"Makasih udah dijamu nih datang-datang kesini." Fahri yang siap-siap berpisah dengan yang lain.
"Iya sama-sama bang.." Jawab Kenan.
"Na gw ga bisa anter lu, gw disuruh ke RS nih mendadak." Katerina memberitahu Dena.
"Dena ga bawa mobil?." Jesica aneh.
"Ga bawa tadi dijemput katerin ka.."
"Ya udah sama kita aja..." Kenan menawarkan.
"Iya boleh-boleh." Dena setuju.
"Tapi kita ke apotek dulu ya." Jesica mengingatkan.
"Ya udah Dena dianter Abang aja mau?tapi cuman pake motor." Fahri menawarkan kali ini.
"Iya tuh sama Abang aja jadi cepet." Katerina mendukung sambil senyum-senyum melihat kearah Jesica.
"Gimana ?" Tanya Fahri lagi.
"Iya boleh." Dena malu-malu. Akhirnya malam itu Dena diantar oleh Fahri menuju rumahnya. Sebenarnya Dena sengaja tidak bawa mobil untuk trik mendekati Fahri dan Katerina sengaja pula berbohong ada urusan di Rumah Sakit agar Fahri dan Dena punya waktu untuk mengobrol berdua namun rencananya itu hanya dia dan Katerina yang tahu. Terlihat Dena senyum-senyum sendiri saat berada di motor.
"Jadi Abang berapa hari disini?" Dena mengajak bicara dari kursi penumpang.
"Cuman 3 hari.."
"Ada keluarga disini?"
"Engga ada, semua pada di Bandung, disini paling temen-temen."
"Terus kenapa kesini?kan semua dibandung."
"Ga enak sama Ken kemarin diundang ke acara ulang tahunnya sama Alex tapi ga bisa datang jadi baru bisa sekarang. Dena udah lama temenan sama Jesica?"
"Udah sahabat dari jaman SMA, kalo Abang sejak kapan?"
"Sama dari SMA juga."
"Kenapa buka cafe nya di Jogja?"
"Suka aja sama kota Jogja makannya disana. Ngomong-ngomong kalo Dena ke Jogja kasih tahu Abang biar Abang temenin."
"Iya bang."
"Eh ini bener kesini rumahnya?"
"Iya bener tuh yang di depan berhenti." Dena menunjukkan rumahnya. Fahri pun mengikuti instruksi Dena. Dia memakirkan motornya tepat di sebuah pagar besar berwarna hitam.
"Makasih Bang udah dianterin. Tau kan jalan keluarnya nanti?" Dena sambil melepaskan helmnya.
"Iya sama-sama, tahu kok tinggal lurus belok kanan."
"Ya udah aku masuk ya." Dena beranjak.
"Eh tunggu..." Fahri menarik tangan Dena.
"Besok...kamu sibuk ga?"
"Eng...ga, kenapa?"
"Temenin Abang jalan-jalan mau?"
"Hm..."
"Kalo ga mau ga papa." Fahri melepaskan cengkramannya membuat Dena tertawa kecil.
"Iya mau, gitu aja pundung." Dena mencoba berbicara bahasa Sunda.
"Ya udah Abang jemput udah dzuhur ya."
"Iya.."
"Simpen nomer kamu sini." Fahri mengeluarkan ponselnya dan segera mencatat kontak bernama Dena.
"Itu nomer Abang." Fahri melakukan misscall ke nomer Dena.
"Ya udah kamu masuk, makin dingin diluar."
"Abang hati-hati pulangnya." Dena sebelum benar-benar masuk kedalam rumah sementara itu Jesica dan Kenan juga baru sampai dirumah.
"Mas itu gapapa Dena sama Fahri langsung ditinggal berdua?"
"Gapapa, mereka udah dewasa ini."
"Ya maksud aku baru kenal gitu lagian kan Fahri baru kesini takut kesasar lagi."
"Dia dulu pernah tinggal disini juga sayang, ga usah khawatir dia hafal jalan."
"Fahri orangnya gimana?baik engga?atau playboy?awas ya kalo Dena dimainin."
"Ya Allah sayang, temen--temen Mas ga gitu."
"Ya kali aja...."
"Mas udah bilang, Fahri ibadah nya bagus ga mungkin macem-macem, pinter ngaji lagi."
"Aku mau mandi dulu Mas."
"Jangan mandi malam yang, ga baik buat kesehatan."
"Abis ga enak keringetan, lagian pake air panas ini."
"Ya udah jangan lama-lama." Kenan kemudian menonton tv sementara Jesica terlihat masuk ke kamar mandi.
*****
Tepat pukul 1 siang Fahri menjemput Dena dirumahnya. Kini dia sengaja menyewa mobil untuk membuat Dena nyaman. Mereka pergi ke sebuah pusat perbelanjaan karena kebetulan Fahri ingin mencari sesuatu disana.
"Jadi Abang anak bungsu?"
"Iya, orang tua Abang udah meninggal 3 tahun lalu, kalo kamu?"
"Aku punya adik masih kuliah cowok, aku tinggal sama ibu aku disini."
"Asli orang sini?"
"Iya, Abang selain usaha kerja juga ?"
"Engga, fokus usaha aja soalnya sekarang selain kuliner pingin usaha yang lain juga."
"Usaha apa?"
"Pingin buka retail gitu."
"Berarti Abang jiwa usahanya tinggi ya."
"Supaya istri sama anak Abang ga susah. Dulu Abang sebelum punya usaha hidupnya susah banget, hutang sana-sini, rumah aja ngontrak karena dulu digadein kakak."
"Wah?segitunya bang?"
"Iya, makannya sempet kesel juga dan pergi ke Jogja."
"Tapi sekarang udah baikan?"
"Udah, sejak orang tua meninggal ya baikan kasihan nanti mereka sedih liat anak-anaknya ga akur. Kalo boleh tahu kenapa ayah kamu meninggal?"
"Sakit bang, kena serangan jantung."
"Terus sekarang kamu kerja?"
"Kerja bang, mamah punya usah katering sih tapi tetep aja pingin kerja."
"Wih seputar makanan cocok nih sama Abang." Perkataan Fahri membuat Dena senyun-senyum. Inikah yang dinamakan jodoh?.
"Kapan-kapan cobain masakan mamah, pasti ketagihan."
"Kapan dong Abang diajak ?"
"Kalo Abang kesini lagi, soalnya mamah sekarang lagi diluar kota."
"Dena kalo makanan sukanya apa?"
"Makanan kesukaan aku gampang banget, aku paling suka tahu becek. Abang tahu ga?"
"Oh yang diancurin gitu?"
"Iya tapi bumbunya pake cikur kalo kata orang Sunda."
"Oh iya iya Abang tahu."
"Abang sukanya apa?"
"Segala macam masakan Padang Abang suka."
"Rendang?"
"Apalagi itu Abang suka banget."
"Kalo gitu nanti kita makan dirumah makan padang aja bang."
"Emang kamu mau?bukannya cewek sukanya ditempat-tempat bagus?"
"Engga juga, kata siapa?aku suka kok makan dipinggir jalan kaya pecel lele atau mie tek-tek." Dena membuat Fahri sedikit kagum.
"Jadi sekarang mau makan apa dulu?nasi Padang?pecel lele?mie tek-tek?atau apa?"
"Yang abang suka dulu aja, nasi Padang kebetulan aku ada langganan enak juga masakannya."
"Ya udah ayo kesana."
"Bukannya Abang lagi nyari hadiah."
"Nanti aja, Abang laper.." Fahri segera berjalan menuju parkiran dan dengan refleks menggandeng Dena. Dena sendiri tak menolak siapa sih yang bakalan menolak digandeng cowok seganteng Fahri.
****** To be Continue