Ketika Jean kembali ke ruang makan terbuka itu, dia melihat Lilia duduk bersandar di kursi. Wanita itu menyambutnya dengan senyuman lebar, seolah keheningan canggung itu tidak pernah terjadi.
Jean mulai merasa sedikit bersalah pada tunangannya karena telah membuat suasana menjadi tidak nyaman. Dia bertanya sambil duduk di kursinya, "Kenapa kamu tersenyum seperti itu?"
Lilia menunjuk hidangan di atas meja yang baru saja dibawakan oleh pelayan restoran. Hidangan itu adalah sapo tahu dengan kuah kental yang berwarna merah seperti darah. Hanya mencium aromanya saja sudah cukup untuk membuat mata Lilia berair saking pedasnya. Menurut si pelayan, itu adalah masakan paling pedas yang dimiliki restoran ini.
"Aku tidak tahu kamu menganggap serius kata-kataku tadi. Sayangnya aku sedang diet, jadi aku tidak bisa makan makanan pedas." Kata Lilia sambil bertopang dagu. Sebagai pecinta makanan pedas, Lilia ingin menerima tantangan ini, tapi dia tidak berani mengambil risiko mengacaukan pekerjaannya di Milan.
"Tidak masalah. Aku akan membungkus makanan ini dan memberikannya pada Kenny." Jawab Jean tenang.
Tawa Lilia pecah saat mendengar itu. Dia tahu Jean tidak berniat makan hidangan sepedas ini sejak awal. Pria itu hanya memesan makanan ini untuk menjawab sindirannya tadi.
Untungnya, pelayan restoran itu segera datang membawakan sisa pesanan mereka, sehingga mereka dapat mulai makan malam yang sesungguhnya.
Namun Lilia tidak langsung menyantap makanannya. Dia mengeluarkan ponselnya dan membuka aplikasi Lain, lalu mengirimkan sebuah gambar. Setelah dia melakukan itu, ponsel Jean bergetar.
Lilia melontarkan senyum jahil pada pria di hadapannya itu. "Jean, sepertinya kamu mendapat pesan baru."
Jean menatap wanita itu selama sesaat sebelum membuka teleponnya. Dia melihat ada satu pesan yang baru masuk dan segera mengklik gambar yang dikirimkan Lilia. Gambar itu berisi screenshot percakapan Lilia dan Alfred melalui SMS. Mata pria itu melebar. Semua kejengkelan yang dirasakannya seketika lenyap seperti es yang meleleh, hanya menyisakan kehangatan di hatinya.
"Kamu tahu, sebenarnya aku tidak ingin bercerita padamu tentang ini karena aku tidak mau membebanimu dengan masalahku." Lilia mulai berbicara sambil memainkan makanan di piringnya. "Tapi setelah kupikir lagi, aku akan merasa sakit hati karena tidak dipercayai kalau aku ada di posisimu. Selain itu, kamu sudah membantuku juga, jadi…" Lilia menceritakan kasus yang ditimbulkan Daniel secara lengkap pada Jean.
Pria itu mendengarkan dengan sabar. Jean tahu Lilia bukan tipe orang yang mudah menceritakan masalahnya pada orang lain. Namun kali ini wanita itu bersedia memberitahunya apa yang terjadi, tanpa Jean harus mencari tahu sendiri. Lilia yang menutup rapat-rapat pintu hatinya setelah dikecewakan oleh William telah berubah. Wanita itu mulai membuka kembali pintu hatinya secelah lebih lebar untuk Jean.
"Lalu Bapak Alfred hanya menghubungiku untuk membahas penyelesaian kasus ini. Jadi kamu tidak perlu khawatir karena kami tidak membahas hal lain sama sekali." Lilia mengakhiri penjelasannya.
Jean kembali menyimpan ponselnya dengan wajah datar seolah dia tidak peduli. "Kamu tidak harus menjelaskan semua yang kamu lakukan padaku."
Walau Jean berkata demikian, Lilia bisa melihat kegembiraan yang samar dalam ekspresi pria itu. Lilia ingin tertawa karena tunangannya yang tidak dapat berkata jujur itu terlihat menggemaskan.
"Kalau kamu tidak suka sesuatu, katakan saja padaku. Kamu tidak perlu pergi dan merokok sendirian seperti itu." Kata Lilia.
Mendengar itu, Jean akhirnya kembali tersenyum. "Bagaimana kamu tahu? Apa kamu mencium baunya?" Tanyanya tenang.
Lilia dapat merasakan daya tarik dan pesona seorang pria dewasa dari senyuman Jean. Pria itu benar-benar berbeda dari William, yang selalu tampak seperti kakak kelas yang baik hati.
Jantung Lilia berdetak kencang saat dia mencondongkan tubuh ke arah Jean. "Aku tahu karena aku melihat ini." Lilia menyapu bersih sisa abu yang jatuh di kerah baju Jean dengan tangannya.
Setelah memastikan pakaian pria itu sudah bersih, Lilia akan menarik tangannya kembali. Tiba-tiba Jean menangkap pergelangan tangannya.
"Aku tidak akan melakukannya lagi. Aku janji." Bisiknya sebelum mendaratkan kecupan ringan di punggung tangan Lilia.
Tubuh Lilia menjadi kaku dan wajahnya memerah. Dia seolah masih bisa merasakan bibir lembut Jean menempel di tangannya. Kulit Jean yang dingin terasa sejuk bagi Lilia. Namun hal yang paling mengejutkannya adalah ucapan Jean.
Pria itu berjanji untuk tidak akan mencurigainya lagi tanpa alasan yang jelas. Itu adalah bentuk kepercayaan yang diberikan Jean pada Lilia.
Lilia buru-buru menarik lepas tangannya dari genggaman Jean. "Baiklah, aku paham! Ayo cepat makan sebelum semuanya jadi dingin!"
Setelah momen itu, suasana di antara keduanya menjadi hangat dan akrab, layaknya pasangan muda yang sedang kasmaran.
*****
Dalam perjalanan pulang, Jean memegang setir dengan sebelah tangan. sedangkan tangan kirinya menggenggam tangan kanan Lilia.
Lilia yang duduk di kursi penumpang terus menatap ke luar jendela. Dia berusaha bersikap tenang, tapi ujung telinganya merah padam. Lilia diam-diam mengamati figur Jean melalui pantulannya di jendela mobil.
Tiba-tiba Jean melirik ke arah Lilia dan menangkap wanita itu diam-diam mencuri pandang. Dia tersenyum lembut melihat perilaku Lilia yang menggemaskan.
Lilia memerah saat tertangkap basah oleh Jean. Dia menoleh pada pria itu untuk membalasnya. "Jean, menurut polisi lalu lintas, menyetir dalam kondisi seperti ini tidak aman!" Lilia mengangkat tangan kirinya yang digenggam Jean.
Jean tertawa kecil. Dia paham maksud Lilia, tapi wanita itu seharusnya tahu kalau dia tidak peduli dengan apa yang dikatakan oleh orang lain. "Kalau begitu aku akan menyetir lebih pelan."
Lilia kehilangan kata-kata mendengar jawabannya. Dia hanya ingin Jean melepaskan tangannya, tapi pria itu mengelak dengan mudah. Lilia menghela nafas dan membiarkan jemari mereka bertautan di sepanjang perjalanan pulang.
*****
Sebagai tambahan, Lilia mendengar dari Jean kalau Kenny tidak masuk kerja sehari setelah mendapat sapo tahu super pedas itu. Karena merasa bersalah, Lilia mengirimkan obat pencernaan untuk pria malang itu.