis kaya brownis buatan emak gue. Pasti enak kalo dicicipi apalagi icipnya di ranj-" ucapan Nico langsung dipotong cepat.
"Otak lo ranjang mulu, masih pagi woy!" ujar Aldy sewot sambil menoyor kepala Nico.
"Yeee ... gue seriusan begok! Apalagi kalo icip pagi-pagi lebih hot karena batre masih full. Makanya cobain biar tahu rasanya. Palingan juga lo bakal nagih. Lo umur sudah banyak, tapi masih saja perjaka, buset dah!" ucap Nico seenaknya membuat Aldy mendengus kesal.
"Gue bakal lakuin itu, pasti! Kalau perlu tiap malam gue jabanin, tapi nanti kalo gue sudah nikah. Gue bukan lo yang doyan buang benih sembarangan, anjir!" terang Aldy yang mulai sewot.
"Terus lo mo kapan nikahnya? Emang cewek sudah punya?" tanya Nico meremehkan.
"Ya belum sih! Lo tahu sendiri semua cewek yang deketin gue modelan Jessica terus. Cinta enggak geli iya gue!" sungut Aldy memutar bola matanya jengah.
Seketika Nico terbahak mendengar penuturan Aldy. Nico memang tahu jelas jika Aldy tidak suka dengan Jessica apalagi ayahnya yang pencinta prodak lokal.
"Mau gue bantu cariin gak?" tanya Nico menawarkan bantuan.
Aldy menatap tajam Nico seolah menyelidik. Kedua alisnya menyatu seolah berpikir. Bantuan macam apa yang ditawarkan oleh Nico yang begajulan.
"Kenapa? Lo gak percaya sama gue?" kata Nico menerka pikiran Aldy.
"Percaya sama lo musrik kadal!" ketus Aldy sambil terkekeh geli.
"Lagipula gue yakin, stok kenalan lo paling gak jauh-jauh dari cewek-cewek yang cuma mau duit gue dong!" tebak Aldy yang sudah lelah bertemu wanita macam itu.
"Wah! Ngeremehin gue lo. Coba sebutin lo mau cewek model kayak apa! Dada besar? Banyak. Pantat lebar? Cemen. Cepet sebutin!" sungut Nico bersombong ria. Aldy menarik nafas dalam dan melepasnya perlahan.
"Bukan jalang!" jawabnya singkat.
Nico yang mendengarnya hanya manggut-manggut. Singkat memang, tapi Nico cukup paham dengan ucapannya.
****
Di sebuah kamar hotel, Nisa kini tengah berbaring di kasurnya setelah mendapatkan sedikit pijatan dari Niken dan meminum obat yang dibeli Niken tak jauh dari hotel untuk mengurangi rasa nyeri di pinggangnya. Karena kejadian na'as tadi, rencana Nisa dan Niken untuk jalan-jalan terpaksa dibatalkan. Seharian mereka hanya di kamar dan menonton tv sambil bergosip ria. Tak terasa waktu sudah mulai sore dan perut mereka mulai keroncongan.
"Nis, lo mau makan apa? Kita delivery order saja ya? Atau gue cari makan ke bawah?" tanya Niken mengajukan ide.
"Gue pengen makan sate lilit yang di ujung jalan itu, Ken!" jawab Nisa sambil bangun dari duduknya dan berjalan tertatih membuka kulkas untuk mengambil minuman dingin.
"Itu doang?" tanya Niken memastikan.
"Iya."
"Ya sudah gue pergi. Lo jangan ke mana-mana apalagi keluar. Kalau inget ada yang mau dibeli lagi langsung chat gue saja!" ucap Niken sambil menyambar jaket yang menggantung di lemari dan bergegas ke luar.
Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam, Aldy sedang berdiri di taman depan hotel karena baru saja menerima telephon dari ibunya. Sesaat setelah memutuskan sambungan telephon, Aldy melihat seorang wanita yang tadi pagi dilihatnya. Iya, dia adalah Niken yang baru saja pulang membeli makan untuk Nisa.
"Itukan teman wanita yang jatuh tadi pagi!" gumam Aldy pelan.
Sekilas ada rasa penasaran di hati Aldy tentang kondisi Nisa. Apakah dia baik-baik saja? Dan untuk menghilangkan rasa penasarannya, Aldy pun memberanikan diri menghampiri Niken yang kian mendekat ke arahnya.
"Permisi, Mbak!" sapa Aldy berbasa-basi.
"Iya, ada apa ya, Mas?" sahut Niken kaget.
"Maaf, Mbak temannya wanita yang tadi pagi jatuh di area kantin kan?" tanya Aldy memastikan lagi.
"Iya betul, ada apa ya, Mas?" tanya Niken penasaran.
"Temannya baik-baik saja kan, Mbak?" lanjut Aldy lagi.
"Alhamdulillah, Nisa sudah baikan kok. Cuma ya gitu masih sakit sedikit katanya!" jawab Niken sambil matanya tak luput menatap Aldy yang berdiri menjulang di depannya. Maklum, Niken pendek alias bantet.
"Oh, namanya Nisa. Nama yang bagus!" suara batin Aldy berbisik. Aldy pun manggut-manggut dan hal itu membuat Niken bingung serta bertanya-tanya.
"Mas ini siapa ya kalau boleh saya tahu?" tanya Niken dan sedikit curiga karena seolah perduli pada Nisa padahal tak saling kenal.
"O, maaf, kenalkan nama saya Aldy dan kebetulan saya salah satu Staff di hotel ini, Mbak!" aku Aldy seraya mengulurkan tangan kanannya dan disambut oleh Niken.
"O, gitu! Saya Niken. Iya nih, gara-gara lantai kantin basah tuh Nisa jadi jatuh. Harusnya pihak hotel tanggung jawab sudah buat teman saya yang cerewet itu sakit!" oceh Niken aji mumpung karena berbicara dengan salah satu Staff hotel yang ganteng pula.
"Atas nama pihak hotel, saya benar-benar minta maaf sudah membuat temannya terluka, Mbak!" ucap Aldy benar-benar meminta maaf atas kelalaian pegawainya.
"Minta maafnya bukan sama saya, Mas, tapi Nisa. Kalau mau minta maaf bilang langsung saja!" terang Niken menimpali.
"Baik kalau begitu, bisa pertemukan saya dengannya?" jawab Aldy menuruti saran Niken.
"Ya sudah, ayo ikut!" ajak Niken dan Aldy mengekori dengan setia.
Mereka berdua pun langsung menuju kamar di mana Nisa berada. Tak butuh waktu lama mereka sampai di depan pintu dan perlahan Niken membuka pintu.
'Ceklek'
"Nis!"
Tak ada jawaban. Niken melangkahkan kaki memasuki kamar diikuti Aldy di belakangnya. Sedetik kemudian pintu kamar mandi terbuka.
"KYAAAAAAAA!"