Vote sebelum membaca 😘😘 ❤
.
.
.
.
.
"Nenek aku merindukanmu," ucap Sophia sambil memeluk Martina dengan erat.
Sepulang dari makan siang, Sophia diantarkan ke rumah Martina oleh mertuanya. Sergío memaksanya untuk tidak bekerja dan beristirahat di rumah neneknya. Karena merindukan Martina, dia tidak bisa menolaknya. Sophia tidak memikirkan apa yang akan terjadi besok di tempatnya bekerja, yang dia inginkan sekarang hanyalah bersama dengan neneknya.
"Nenek juga merindukanmu, dengan siapa kau datang?"
"Dengan Daddy, tapi dia harus pergi, jadi tidak mampir," ucap Sophia mengikuti Martina masuk ke dalam.
"Tidak apa, bagaimana dengan suamimu?"
"Dia sibuk bekerja."
Sophia merebahkan tubuhnya di atas karpet yang ada di depan televisi, memandang langit-langit yang terbuat dari kayu.
"Apa kau sudah makan siang?"
Sophia mengangguk. "Nenek membuat sesuatu?"
"Tidak, belum. Jika kau ingin sesuatu akan Nenek buatkan."
Sophia menguap dengan lebar. "Aku ngantuk, Nek," ucapnya memiringkan tubuh menghadap layar televisi.
"Tidurlah di kamar."
Sophia terdiam dengan mata yang mulai menutup.
"Tidurlah di kamar, Sophie," ucapnya lagi hingga mata hijau itu kembali terbuka. Dia bangun dari tidurnya dan berjalan ke arah kamar.
"Selamat tidur siang, Nek," ucap Sophia masuk ke dalam kamar.
Martina menggelengkan kepala melihat tingkah cucunya, dia tidak berubah sedikit pun. Sophia selalu manja dan lebih kekanakan dengan orang yang dekat dengannya.
Perempuan itu menidurkan dirinya di atas kasur yang empuk, matanya mulai terpejam hingga akhirnya masuk ke dalam mimpi.
Waktu terus berputar, Martina mengintip ke dalam kamar yang ditempati Sophia. Cucunya masih tertidur, padahal sudah 4 jam berlalu.
Tidur berlebihan tidaklah baik, oleh karena itu Martina membangunkan Sophia dengan cara mengguncang pelan tubuhnya.
"Sophie, bangun," ucap Martina untuk yang kesekian kalinya.
Mata itu perlahan terbuka, dia mengerutkan keningnya. "Ada apa, Nek?"
"Bangun, ini sudah sore."
Sophia mengangguk-anggukan kepala sambil mendudukan diri. Matanya membulat begitu dia sadar telah tidur sangat lama.
Tangannya mengambil ponsel yang ada dalam tas, dia menghela napas saat melihat 15 panggilan tidak terjawab dan 9 pesan dari Edmund. Isi dari pesan itu semuanya sama, menanyakan keberadaannya.
Setelah makan siang tadi, Edmund pergi terlebih dahulu karena ada rapat yang harus dia hadiri. Dan Sophia lupa memberitahu suaminya kalau dia pergi ke rumah Martina diantar oleh Sergío. Sophia yakin jika suaminya pasti akan marah padanya.
Tangan Sophia segera mengetik balasan untuk suaminya.
04.17 P.M
To : Edmund
Me : Aku berada di rumah nenek, Ed. Maaf tidak memberitahumu, aku benar-benar lupa.
Me : Malam ini aku akan menginap di sini, aku benar-benar merindukan nenek.
Enam menit berlalu, Sophia masih belum juga mendapat balasan. Dia mencoba menghubungi Edmund, tapi pria itu tidak menjawabnya.
"Mandilah, Sophie. Nenek sudah menyiapkan air hangat untukmu!" Martina berteriak dari arah dapur.
"Ya, sebentar." Sophia menyimpan kembali ponselnya dan keluar dari kamar.
Menatap Martina yang sedang memasak. Aroma masakan itu begitu menggoda selera Sophia, dia berjalan ke arah kamar mandi agar dapat menikmati kudapan yang sedang dibuat Martina.
Sore itu menjadi senja yang menyenangkan bagi Sophia. Menatap matahari terbenam sambil memakan cemilan yang dibuat neneknya. Segelas cokelat hangat dan kue jahe yang menghangatkan. Apalagi saat makan malam, Martina membuat sesuatu yang disukai Sophia, krim jagung.
Keduanya menikmati kebersamaan mereka, hingga tidak terasa hari sudah malam. Sebelum masuk ke dalam kamar, Martina mengecup kening Sophia dan mengucapkan selamat malam pada cucunya.
Ketika Sophia hendak memasuki kamar, seseorang mengetuk pintu. Dia menatap jam yang terpajang di dinding, jam itu menunjukan pukul 11 malam. Memang setelah Martina pergi tidur, Sophia menonton TV selama beberapa menit.
Pikirannya mulai berfikiran negatif lagi, Sophia yakin jika seseorang di balik pintu itu bukanlah orang baik. Jam di mana seharusnya tertidur, ini malah bertamu. Itu yang membuat Sophia takut kalau seseorang di balik pintu adalah orang jahat.
Dengan pelan dia berjalan ke arah pintu dengan membawa tongkat golf yang menjadi pajangan. Suara ketukannya pun bertambah cepat dan keras, membuat jantungnya berdetak semakin kencang. Sophia mengintip di balik gorden, dia melihat pria berjaket hitam dengan kepala tertutupi tudung.
Keringatnya semakin bercucuran karena takut. Tanpa berpikir panjang, Sophia menghubungi suaminya, berharap pria itu mengangkatnya. Senyuman merrkah ketika dia mengangkat telpon.
"Kau di mana, Ed? Tolong hubungi polisi dan menyuruh mereka ke rumah nenekku," ucap Sophia dengan sangat pelan.
"Polisi? Untuk apa? Apa kau baik-baik saja?"
"Tidak, aku tidak baik-baik saja, ada orang jahat di depan rumah nenek. Aku pikir dia ingin mencuri."
"Jangan bercanda!"
"Aku tidak bercanda, orang jahat itu mengetuk pintu dari tadi. Bahkan sekarang aku mendengar dia sedang bicara."
"Astaga, Sophia. Sekarang buka pintunya."
"Apa kau gila? Dia orang jahat, dia perampok, dia bukan orang baik." Sophia mengingatkan.
"Buka pintunya, Sophie. "
Dengan ketakutan Sophia menutup telpon kemudian membuka kunci pintu rumah. Perlahan dia menarik pintu itu agar terbuka.
"Di mana ada pencuri mengetuk pintu, huh?" Seseorang di balik pintu itu mencubit pipi Sophia kesal.
"Astaga, Edmund?"
--
Chat me? Ig : @alzena2108 ❤