Vote sebelum membacašš
.
.
Edmund membaringkan tubuh istrinya dengan perlahan di atas kasur. Dia mengusap kepala Sophia saat perempuan itu mengerutkan keningnya merasakan empuknya bantal yang menyangga kepalanya, dia nampak tidak suka dilepaskan dari pelukan suaminya.
Sophia mencari posisi yang nyaman. Dengan mata yang masih terpejam, dia membalikan badan membelakangi Edmund yang duduk di samping ranjang sambil tersenyum menatap punggung istrinya. Dia memberikan kecupan pada telinga istrinya sebelum keliar dari kamar itu dan melanjutkan pekerjaannya yang masih menumpuk.
Ditinggalkan sarapan oleh Sophia membuat Edmund kesal hingga dia menyadari betapa menyebalkannya dirinya semalam. Sulit untuknya untuk sarapan seorang diri, sementara dirinya sudah terbiasa dengan keberadaan Sophia. Dia juga sudah terbiasa membuatkan susu untuk istrinya. Namun, pagi tadi dia hanya menemukan sarapan tanpa ada seseorang yang sudah memasaknya.
Edmund ingin marah, tapi dia tidak ingin Sophia semakin kesal padanya.
Ketukan pintu menyadarkan Edmund dari lamunannya. "Masuk," ucapnya sambil menatap laptop.
"Seseorang mengirimkan ini untuk anda, SeƱor."
Maria menyerahkan sebuah map cokelat yang cukup tebal pada Edmund.
"Siapa yang mengirimnya?"
"Saya tidak tahu, tidak ada nama pengirimnya di sana," ucap Maria mengalihkan pandangan Edmund pada map. Memang benar, tidak ada nama pengirim atau pun alamatnya.
"Oke, you can get out, Maria."
"SĆ, SeƱor," ucapnya menundukan kepala sebelum keluar dari ruangan atasannya.
Edmund menyimpan map itu tanpa membukanya, dia memiliki pekerjaan yang masih banyak. Namun, beberapa menit kemudian dia mulai penasaran dengan isi dari map itu. Edmund melonggarkan dasinya dan mulai membuka plastik yang membungkus map.
Matanya membulat ketika isinya adalah foto-foto Sara yang diambil secara diam-diam. Edmund tahu siapa pengirimnya, dia segera menghubungi sebuah nomor pada ponselnya. Hanya menunggi selama lima detik, panggilan itu sudah diangkat oleh seseorang.
"Di mana kau?"
"Los Angeles, SeƱor," jawab seorang pria yang mengangkat telpon Edmund.
"Temui aku di restauran Golden China dalam 15 menit," perintahnya sambil menatap jam tangan miliknya.
"SĆ, SeƱor."
Edmund langsung memutuskan sambungan, dia membenarkan pakaian yang dikenakannya dan keluar dari ruangan itu. Maria otomatis berdiri saat bosnya keluar.
"Batalkan semua schedule siang ini, Maria."
"Pero tiene una reuniĆ³n importante con el pintor JaponĆ©s, SeƱor," ucap Maria menghentikan langkah Edmund tepat di depan mejanya. "Pihak Jepang sudah menunggu pertemuan ini berbulan-bulan yang lalu."
"Just withdraw my meeting with them," ucap Edmund melewati Maria tanpa melihatnya. Dia menaiki lift yang berhenti langsung di tempat parkir pribadinya.
Edmund menaiki mobil dan mengemudikannya menuju tempat yang dia janjikan pada seseorang. Hanya dalam waktu 20 menit, Edmund sudah sampai. Di sana dia melihat seorang pria yang sudah menunggu di ruangan yang biasa mereka pakai.
"Selamat siang, SeƱor," sapa pria yang memiliki umur lebih tua pada Edmund.
"Di mana kau menemukannya?" Edmund duduk dan langsung bertanya pada intinya, dia tidak sabar mendengar penjelasan dari orang kepercayaannya. Dia memang menyewa seseorang untuk mencari keberadaan Sara. Bukan hanya satu, tapi berpululuh-puluh orang dia kerahkan dan menyebarkannya ke seluruh penjuru dunia untuk menemukannya.
"Di Kanada, Tuan, dia hanya berada selama tiga hari di sana."
"Apa yang dia lakukan di Kanada?"
"Tidak banyak, Nona Sara hanya berbelanja di mall dan mengunjungi makam seseorang," ucapnya membuat kening Edmund berkerut.
"Makam?"
"Ya, dia mengunjungi rumah kremasi pada hari ke dua. Menurut informasi yang saya dapat, orang yang dia kunjungi adalah temannya sewaktu sekolah dasar."
"Lalu di mana Sara sekarang?"
Pria itu menghela napas kecil. "Saat Nona Sara memasuki bandara, saya kehilangan jejaknya. Namun, Nona Sara ada dalam daftar orang-orang VVIP yang terbang menuju Swedia."
Edmund menatap jam tangannya sesaat. "Dan kau menemukannya di Swedia?"
Pria itu menggeleng. "Tidak ada nama Sara yang mendarat di maskapai itu."
"Bagaimana dengan maskapai yang lain?"
"Sama, dia tidak ada," ucapnya membuat Edmund mengusap wajahnya kasar. "Saya akan mencari keberadaan Nona Sara kembali, SeƱor."
"Kau harus. Saat menemukannya nanti, bawa dia padakku, walau pun dia tidak menginginkannya."
"Baik, SeƱor, akan saya lakukan."
Edmund mengangguk, dia berdiri dan menepuk pundak pria itu. "Pesanlah makan siang," ucapnya sebelum melangkah pergi dari restauran itu. Dia memilih untuk makan siang bersama dengan istrinya.
Edmund memesan makanan sebelum kembali ke perusahaan. Dalam perjalanan, dia terus saja melamun, memikirkan setiap kata yang diucapkan pria kepercayaannya tadi. Sara ada di Kanada, dan dia baik-baik saja. Edmund tidak bisa melupakan Sara begitu saja, wanita itu sudah menemaninya selama bertahun-tahun.
Karena pikirannya itulah Edmund mengemudi dengan lambat, dia baru sampai di perusahaan 30 menit kemudian. Saat membuka pintu ruangannya, dia sudah melihat Sophia yang sedang makan siang di sofa. Perempuan itu tersenyum ke arah Edmund, memperlihatkan lesung pipi yang membuatnya nampak cantik.
Edmund menutup pintu sambil tersenyum membalas Sophia, dia berjalan mendekati istrinya.
"Maaf memakan makananmu, aku sungguh lapar," ucap Sophia dengan mulut yang penuh dengan makanan.
Edmund mengusap kepala Sophia sebelum duduk di sampingnya. "Tidak apa, itu memang untukmu."
"Kau sudah makan?"
"Aku tidak lapar," ucap Edmund melonggarkan dasinya, dia kehilangan napsu makan setiap memikirkan Sara.
"Kau harus makan, Ed."
"Nanti saja."
"Kau bisa sakit." Sophia mengarahkan sendok berisi acar timun yang dibalut dengan daging ke mulut Edmund. "Buka mulutmu," ucapnya dengan nada memaksa.
"Nanti saja."
"Ayolah, bayimu tidak ingin Papanya sakit."
Edmund tersenyum seketika, dia menerima suapan dari Sophia.
"Mommy meminta kita makan malam di rumahnya nanti," ucap Edmund dengan mulut penuh.
"Nanti malam?"
Suaminya mengangguk. "Tapi aku rasa kita lebih baik ke sana sekarang."
"Tidak bisa!"
Edmund berhenti mengunyah. "Kenapa kau membentak?"
"Maaf, Ed, tapi kita tidak boleh pergi sekarang."
"Memangnya kenapa?"
"Aku harus bekerja, apa kau lupa?"
"Aku bos-nya, kau bisa datang kapan pun kau mau," ucap Edmund mengambip sendoknya sendiri dan memakan bagiannya.
Sophia menghela napas kecil, dia memilih menghabiskan makan siangnya terlebih dahulu sebelum berdebat dengan suaminya. Sophia yakin percakapannya dengan Edmund tentang pekerjaannya akan membutuhkan waktu yang tidak singkat. Mengingat pria itu mengatakan kalau Rose yang menyuruhnya datang.
Meskipun begitu, Sophia tidak bisa melalaikan pekerjaannya yang menumpuk. Bisa-bisa dia kembali berdebat dengan rekannya atau diberi pekerjaan tambahan oleh Catherine. Sophia ingin bekerja dengan usahanya sendiri, tidak dengan adanya suaminya. Dalam hati kecilnya, Sophia masih menunggu pengakuan Edmund akam dirinya. Sophia selalu membayangkan bagaimana Edmund dengan bangga memperkenalkannya pada rekan-rekan kerja, mengingat pria itu sering sekali pergi ke luar negri untuk keperluan bisnis.
"Aku ingin itu," tunjuk Sophia pada wortel yang dikukus.
Edmund menusuk wortel panjang itu dengan garpu dan menyodorkannya pada istrinya. Semua makan siang yang dipesan Edmund, sebagian besar dimakan oleh Sophia. Dia begitu menikmati semua makanan itu, apalagi saat suaminya yang menyuapi. Edmund tersenyum kecil melihat Sophia yang makan dengan begitu lahap, dia mengusap ujung bibir istrinya saat saus kacang tertinggal di sana.
"Satu suap lagi."
Sophia menggeleng. "Kali ini aku sungguh kenyang," ucapnya sambil meminum air.
Bibir Edmund mencebik, dia memasukan potongan daging itu ke dalam mulutnya dan mengakhiri makan siangnya.
"Aku harus kembali ke bawah."
"Tetaplah di sini." Edmund memegang tangan istrinya. "Kita akan ke rumah mommy."
"Kita akan ke sana setelah kita selesai bekerja, lagi pula mommy meminta kita datang untuk makan siang," ucap Sophia mengusap bibirnya dengan tissue.
"Bisakah kai berhenti bekerja mulai sekarang? Lagi pula aku sudah melunasi hutangmu, dan kau akan selalu mendapatkan uang dariku, Sophie."
"Cukup, Ed, aku bukan bekerja untuk mencari uang." Sophia menaikan nada bicaranya hingga rahang Edmund mengeras. "Aku ingin berbaur dengan orang lain, diam di apartemem membuatku terisolasi dari dunia luar."
Keheningan tercipat beberapa detik. Sophia memandang mata Edmund perlahan.
"Lagi pula ini keinginan bayi kita."
Dan saat Sophia mengatakan itu, senyuman terbit di wajah Edmund. Dia mendekatkan tubuhnya ke dekat istrinya.
"Beri aku ciuman," ucapnya memerintah. Sophia tersenyum malu sebelum melakukan apa yang Edmund perintahkan. Dia membingkai wajah suaminya lalu menciumnya tepat di bibir. Saling melumat satu sama lain, seolah memberi tahu kebahagiaan yang sedang mereka rasakan lewat gerak tubuh.
"Again," pinta Edmund.
Istrinya menggeleng. "No!"
"Please."
Sophia menghela napas dalam sebelum dia tersenyum. "Oke."
***
love,
alianna Zeenata