Chereads / Should Be / Chapter 34 - Bab 34 : Perihal Kasih

Chapter 34 - Bab 34 : Perihal Kasih

"Wah akhirnya anak Neo pada ngumpul semua di sini,"

Semua menatap ke arah sang pemilik suara tersebut. Pemilik suara itu merupakan seorang gadis muda yang baru saja menginjak kelas dua SMP.

"Terakhir kali main bareng pas aku masih SD kelas empat, terus kita nggak pernah main bareng lagi."

"Bosan kali, nggak disini nggak di sekolah ketemunya kamu mulu!" Ujar Nay menatap gadis tersebut.

"Bacot Nay, wle!" Ujarnya sambil menjulurkan lidahnya ke arah Nay. Semua tertawa menatap dua gadis termuda di antara mereka.

Mereka semua—yang lebih dikenal sebagai anak cluster dari Neo Sari tengah berkumpul di salah satu rumah tetangga mereka.

"Cherry sama Juanda kamu undang kan Yera?" Seorang wanita tua menatap ke arah Yera dan Yera mengangguk membalasnya.

"Iya tante, kak Juan sama Cherry on the way ke sini kok."

Semua saling berbicara satu dengan yang lain, kebanyakan di antara mereka bercerita mengenai masa kecil mereka.

"Dulu siapa yang pernah makan martabak manis pakai cabe rawit? Haha goblok banget deh," ujar Injun sambil tertawa menatap salah seorang pria yang menunjukkan muka kusamnya.

"Mana percaya aja sama bang Dery, udah tahu bang Dery sesat." Ujar Sasa masih tertawa mengingat kejadian masa kecil tersebut.

"Ya namanya juga dulu gue masih kecil, umur gue aja baru enam tahun waktu itu. Wajar lah gue nggak ngerti apa-apa," balas Nana—pria yang sedang dibicarakan oleh mereka semua.

"Siapa sih yang pernah makan kue basi? Untung aja langsung cus dibawa ke rumah sakit, coba aja waktu itu nggak dibawa. Paling sekarang udah mojok tuh di neraka," Lanjut Nana sambil menatap Sasa yang melotot tajam ke arahnya.

"Haha, itu karma sih karena dia minta kue Frozen. Coba aja waktu itu ikutin saran gue pakai kue Spiderman aja," ujar Injun sambil tertawa renyah menatap saudara kembarnya yang sekarang tengah diejek oleh mereka.

"Kan gue nggak tahu kalau kue itu sudah basi."

"Eh tapi ada yang lebih mantul sih, makan tai kucing. Haha siapa tuh," ujar Nana sambil menatap ke arah adik kandungnya yang sedang misuh-misuh menatap Nana.

"Ih mas!" Ujar Lani—adik Nana sambil menatap kesal ke arah Nana dan semua orang berhasil dibuat tertawa dengan sikapnya.

"Itu ada lagi, yang nyolong rambutan di rumahnya pak Darso malah dapatnya luka-luka terus dikejar sama anjingnya siapa tuh ya?" Ujar pria lain—Nono sambil menatap ke arah seorang pria dan gadis yang duduk bersebelahan.

"Itu mah sih Ale sama Nay haha, masih ingat gue pas pulang-pulang Nay nangis kejer-kejer terus mama bingung dia kenapa. Eh ternyata dia baru aja dikejar sama anjingnya pak Darso, sumpah coba aja waktu itu gue ikut mereka. Gue videoin tuh mereka haha," tawa pecah Injun membludak, semua yang ada disitu langsung ikut tertawa mengingat kejadian masa kecil mereka yang penuh kenangan.

"Ada juga tuh yang ngerjain pak'le es krim,"

"Itu pasti kak Yera sama Sasa, pasti banget mereka berdua."

"Yang ngomong sama pohon siapa woy? Dikiranya Ale, eh malah ngomong sama pohon haha,"

"Fix itu Aji banget,"

Yera tertawa mengingat kejadian masa kecilnya, bersama teman-teman sekomplek yang selalu bersama-sama dengan Yera kemana saja.

Tapi seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usia, mereka yang dulunya pernah bersama akhirnya dipisahkan oleh jarak dan waktu. Mereka tidak bisa saling sesering dulu menghabiskan waktu bersama.

"Kak Yera, aku sama kak Gia mau main ke rumah Nono ya. Ikut nggak?"

"Kakak mau manggil Dery dulu, habis tuh kakak panggil Sasa. Kamu duluan aja ke sana sama kak Gia."

"Oke deh siap kakak!"

Ia sangat merindukan masa kecilnya tersebut, merindukan masa kecilnya bersama teman-temannya dan kedua saudara laki-lakinya.

**

Yera diantar pulang oleh Dery, sebenarnya Dery tak perlu mengantar Yera pulang. Rumah Nana—tempat yang diadakan acara tadi hanya berbeda empat rumah saja dari rumah Yera.

Yera saat ini menatap pantulan dirinya di cermin kamarnya. Ia melirik lengkungan tubuhnya. Ia merasa setiap hari tubuhnya semakin kurus, kantong mata semakin menghitam, dan sepertinya keadaannya tidak terlihat baik-baik saja.

Ia mengambil sebuah botol toner muka, kemudian ia membersihkan mukanya agar terlihat lebih segar kembali. Setelah membersihkannya, muka Yera terlihat lebih segar walaupun mukanya terlihat pucat.

Tring. . .

Yera menengok ke belakang, lebih tepatnya ke arah ranjangnya. Ponselnya berbunyi menandakan notifikasi masuk ke dalam ponselnya. Ia mengambil ponsel miliknya.

Yera meletakkan ponselnya sambil menunggu pesan yang ingin dikirimkan oleh Lukas. Ia menundukkan kepalanya sambil memijat kepalanya yang pening.

Lalu ia kembali menatap dirinya di pantulan cermin didepannya. Yera menghirup napas panjang saat melihat dirinya sendiri.

Tuhan, aku percaya akan kuasamu.

Yera merapatkan kedua tangannya lalu setelah itu membuat tanda kemenangan yaitu tanda Salib. Yera melantunkan doanya kepada sang Kuasa pada malam hari ini.

Tuhan Yesus, aku percaya akan takdir dan kuasa yang kamu berikan kepadaku.

Lalu ia mengucapkan beberapa doa yang selalu ia doakan kepada sang kuasa, tak luput ia mendoakan empat doa pokok yaitu Bapa Kami, Salam Maria, Kemuliaan dan Terpujilah.

Setelah itu ia membuka kembali ponselnya saat notifikasi ponselnya berbunyi. Ia menatap heran ke arah pesan yang diterima olehnya.

"Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasihKu itu." ( Yoh 15 : 9 )

Yera mengernyit setelah itu ia menghela napasnya secara kasar dan memejamkan matanya.

"Jangan pernah menaruh kasih kepadaku," lirih Yera lalu kembali menatap ponselnya.

"Tuhan, maafkan hambamu yang berdosa ini." Ujar Yera sambil menatap ke arah langit-langit kamarnya.