Markus mengetuk mejanya untuk menghilangkan kebosanannya. Dilihatnya Juna yang tengah tertidur pulas di atas meja dengan mulut yang terbuka lebar.
Sebagai teman yang berwibawa, Markus mengambil ponselnya dan memotret Juna. Setelah itu, ia menutup wajah Juna menggunakan Hoodie milik Juna.
"Hngh, thanks." Markus terkekeh saat Juna mengucapkan terima kasih karena telah menutup wajahnya menggunakan Hoodie. Coba tadi Juna tahu jika Markus memotretnya, ceritanya berbeda lagi.
Di kelas sekarang hanya diisi oleh beberapa murid saja, beberapa murid yang lain masih ada yang di laboratorium karena masih melakukan ujian praktek. Ada juga yang pergi ke kantin untuk mengisi perut mereka dan ada juga yang ke perpustakaan bukan untuk membaca, melainkan untuk mendinginkan tubuh mereka dari teriknya matahari siang ini.
"HAHA!" Markus tertawa receh saat menatap video dari YouTube yang berasal dari channel MAWANG. Penyanyi ini mengcover lagu milik Rahmawati Kekeyi Putri Cantikka atau yang akrab dipanggil Kekeyi—yang merupakan YouTubers terkenal saat ini.
"What the hell. . . I want to cry. . ." Ujar Markus sambil tertawa geli mendengar suara Mawang.

Salah satu komentar yang berhasil membuat Markus tertawa receh saat melihatnya. Markus pun mencobanya dengan memutar videonya secara cepat beruntun.
"Wah iya bener, ngakak anjer!" Markus tertawa terpingkal-pingkal sambil memegangi perutnya. Sampai tak sadar, jika badan Markus tertabrak dengan badan Juna.
"Anjir lah, Mark!" Ringis Juna yang terganggu. Sedangkan Markus masih asyik tertawa bahagia di tempatnya.
"HAHA WHAT IS IT? HAHAHA. . ." Ujar Markus sambil menatap salah satu komentar.

Juna akhirnya terbangun karena tawa Markus. Ia pun juga ikut serius mendengar lagu yang dinyanyikan tersebut.
"Lagunya Keke si ratu Boneka kan?" Markus menatap Juna lalu mengangguk bersemangat.
"Look at this, so funny haha. . ." Juna mendekatkan wajahnya dengan ponsel milik Markus. Ia membacanya lalu melirik Markus.
Receh banget anjir.
"Receh banget lo, anjir!" Ujar Juna sambil melirik sinis ke arah Markus.
"But, it's so funny. . . Hahaha," Juna melirik lagi ke arah Markus yang tertawa bahagia saat asyik membaca komentar.
"Yowes, sekarepmu dewe."
Jika kalian penasaran dengan video cover tersebut, saya akan mencantumkan disini.

**
Markus sekarang tengah merapikan mejanya dan memasukkan barang-barang miliknya ke dalam tas. Keadaan kelas sekarang benar-benar kosong, Juna sudah pulang dengan kawan-kawannya yang lain.
Ia berjalan keluar kelas sambil bersiul ria menuju ke arah parkiran motor yang hanya tersisa beberapa motor saja.
"Aku menjagamu, tanpa menjagamu. . ." Markus bernyanyi ria sambil memasang helmnya.
"Hey!" Gadis yang merasa dipanggil oleh Markus menatap ke arahnya. Markus tersenyum lalu melambaikan tangannya kepada gadis tersebut.
"Eh. . . Halo Markus,"
"Kok baru pulang?" Tanya Markus sambil menunjuk ke arah gadis tersebut.
"Ada urusan di ruang guru, masalah kesekretariatan kelas," ujar gadis tersebut sambil tersenyum kikuk.
"Oh. . . Oiya, hati-hati ya, Miya." Gadis tersebut hanya tersenyum membalas ucapan Markus. Markus segera mengendarai motornya keluar dari sekolah.
Markus melajukan motornya dengan tenang, sambil memandangi keramaian petang kali ini. Ribuan kendaraan menemaninya di jalan raya kali ini, kebanyakan dari kendaraan itu adalah milik siswa yang baru pulang dari sekolah dan para pekerja yang baru pulang bekerja dan ingin segera pulang ke rumah.
Motor Markus berhenti di salah satu tempat yang terkenal sebagai tempat bimbingan belajar. Markus segera membuka helmnya dan turun dari atas motornya. Ia berjalan masuk ke dalam sambil memainkan kunci motor miliknya.
"Lama banget lo, Mark!" Markus menoleh ke arah seorang gadis yang merupakan teman sekelasnya.
"Tadi gue dipanggil pak Kento, ngebantu dia bahas soal OSIS angkatan ini sama persiapan ulang tahun sekolah." Rima mengangguk paham.
"Lo kan bukan OSIS lagi, kenapa pak Kento minta bantuan lo? Kenapa nggak minta bantuan Ketosnya langsung?" Markus menaikkan pundaknya sambil mengangkat kedua tangannya.
"Lo kayak nggak tahu aja angkatan di bawah kita. Main-main mulu kerjaannya, mana ada seriusnya." Celetuk Nando.
"Udah ah. . . Nggak usah bahas itu." Ujar Markus sambil mengalihkan topik pembicaraan mereka kali ini.
**
Markus keluar dari kamar mandi sambil menggosok rambutnya menggunakan handuk guna untuk mengeringkan rambutnya yang basah. Markus hanya menggunakan celana pendek tanpa menggunakan pakaian atas untuk menutupi badannya.
"Gue kemana aja selama ini?" Markus duduk di ujung ranjangnya sambil melamun memikirkan sesuatu.
"Maafin gue, Echan. After all this time, I found your sister. I hope you happiness there," Markus menatap ke atas sambil menopangkan dagunya di kedua tangannya.
"Namamu Markus?" Suara bocah itu membuatnya tersadar, ia segera menoleh ke arah bocah laki-laki di sebelahnya.
"Iya, kenapa?" Tanyanya dingin sambil menatap tajam ke arah bocah itu.
"Halo, kenalin. Nama aku Angkasa Frechan, panggil aja Echan." Dia menatap tajam ke arah bocah tersebut yang sekarang mengulurkan tangannya.
"Markus," balasnya sambil menjabat tangan bocah tersebut.
"Markus—salah satu murid Yesus yang merupakan penulis Injil. Arti namamu bagus," Markus menatap sinis ke arah bocah tersebut, ia merasa tak nyaman dengan keberadaannya.
"Aku anak baru di sini, aku baru aja masuk di grade 1 piano. Kamu pasti grade 3 gitar kan?" Markus mengangguk, menjawab pertanyaan bocah ini.
"Umur kamu berapa?" Tanya bocah itu membuat Markus menoleh ke arahnya.
"Sepuluh,"
"Kamu lebih tua daripada aku, kamu seumuran dengan kakakku." Ujarnya sambil tersenyum manis ke arah Markus.
"Kalau kamu sudah besar, nikah sama kakakku aja, ya." Markus menatap bingung ke arah Echan yang berkata asal.
"Maaf, tapi umur aku baru sepuluh tahun. Tunggu lima belas tahun lagi baru bisa nikah, kata daddy." Echan mengangguk paham.
"Tapi kamu mau nikah kan sama kakak aku? Soalnya kak Dery nggak mau nikah sama kakakku, katanya kakakku bau." Markus menatap tajam ke arah Echan.
"Kamu masih kecil kok bahas nikah-nikahan sih?" Tanya Markus.
"Enggak—tapi kata guruku, suatu saat nanti kita akan menghadapi yang namanya pernikahan. Pernikahan yang akan menyatukan dua orang menjadi satu daging. Dimana seorang laki-laki yang akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging." Markus mengangguk paham, sepertinya bocah yang bernama Echan ini baru saja mempelajari mengenai sakramen pernikahan di pelajaran agamanya.
"Nah kalau kamu mau, kamu mau nggak nikah sama kakakku?" Markus menatap bingung ke arah Echan.
"Siapa namamu tadi?"
"Angkasa Frechan, yang artinya suka mencari petualangan bebas dan selalu bersinar."
"Aku nggak nanya filosofi namamu, tapi aku cuman mau bilang—kita masih muda, kenapa harus bahas tentang pernikahan?" Echan terdiam sebentar, lalu ia mengangkat kedua bahunya.
"Nggak tahu deh."
"Nah, makanya—"
"Tapi kamu mau kan nikah sama kakakku?" Markus geram sendiri di tempat. Ia berusaha tenang dengan bocah didepannya.
"Kenapa sih kamu pengen banget aku nikah sama kakakmu? Aku aja nggak tahu rupa kakakmu,"
"Soalnya kata kak Dery, nggak ada yang mau sama kakakku. Katanya ; kakakku bau, kakakku jelek, kakakku hitam, terus kakakku pendek. Aku takut, kakakku tidak bisa nikah nantinya." Markus menggelengkan kepalanya. Ia terkekeh mendengar ucapan polos yang keluar dari mulut Echan.
"Alasanmu aneh sekali,"
Markus terkekeh lalu mengambil bajunya di atas ranjang dan memakainya. Kisah itu merupakan awal kisahnya dengan Echan kala itu.
Markus masih tak percaya jika Yera adalah kakak yang selama ini yang dimaksud oleh Echan. Kakak perempuan Echan yang dicintai oleh Echan.
Markus masih tidak percaya dengan takdir yang Tuhan berikan kepadanya. Tentang kisah cintanya dan kisah masa lalunya.
Markus mencintai Yera, tapi ia tidak tahu selama ini Yera adalah orang yang dicari Markus. Markus sudah mencintai selama tiga tahun, sejak masa perkenalan lingkungan sekolah.
"Hello dad, I forget to bring my lunch. Would you bring it to my school?" Markus menelepon daddynya menggunakan ponsel pinjaman kakak OSIS.
"Uhm. . . Sorry son. But now, I'm on a meeting. Why don't you buy it at the canteen?" Markus mendecak kesal.
"The rules are told to bring lunch from home, Dad."
"Uhm. . . Sorry,"
"Okay, Dad. I'll end the call, see you." Pasrahnya sambil menurunkan ponsel tersebut.
"Gimana dek?" Tanya seorang pria sambil menatapnya tajam.
"Ayah saya nggak bisa membawakannya kak, saya mohon maaf." Ucapnya sambil menunduk dan memberikan ponselnya.
"Oke, saya maafkan. Tapi kamu nggak bisa makan siang ini dek. Tapi buat besok, jangan lupa ya bawa bekalnya. Ini peraturan MPLSnya dek," Markus mengangguk paham.
"Baik kak, terima kasih kak."
"Sama-sama, saya tinggal dulu ya." Markus mengangguk lalu ia menatap ke arah koridor yang ramai dengan beberapa murid yang tengah menikmati makan siangnya.
"Hey!" Markus terkejut saat seorang gadis menepuk pundaknya secara tiba-tiba. Ia hampir saja terjatuh ke depan karena saking terkejutnya.
"Et—maaf,"
"No problem,"
"Lo belum makan kan?" Markus menatap tajam ke arah gadis tersebut.
"Belum, kenapa emangnya?" Gadis itu mengeluarkan sebuah kotak makan berwarna biru dari dalam tasnya yang berwarna kuning.
"Nih, buat lo!" Markus menatap heran ke arah gadis tersebut.
"Buat gue?" Gadis itu mengangguk lalu tersenyum terukir di wajahnya.
"Makasih banyak, btw lo nggak makan?" Gadis itu menggeleng dan Markus menatapnya heran.
"Gue nggak suka makanan itu, buat lo aja." Markus membuka kotak makan tersebut.
"Tha—eh lo mau kemana?" Ujar Markus saat melihat gadis itu pergi meninggalkannya.
Sejak saat itu, Markus berusaha mencarinya dan terus mencarinya. Hingga akhirnya ia menemukan informasi. Namanya Ave Shayera Purnamasan, anak perempuan dari salah satu pengusaha ternama di kotanya.
Tetapi hingga sampai saat ini, Markus tak berani mendekatinya. Dikarenakan satu hal, yaitu Dery.