Lukas saat ini tengah membaca sebuah pesan yang diberikan oleh guru pembimbing biolanya. Lukas seketika frustasi karena rasanya semua harapannya sia-sia begitu saja.
Dia tidak naik grade dan dia masih tetap berada di gradenya yang sekarang. Berbeda dengan Yedra—adiknya yang gradenya berada 2 tingkat dari dirinya.
Kalau mau naik, kamu harus bikin lagu dan tentukan notnya sendiri. Tanpa plagiat dari lagu manapun!
Maka dari itu, Lukas tetap kekeuh memegang kertas usang yang berumur tiga tahun tersebut untuk menaikan gradenya dan ingin membuat Ayah dan Mamanya bangga kepadanya.
Jika ditanya seberapa pentingnya kertas tersebut, Lukas akan menjawab sangat penting sekali. Ia ingin mencari sisa kertasnya yang lain, yang hilang kemana saja.
Tapi sejak hari ini, ia tahu kemana sisanya. Sisanya berada di tangan seorang gadis yang selalu menemani pikirannya.
Tring. . .
Notifikasi ponselnya membuyarkan pikirannya, ia mengambil ponselnya yang berada di ujung kasurnya dan membuka notifikasi paling atas.
(( sebagian teks hilang, temukan di aplikasi wattpad ))
Lukas bingung dan memilih mematikan ponselnya. Darimana Yera tahu alasan ia tidak mau mengembalikan langsung kertas tersebut kepada Yera.
Lukas sudah bergulir di atas kasurnya sambil menjambaki rambutnya. Lukas sudah mendengar di luar sana Yedra sedang dipuji oleh ayah dan mamanya karena berhasil naik ke grade selanjutnya sedangkan Lukas masih tinggal di gradenya.
"Kak, makan malam yuk!" Ujar Yedra dari balik pintunya sambil mengetok pintu kamar Lukas. Lukas hanya terdiam sambil memperhatikan jendela miliknya.
Jika ia berada di rumah saat ini, ia malah akan mendapat cercaan dari keluarganya. Ia sekarang memutuskan keluar melalui jendela kamarnya secara diam-diam dan kabur dari rumahnya.
**
Setelah menyelesaikan bimbingan belajar, Markus menyempatkan dirinya pergi ke salah satu minimarket terdekat dari tempat bimbingannya untuk membeli beberapa cemilan.
Jika Daddy pergi keluar kota, Markus sering membeli cemilan untuk menemaninya di kesendirian, misalnya jika ia ingin bermain musik, bernyanyi, hingga membuat lagu.
Sejak dibikinkan studio musik di rumahnya, Markus semakin betah di rumah dan hanya bermain di sekitar kamar dan studio musiknya.
Ia mengambil sebotol minuman teh untuk menemani malamnya. Markus melangkahkan kakinya berjalan menuju kasir.
"Eh?" Barang yang dipeluk Markus jatuh dan Markus segera mengambilnya. Orang yang menabraknya membantunya mengambil barang-barang belanjaan milik Markus.
"Maaf ya, tadi nggak sengaja." Ujar orang tersebut sambil membungkuk terhadap Markus.
"Eh nggak-papa," ujar Markus sambil tersenyum menatap orang tersebut.
"Eh—kamu anak baru ya?" Lanjut Markus sambil menatap ke arah pria tersebut.
"Aku? Eh—kamu anak SMA Cendekia?" Ujarnya sambil menatap bingung ke arah Markus.
"Iya, aku Markus—mantan ketos periode tahun lalu. Salam kenal ya," ujar Markus sambil menjulurkan tangannya.
"Aku Lukas—salam kenal juga ya," balas Lukas sambil membalas uluran tangan yang diberikan oleh Markus.
"Eh, gue duluan ya." Ujar Markus sambil melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Lukas yang mengangguk di tempat.
Setelah selesai berbelanja, Markus segera keluar dari minimarket tersebut. Awal niatnya ingin segera menunggangi kendaraannya, tetapi niatnya segera diurungkan ketika melihat seorang gadis yang tengah beradu mulut dengan seorang pria di sebelah sana.
Awalnya Markus ingin mendekat, tetapi ia merasa harus menjaga privasi orang. Dia memutuskan untuk memandangi mereka dari kejauhan. Sesekali Markus memperhatikan mimik muka milik gadis tersebut yang terlihat kesal sedangkan pria di hadapannya memasang wajah bantuan pertolongan.
**
Saat ia melihat kedua insan anak adam dan hawa tersebut selesai dengan pertengkaran mulutnya. Markus segera menunggangi kendaraannya dan melajukan pergi dari minimarket tersebut.
Kini pikirannya dibawa terbang oleh berjuta pertanyaan di atas sana. Ia mengganti posisinya saat memikirkannya ; dari duduk diam sampai berjalan bolak-balik seperti ada yang mengusik otaknya.
Tunggu, kenapa gue baru sadar? Kan mereka sekelas. Bisa aja mereka bahas tentang kelas mereka kan ya? Anjir lah kenapa gue kayak cemburu buta gini, padahalan mah nggak ada hubungan sama sekali sama dia.
Markus yang semula berdiri itu segera berpindah posisi ke ujung ranjangnya dan duduk di atasnya. Kini kedua tangannya menopang dagunya, Markus gelisah sambil memikirkan hal yang baru saja terjadi.
"Bodoh ah gue! Kenapa gue gini sih?" Ujarnya sambil mengacak-acak rambutnya kesal karena hal tadi mengusik pikirannya.
Ia mengambil cemilannya yang ia letakkan di atas ranjangnya beserta minuman kaleng didalamnya. Dan tak lupa mengeluarkan ponsel canggihnya yang ia letakkan di saku celananya.
Sambil memakan, ia tak lupa menggulirkan layar ponselnya tersebut. Dari membuka pesan yang dikirimkan oleh teman sekelasnya mengenai pekerjaan rumah sampai membuka aplikasi Instagram miliknya.
Kini ia mengetik salah satu username di daftar pencariannya. Setelah ditelusuri dan mendapatkan akunnya, Markus membukanya. Ia menunggu apakah akan segera ada status baru yang diunggahnya, tetapi sepertinya orang tersebut tidak memasang apapun. Yang tertera hanyalah profil akunnya saja di sana.
Kini ia berdalih akunnya, ia segera mencari username dengan nama berbeda lagi di daftar pencariannya dan mendapatkannya kembali. Setelah dibuka akun tersebut, ingin-ingin mencari status diunggah. Tetapi hasilnya nihil, ia tidak membuat status di Instagramnya tersebut.
Setelah itu Markus menghempaskan tubuhnya ke atas ranjangnya sambil menatap ke arah langit-langit kamarnya. Langit kamarnya di sana dihiasi oleh tempelan stiker terang. Semuanya isi stiker tentang semesta dan isinya ; dari bulan, bintang, matahari, dan isinya ada di atas langit kamarnya.
Markus menatapi satu persatu sambil menghitung stiker yang masih menempel di atas langit kamarnya. Jika merasa gelisah atau bosan, ia akan menghitung stiker tersebut agar dirinya sedikit merasa tenang menurutnya.
Tak lama kemudian, kedua mata indah milik Markus terpejam lelap setelah melewati hari ini yang berisi penuh kejutan.
**
Lukas saat ini sudah berada di salah satu emperan warung makan pinggir jalan, ia memesan sepiring nasi goreng untuk menemani malam kejam dan dinginnya kali ini.
Ia sudah tak perduli dengan ponselnya yang sedari tadi berdering karena Yedra dan mamanya meneleponnya beberapa kali. Lukas hanya mematikan ponselnya dan meletakkan di saku jaketnya.
Setelah datangnya sepiring nasi goreng, ia memutuskan untuk segera menghabisinya dan setelah itu bergegas untuk pulang ke rumahnya. Ia juga butuh asupan energi untuk menjalani hari-hari sialnya.
Walaupun ia terbilang baru di kota ini, tetapi ia sudah mengetahui jalan pulang ke rumahnya. Warung nasi goreng ini pun tak jauh dari rumahnya tersebut.
"Loh? Luk?" Ujar seseorang yang membuat Lukas menatap ke arah orang tersebut yang berada di hadapannya. Ia segera menaruh sendok dan garpunya tak lupa ia tersenyum ke arahnya.
"Eh Yesya, ngapain?" Tanya balik Lukas ramah kepada Yesya—yang menyapanya.
"Beli nasgor nih, lah lo sendiri aja? Mana adik lo atau ortu lo?" Tanya balik Yesya sambil mencari keberadaan adik maupun orang tua Lukas.
"Ah. . . mereka di rumah. Tadi gue izin keluar mau refreshing otak gue, pusing sama tugas hehe," ujar Lukas sambil terkekeh.
"Ohh. . . Rumah lo dekat sini? Kok makan di sini? Tau darimana warung ini?" Tanya Yesya lagi agar obrolan mereka tidak terasa canggung.
"Rumah gue di jalan Meranti situ sih. Soal warung ini, gue tadi mutar-mutar eh ketemu warung ini. Jadi mampir mau makan hehe," balas Lukas dengan ramahnya.
"Oh dekat dong sama rumah gue, rumah gue juga di situ. Oiya, gue duluan ya. Dadah Luk," ujar Yesya sambil melambaikan tangannya dan meninggalkan Lukas yang masih menyelesaikan makannya yang sempat tertunda. Lukas membalasnya sambil tersenyum ke arah Yesya.
Kembali sama Lukas yang sedang memakan nasi gorengnya hingga selesai, setelahnya ia tak lupa membayar dan ingin segera menunggangi kendaraannya. Hingga ada sebuah tepukan yang seperti memanggilnya.
"Yak, lo malah makin nasi goreng. Buruan balik ke rumah, kak!"