Malam ini…
Rama tidak bisa tidur, dia bolak balik di kasur mencari posisi paling nyaman tapi pada akhirnya tidak bisa menutup mata dengan tenang, pikirannya melayang pada kedua sahabat lelakinya yang membuatnya tertekan. Dia bisa menebak kalau besok baik Darwin atau Eki akan membahas perihal kakaknya, dan itu membuatnya begitu cemas.
Rama bangkit dari kasur, mengacak acak rambutnya dengan wajah jengkel, dia merasa tenggorokannya kering, mungkin dia harus mengambil minuman dingin lalu bergelut dengan layar monitor komputer, sekedar membaca ulang tugas makalah atau, bermain game.
Rama memakai sandalnya, meninggalkan kamar dengan perasaan gamang. Dia tak pernah bisa membiarkan Shinta, kakak perempuannya itu dekat dengan pria lain secara berlebihan. Meskipun Shinta selalu mengatakan tidak berminat dengan kata pacaran, tetap saja membuat Rama cemas, apalagi kalau pria itu Eki atau Darwin.
Dia sadar dengan perasaannya yang berlebihan ini, dia sendiri tak bisa menangani gejolak di dalam dadanya. Dia merasa aneh, tapi tak bisa menolak perasaan yang terus menekan dadanya.
Rama mengambil gelas, mulai mengisi air. Menunggu gelasnya penuh dari pancuran keran pintu kulkas.
"Ah, aku kenapa sih! Menyebalkan!" Gerutunya mengutuk diri sendiri.
Dia menyadari air di gelasnya sudah melebihi muatan dan membuat lantai becek. Pria itu tambah kesal dengan kecerobohannya.
Dia menghela nafas lalu meneguk dengan dahaga.
Mata Rama memicing, dia bisa melihat cahaya dari kamar Shinta, apa kakak perempuannya itu belum tidur? Dia bertanya tanya di dalam hati.
"Kak.." panggilnya, melangkahkan kaki ke arah kamar Shinta yang pintunya tak begitu tertutup rapat.
"Kak.." Rama memanggil kakaknya sekali lagi sebelum akhirnya kepalanya melongok, mengintip isi kamar Shinta.
Pria itu tersenyum kecil melihat kakaknya tertidur dengan posisi asal di ranjang, sementara laptop masih menyala.
"Dasar, dia selalu saja ceroboh dan sembarangan."
Tanpa berpikir panjang, Rama langsung masuk, merapikan meja belajar Shinta. Meneliti tugas yang sudah kakaknya kerjakan. Sepertinya ada bagian yang kurang, pria itu menambahkan catatan di sana.
Dia menyimpan buku buku, merapikan alat tulis, terakhir mematikan laptop milik Shinta.
Ada foto kakaknya dan Ratih yang sedang cemberut sebagai background, dua gadis yang tampak begitu cantik bak artis Korea populer, ah tidak! Mereka memiliki mata bulat yang indah bak boneka.
Rama melipat tangan di dada, dia memperhatikan potret itu dengan wajah serius yang dibungkus senyuman. Tentu saja fokusnya hanya pada Shinta. Kakaknya.
Wajah tampan Rama merona merah. Dadanya berdebar cepat. Sebegitu lah seorang adik yang menjaga kakak perempuannya! Dia merasa perasaan di dadanya semakin dalam dan tak terelakkan lagi.
Rama.menghela nafas berat. Dia mematikan laptop itu juga setelah beberapa menit memandangi wajah kakaknya yang full makeup di monitor.
Selanjutnya..
Ia membantu membenahi posisi tidur Shinta, memberikan bantal dan selimut, merapikan kaos yang membuka bagian perut kakaknya yang langsing.
Dia tak mau berpikir macam macam meskipun segalanya bergejolak panas di dalam kepalanya. Dia bukan anak kecil, dia sudah melewati masa remaja, dia adalah seorang pria berusia dua puluh tahunan, dia sudah dewasa. Dan.. kakaknya tak pernah bergeser dari dalam hatinya. Bukankah perasaan ini menyiksa? Tentu saja.
Rama masih membungkuk di atas tubuh Shinta saat berbagai gejolak membakar hasratnya. Ada hal lain yang ingin ia lakukan saat ini?
Ya.. seandainya bisa, dia akan mencium atau memeluk tubuh Shinta. Dia akan mengatakan aku menyayangimu.
Sekali lagi dada Rama terasa begitu berat dan sakit. Dia tak bisa melakukan semua itu, karena apa.. karena ini adalah Shinta, kakaknya.
Meninggalkan Shinta yang sangat terlelap tanpa sadar akan perasaan Rama yang semakin tumbuh tak berarah.
Rama balik ke kamarnya. Dia membanting tubuhnya di kursi, meluruskan kakinya. Jujur saja, dia tak pernah sepanas ini pada wanita selain pada kakaknya sendiri.
Dia tahu kakaknya seorang blogger, dia selalu memantau video video Shinta yang berkolaborasi dengan Ratih.
Malam ini, seperti biasanya. Dia akan menjadi pemantau onlen, membalas komentar komentar sinis dan jahat yang terarah pada Shinta. Dia menjaga kakaknya baik di dunia nyata ataupun online.
Tapi..
Melihat Shinta yang begitu cantik dan ceria di vlog, membuat Rama tersenyum senang, darahnya berdesir panas.
Semua gejolaknya naik. Dia tahu dia salah, dia tahu perasaannya salah, dia sudah berusaha menahan semuanya tapi..
Rama meraih tissu, membuka kancing celananya.
"Maafkan aku kak.." lirihnya merasa bersalah sambil melengguh melepaskan beban sesak yang sejak tadi memberatkan kepala dan hatinya.
Rama terdiam, suara nyaring di vlog masih terus terdengar.
"Aku ingin bersama denganmu.." lirihnya putus asa.
_____
Suasana kampus yang menyenangkan, ya.. ada Darwin dan Eki yang sedang menunggu kedatangan Rama di cafetaria.
Begitu melihat si rapi berkacamata dengan tas gendong, Darwin segera melambaikan tangan. Meminta Rama untuk mempercepat langkah menghampiri mereka yang sudah lebih dulu di sini.
"Lama, tumben kau datang paling terakhir!" Sambut Darwin dengan nada dan wajah heran.
Rama menggeleng pelan. Dia memang bangun kesiangan tadi pagi.
"Sedang apa kalian, tidak ke kelas?" Tanya Rama, mengambil minuman hangat milik Eki.
"Sst! Punyaku, main ambil saja. Sana pesan lagi!" Gusar Eki merebut minumannya.
"Sudahlah, Uda terlambat, aku ada kelas!" Rama sudah tak tertarik untuk minum, dia melirik jam tangannya dan hendak meninggalkan Darwin dan Eki.
"Eh, tunggu dulu!" Pinta Eki.
Rama terpaksa harus berhenti bangkit begitu tarikan di ujung kemejanya terasa.
"Darwin punya cerita serius nih." Ujar Eki dengan wajah yang juga serius.
Mendengar ucapan Eki, Rama kembali duduk dengan perasaan was was.
Dia melirik wajah Darwin, temannya itu tampak berbeda hari ini.
"Kenapa?" Tanya Rama kemudian. Sebenarnya dia tidak siap mendengarkan ucapan Darwin, bagaimana kalau ini ada hubungannya dengan Shinta. Rama mencoba menahan diri, mencoba meraut wajah datar. Dia harus menenangkan pikirannya.
"Ini.. tentang Ratih.."
Fiuuhh.. ada nafas lega dari pernafasan Rama, ternyata dugaannya salah.
"Kenapa, bukannya kau begitu memujanya." Balas Rama. Eki tersenyum mengejek mendengar ucapan Rama.
"Sudah ku katakan. Cari lagi sana. Ck! Kenapa sih kau masih saja bodoh tentang wanita!" Balas Eki dengan wajahnya yang menyebalkan. Dia terlalu percaya diri sebagai salah satu pangeran kampus mesum.
"Kau mana paham!" Sinis Darwin pada Eki. "Aku dan Ratih sudah menjalin hubungan sejak lama. Kami sudah melewati banyak hal!" Gerutu Darwin dengan wajah putus asa.
Eki tertawa terbahak bahak, ejekan yang terdengar sakit di telinga Darwin, sementara Rama hanya memicingkan mata melihat tingkah kedua sahabatnya ini.
"Bro, pasangan tidur bersama itu biasa lah! Jangankan dengan pacar, kau bahkan bisa tidur dengan siapapun sesuka hatimu!"
Rama berdecak kesal mendengar ucapan Eki tapi dia mencoba menahan diri. Hanya tangannya saja yang terlihat mengepal menahan emosi.
"Ini beda Eki!" Dengus Darwin kesal. "Aku tak bisa melupakan Ratih begitu saja apalagi setelah semua yang dia lakukan. Kau tahu apa yang ingin aku katakan pada kalian kali ini?" Tanya Darwin kemudian, dengan sorot mata penuh benci.
Eki dan Rama terdiam, wajah Darwin hari ini memang sangat berbeda. Berbeda sekali.
"Balas dendam!"
Hah!